Pendidikan diibaratkan lahan sawah. Ada subjek dan objek yang saling menghasilkan. Petani sebagai penggarap dikonsep matang untuk piawai menanam, merawat, memelihara, menuai sampai memanen. Sama halnya dengan pendidikan, lahan sawah diilustrasikan kelas, mau diapakan hamparan murid dengan benih dan pupuk? Â Semuanya itu masih berbicara pelaku, belum menyentuh ranah pelengkap. Salah satu pelengkap selain media yang digunakan baik oleh guru maupun petani yaitu tantangan. Jika tikus sebagai tersangka hama tanaman. Maka di lingkup pendidikan terdapat warga sekolah maupun pihak luar yang menjadi racun simbol 'permusuhan' guru.
Gemuruh digitalisasi menyeret mayoritas guru berhadapan langsung dengan musuhnya yaitu tingkah polah murid. Sebetulnya bukan hanya satu musuhnya, melainkan jamak, saking banyaknya musuh dan semuanya adalah prioritas. Kurikulum merdeka menuntut guru senantiasa 'siap grak' menggali potensi setiap murid, merancang pembelajaran berbasis ilmu teknologi, dapat beradaptasi dalam segala perubahan pendidikan, dan lain sebagainya.
Menurut pendapat penulis adapun musuh guru saat ini sebagai berikut.
1. Jumlah jam mengajar
Keberuntungan tersendiri bagi guru yang mendapatkan jam ngajar kurang dari 24 jam. Jumlah segitu biasanya diberikan bagi guru nonsertifikasi, namun tidak menutup kemungkinan masih ditemukan guru yang belum sertifikasi diberikan jam ngajar yang cukup banyak melebihi 24. Fenomena lain yang begitu mengasyikkan diri seorang pengajar adalah mendapatkan 24 jam. Angka yang pas untuk serdiknya. Seolah impas antara kewajiban mengajar dan hak mendapatkan tunjangan.
2. Gaji kecil
Musuh kedua guru adalah gaji kecil. Sudah bukan rahasia umum jika gaji guru terutama honorer masih di bawah standar UMR. Lain daerah lain pula nominalnya. Tapi rata-rata di nusantara ini kita temukan gaji guru meskipun sudah PNS lebih rendah dibandingkan dengan gaji nonguru. Faktor gaji kecil terkadang penyebab menurunkan kinerja guru.
3. Siswa bermasalah
Jika murid atau siswa diibaratkan ladang sawah seperti yang telah diutarakan sebelumnya, maka murid juga memiliki berbagai jenis bibit atau benih, baik yang berkualitas tinggi, sedang, maupun lemah. Guru akan merasa bahagia jika memiliki murid penurut. Kenyataannya di era serba teknologi ini, murid menjadi musuh guru. Pasalnya kenaikan prosentase kenakalan remaja berasal dari murid kelas 6 sampai dengan 12. Anak yang masih duduk di kelas 1-5 umumnya belum baligh, ini menjadi salah satu acuan kenakalan remaja. Karena baligh sangat mempengaruhi fisik maupun psikis anak.Â
4. Rekan guru