Julukan Gresik sebagai kota santri memang tidak ada duanya. Ratusan berdirinya pondok pesantren membuat Gresik 'kenyang' mengenai agama. Hal ini diperkuat lagi dengan keberadaan dua wali songo penyebar agama Islam di Jawa. Sunan Maulana Malik Ibrahim dan Sunan Giri menjadi lambang bahwa Gresik bukanlah kota yang patut dipertanyakan lagi terkait religius masyarakatnya. jika bicara Gresik, maka tak akan sirna deretan sejarah mewarnai kota industri itu.Â
Saya bukanlah asli Gresik. Sudah wajar jika sejarah ataupun peradaban di Gresik asing di telinga. Bukan mengelak tentang asal tanah kelahiran, namun rasa kepo untuk mengintip Gresik semakin membara. Â Semenjak saya mengajar di SMP dalam kurun waktu setahun belakangan, saya mencoba mengakrabkan diri mengunjungi perpustakaan sekolah. Terdapat satu rak berisi buku tentang Gresik. Mulai dari Sang Tokoh Gresik, Kroman, Dolanan Arek Gresik, Mbah Sindujoyo, Sidajoe, Sang Kopyah, Sang Gresik Bercerita, sampai Kota Gresik 1869-1916. Masih ada sekitar 10 buku yang belum sempat saya lirik. Berhentinya mata saya tertuju pada buku hijau tertuliskan Sejarah Gresik, buku sejarah lokal diperuntukkan siswa SMP/MTs kelas VIII-IX. Buku hasil terbitan Andhum Berkat itu disusun oleh Mustakim. Refleks, saya telusuri biografi penulis. Penulis yang sering dijuluki 'Sang Maestro Sejarah Gresik' memiliki segudang karya tingkat nasional maupun internasional. Bergulirnya waktu dengan perubahan kurikulum membuat buku ini cukup sebagai pelengkap pegangan guru.
Berlanjut, buku masih di tangan saya. Hempasan kipas angin membuat lembaran halaman demi halaman bergerak. Tepat di halaman 102. Sub judul "Monumen Gunung Lengis". Saya jadi ingat beberapa bulan lalu pernah bertandang ke sana. Tidak jauh dari pusat kota, tepatnya di Stadion Joko Samudro, Anda akan menjumpai monumen ini.Â
Penelusuran saya masih di halaman 102. Disebutkan bahwa alasan penamaan monumen dikarenakan keberadaannya di Lereng Gunung Lengis. Monumen yang diresmikan pada tanggal 1 Oktober 1975 masih berdiri kokoh. Penasaran saya semakin meninggi tentang patung dengan gerakan menancapkan bendera. Keterangan yang bisa saya ambil dari buku, ternyata sosok itu adalah seorang pahlawan membawa bendera merah putih. Tidak tercantum nama sang pahlawan.Â
Saya merogoh saku dan mendapatkan gawai. Fitur galeri saya scroll, saya ingat Agustus lalu pernah menyimpan hasil jepretan foto Monumen Gunung Lengis. Beberapa foto saya cermati dan terapkan dengan keterangan di buku. Kurang lebihnya begini deskripsi setiap sisi pondasi Monumen Gunung Lengis berdasarkan tinjauan saya secara langsung dan kutipan buku Sejarah Gresik halaman 102 s.d. 104.Â
Sisi ke-1, terdapat gambar garuda pancasila di bawahnya tertuliskan kalimat dengan huruf kapital. Tujuan dibangunnya monumen untuk memberikan penghargaan tertinggi kepada para pahlawan yang telah membela nusa dan bangsa
MONUMEN PERJUANGAN '45
KUPERSEMBAHKAN PADAMU PAHLAWAN
SEBAGAI KENANGAN ABADI SERTA UCAPAN
TERIMA KASIH YANG SETINGGI TINGGINYA ATASÂ
SEGALA JASA JASAMU PADA BANGSA DAN NEGARA
Sisi ke-2, relief mengilustrasikan peristiwa peperangan yang terjadi pada tahun 1945 tepatnya tanggal 8 Desember. Inggris memasuki Kota Gresik. Letak Gunung Lengis merupakan pertahanan pertama memasuki kota. Hasil peperangan mengakibatkan banyak pahlawan gugur. Hal tersebut secara tersurat adanya gapura khas Gresik tertuliskan "Taman Makam Pahlawan". Â
Sisi ke-3, relief menjelaskan pasukan dan pejuang TKR, para ulama, dan tenaga medis perempuan di garis pertahanan paling depan dengan berbagai senjata di tangan. Bersatunya para pejuang  mengobarkan semangat senantiasa diserukan untuk melawan penjajah.
Sisi ke-4, relief menunjukkan keberhasilan pejuang TKR menembak pesawat jenis Mosquito Inggris. Diilustrasikan juga bagaimana sengitnya pertempuran kala itu.Â
Sisi ke-5, relief menggambarkan beberapa insiden penting kemerdekaan di Indonesia dengan ditandainya pembacaan Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Terlihat pula kondisi pertempuran Arek-Arek Surabaya. Semangat untuk terus mempertahankan Republik Indonesia dikobarkan Bung Tomo.
Memaknai monumen sejarah dengan lima sisi dinding yang mengelilinginya melambangkan lima sila pancasila sebagai pedoman hidup masyarakat Indonesia. Perjalanan dari penjajahan menuju kemerdekaan melalui berbagai peristiwa dengan melibatkan banyak pihak, menyimbolkan bahwa para pejuang layak untuk dikenang. Gresik patut bangga memiliki monumen Gunung Lengis sebagai upaya edukasi terhadap pelajar dan masyarakat secara umum.Â
Perlu diketahui bahwa gambar yang saya lampirkan berbeda dengan gambar di buku Sejarah Gresik. Hal ini dikarenakan pembangunan Stadion Joko Samudro, sehingga terjadi pembaharuan. Gambar yang dipaparkan oleh Mustakim memiliki satu relief dalam satu dinding. Namun, hal yang berbeda dengan kumpulan dokumentasi yang saya punyai yakni di setiap sisi dinding terdiri dari empat bagian relief. Adanya persamaan cerita untuk tiga sisi dinding. Dua relief bagian sisi ke-2 dan ke-5 berbeda citraan tetapi bermakna hampir sama.
Belum banyak tulisan tentang monumen di Gresik. Berulang kali, hati terketuk untuk kembali mengulas sisi lain monumen sejarah ini mengenai empat patung pahlawan laki-laki. Patung-patung tersebut sebatas separuh badan, satu mengenakan kaca mata dilengkapi sorban, ada yang mengenakan jas dan berdasi, satu patung tersenyum menoleh ke samping kanan, dan patung terakhir memvisualkan kegagahan seorang pahlawan. Sayangnya patung tidak dilengkapi dengan identitas diri.Â
Buku hijau begitu berfaedah ketika berada di rindang pustaka sekolah. Impian saya koleksi buku tentang Gresikan semakin menjamur dengan penelitian sejarah secara objektif dan akurat. Bagi para guru, utamanya guru IPS diharapkan produktif terhadap penelitian sejarah lokal. Guru non-IPS pun sangat dibuka peluang pengembangan diri, minimal menulis entah artikel, berita, puisi, cerpen, essai atau berupa vlog bahkan film pendek tentang sejarah lokal Gresik.
Saya kembalikan buku hijau pada tempat semula. Lantas timbul pertanyaan baru pada diri saya, bagaimana desain pembelajaran yang efektif guna mengenalkan monumen ataupun situs sejarah cagar budaya Gresik kepada siswa? Sejenak, pertanyaan tadi membawa saya untuk menawarkan rancangan pembelajaran yang bisa dimanfaatkan para guru. Menyelam sambil minum air. kiranya kalimat yang tepat utuk siswa dan guru. Kenapa guru disenggol? Ya, saya menyakini tidak semua guru respect terhadap persejarahan.Â
a. Mendatangkan nara sumber seperti sejarawan, jurnalis, budayawan, dan praktisi akademikÂ
b. Berkunjung secara langsung atau lawatan ke tempat bersejarah maupun cagar alam
Adapun contoh lokasi sebagai sumber referensi pembelajaran: Monumen Gunung Lengis, Tugu Lontar, Situs Giri Kedhaton, Makam Siti Fatimah Binti Maimun, Makam Sunan Giri, Makam Maulana Malik Ibrahim, Makam Poesponegoro, Klenteng Kim Hin Kiong, Rumah Gajah Mungkur, Kampung Kemasan, Area Bandar Grisse, Makam Nyi Ageng Pinatih, Museum Sunan Giri, Gardu Suling, dan Kawasan Putri Cempo.Â
c. Sejarah lokal dapat diselipkan pada aktivitas P5 (Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila) dengan contoh tagihan tugas berupa liputan berita dan atau wawancara dengan nara sumber terkait.
d. Menayangkan film dokumenter sejarah lokal, untuk mendapatkan koleksi film selain mengunduh di internet dapat pula bekerja sama dengan Dinas Budaya dan Pariwisata atau bisa Dewan Kesenian Gresik
e. Menggelar kompetisi menulis karya ilmiah sejarah lokal
f. Membentuk komunitas belajar pecinta sejarahÂ
g. Memanfaatkan teks sejarah lokal sebagai media pembelajaran
Tujuh contoh pemodelan desain pembelajaran tadi tentunya disesuaikan oleh kondisi sekolah masing-masing. Sehari ini saya berjibaku mulai dari meniti buku hijau, mengurai sisi dinding Monumen Gunung Lengis, menguntai harapan kepada guru untuk mengenal sekaligus memperkenalkan sejarah lokal Gresik, hingga tayangnya tulisan ini.Â
Semoga bermanfaat. Jas merah, jangan sesekali lupakan sejarah!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H