Mohon tunggu...
Muharningsih
Muharningsih Mohon Tunggu... Guru - Pengurus IGI Kab. Gresik-Pengurus KOMNASDIK KAB. Gresik-Editor Jurnal Pendidikan WAHIDIN

Linguistik-Penelitian-Sastra-Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Arek Gresik Kudu Paham Diglosia Wong Kroman!

14 Desember 2022   21:45 Diperbarui: 19 Juni 2023   22:24 400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Assalamualaikum, Wr. Wb.

Yo opo kabare arek Gresik?

Iki lho Lur, tak kei ruh gambarane diglosia basa Jawa lan Madura nang Kelurahan Kroman Gresik, simak yo!

Keanekaragaman budaya, ras, dan etnis di Indonesia telah menciptakan  bermacam-macam bahasa yang digunakan sebagai sarana komunikasi antaranggota masyarakatnya. Kondisi tersebut menyebabkan masyarakat Indonesia sebagai masyarakat bilingual bahkan multilingual. Sesungguhnya, banyak negara di seluruh dunia berpenduduk multilingual dengan tiga atau empat bahasa yang dituturkan dalam kehidupan sehari-hari. 

Hal itu selaras pula dengan pendapat Poedjosoedarmo (1985: 526) bahwa masyarakat Indonesia sebagian besarnya merupakan masyarakat yang bilingual. Situasi kebahasaan seperti itu dipicu oleh adanya pemakaian dua atau lebih bahasa.

Bahasa mempunyai ragam atau variasi yang digunakan oleh masyarakat penuturnya. Latar belakang sosial, budaya, dan situasi, masyarakat tutur dapat menentukan penggunaan bahasanya. Situasi kebahasaan pada masyarakat bilingual (dwibahasa) ataupun multilingual (multibahasa) sangat menarik untuk diteliti dalam pandangan sosiolinguistik. 

Adanya beberapa bahasa dalam interaksi verbal, serta perkembangan bahasa pada masyarakat membuat penelitian pada bidang ini selalu menarik untuk terus diteliti. Menurut Fishman (dalam Mutmainnah, 2008:2) pemilihan penggunaan bahasa oleh penutur tidak terjadi secara acak, melainkan harus mempertimbangkan beberapa faktor, antara lain siapa yang berbicara, siapa lawan bicaranya, topik apa yang sedang dibicarakan, dan di mana peristiwa tutur itu terjadi.

Diglosia merupakan fenomena masyarakat yang menggunakan dua bahasa dalam kehidupan sehari-hari. Gresik kota pesisir yang terdiri dari beragam kebudayaan dan bahasa. Diglosia dapat dijumpai pada masyarakat Kabupaten Gresik. Paparan deskripsi ini ingin mengetahui situasi diglosia pada penutur bahasa Jawa dan Madura di Kelurahan Kroman Kecamatan Gresik Kabupaten Gresik. Analisis diglosia menggunakan teori Ferguson, yakni fungsi, prestise, pemerolehan, standardisasi, stabilitas, gramatika, leksikon, dan fonologi.

Kelurahan KromanKelurahan Kroman Kabupaten Gresik memiliki dua bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari, yakni bahasa Jawa dan Madura.Bahasa Jawa yang digunakan lebih pada bahasa Jawa ngoko dan krama madya. Hal ini menjadi ciri khas orang Jawa Timur ketika berkomunikasi dengan orang lain. 

Kata "awakmu" yang berarti kamu, digunakan untuk seseorang dengan tingkatan di bawah kita seperti seseorang yang lebih muda.Kata tersebut hanya digunakan pada wilayah Jawa Timur, berbeda dengan Jawa Tengah yang menggunakaan kata kowe (Jawa ngoko). Penggunaan bahasa Jawa karma madya, pada masyarakat Kelurahan Kroman lebih banyak menggunakan kata sampeyan dalam mengungkapkan kata kamu untuk berkomunikasi dengan teman atau orang yang lebih tua. 

Namun, berbeda dengan di Jawa Tengah kata panjenengan merupakan mengungkapan dari kata kamu. Bahasa Jawa Krama Inggil jarang digunakan, hal ini dikarenakan penduduk Kelurahan Kroman manyoritas adalah orang pendatang dari berbagai daerah di sekitar Gresik.

Bahasa Madura yang digunakan oleh masyarakat Kelurahan Kroman adalah bahasa Madura dengan tingkatan-tingkatan berdasarkan faktor usia, situasi ini hampir sama dengan penggunaan bahasa Jawa seperti penjelasan sebelumnya. 

Contoh bahasa Madura Enjek Eyeh, digunakan untuk teman sebaya dan saling mengenal engkok minta ah pessenah (saya minta uangnya). Hal tersebut akan berbeda jika orang yang meminta uang jauh lebih tua usinya dari yang diminta, kauleh nyo'onah ubeng (saya minta uang). 

Tingkatan bahasa Madura yang ketiga yaitu bahasa Enggi Bunten, bahasa ini digunkan pada orang yang lebih tua dan merupakan bahasa yang paling sopan dibandingkan dengan tingkatan pertama dan kedua. Abdinah nyambut ubengngah (saya minta uangnya). Penggunaan bahasa dengan tingkatan ketiga ini biasa dipakai dalam komunikasi wilayah kerajaan atau kraton saja sehingga jarang bahkan hampir tidak digunakan dalam masyarakat Desa Kroman.

Masyarakat Kelurahan Kroman lebih dominan menggunakan bahasa Jawa ketika mereka melakukan transaksi bisnis seperti perdagangan. Para pedagang di pasar Gresik cenderung menggunakan bahasa Jawa, hal ini dipengaruhi dua faktor.

(1)  Pasar Gresik merupakan salah satu pasar besar yang ada di Kabupaten Gresik, sehingga banyak pembeli yang datang dari berbagai pelosok kecamatan yang berada di Kabupaten Gresik.

(2) Hampir marketing atau pensuplai barang dagangan yang datang ke pasar adalah orang-orangyang berasal dari Suarabaya, dimana mereka menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa komunikasi, sehingga pedagang pasar Gresik yang terdapat minoritas orang Madura harus beradaptasi menguasai bahasa Jawa sebagai komunikasi dengan para marketing tersebut. 

Salah satu tujuan dari penguasaan bahasa Jawa tersebut yaitu untuk mendapatkan keringanan harga dan tagihan dari barang yang ditawarkan. Namun, apabila pedagang dan atau pembeli yang bahasa ibu adalah bahasa Madura, maka mereka saling berkomunikasi dengan bahasa Madura.

Jika melihat dominasi bahasa dalam masyarakat, bahasa Jawa merupakan bahasa yang paling besar digunakan dalam komunikasi sehari-hari. Hanya 40% bahasa Madura yang digunakan dalam wilayah tersebut. 

Hal itu dikarenakan, Kelurahan Kroman bersebelah langsung dengan Desa Belidan, yang mana Desa Belidan menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa pengantarnya. Akan tetapi warga yang bahasa ibunya adalah bahasa Madura, mereka mampu berkomunikasi dengan bahasa Jawa. Namun, warga yang bahasa ibunya adalah bahasa Jawa, mereka jarang menggunakan bahasa Madura.

Analisis Diglosia Ferguson pada Masyarakat Kelurahan Kroman

Analisis dengan pendekatan Furgosen: bahasa Jawa adalah ragam tinggi (T) dan bahasa Madura adalah ragam rendah (R) maka bisa dijabarkan dalam beberapa poin diglosia yaitu sebagai berikut.

Fungsi

Bahwa bahasa Jawa berfungsi sebagai komunikasi transaksi bisnis dikala mereka bertemu dengan pelaku bisnis yang berbahasa Jawa. Bahasa Madura juga digunakan sebagian kecil warga Kelurahan Kroman untuk melakukan transaksi perdagangan hanya kepada sesama penutur  bahasa Madura juga. Sedangkan bahasa Madura digunakan sebagai komunikasi sehari-hari dikehidupan keluarga bagi minoritas  warga Kelurahan Kroman.

Prestise

Tidak ada ragam tinggi (T) atau rendah (R) pada diglosia Jawa dan Madura di Kelurahan Kroman. Posisi kedua bahasa tersebut sama dan tidak ada "derajat" bahasa.

Pemerolehan

Ragam (T) diperoleh dari pergaulan bagi komunitas masyarakat yang menggunakan ragam (R), sedangkan komunitas ragam (T) memperoleh bahasanya dari bahasa ibu.

Standardisasi

Seperti yang telah di jelaskan pada poin prestise bahwa tidak ada "derajat" diantara ragam T() dan (R). Standarisasi pada ragam (T) dipandang sebagai ragam alat komunikasi dalam berdagang atau bisnis sehingga penggunaan ragam T dominasinya terjadi pada ruang lingkup jual beli di pasar Gresik.

Stabilitas

Diglosia yang terjadi pada Kelurahan Kroman sudah berlangsung lama. Hal ini disebabkan garis teritorial bahasa.Kelurahan Kroman bersebelahan dengan Desa Bedilan, dimana masyarakatnya menggunakan bahasa Jawa dalam komunikasi sehari-hari. Perubahan komposisi masyarakat mengalami perubahan, tidak sedikit warga Bedilan yang kemudian tinggal di Kelurahan Kroman, dengan alasan pernikahan, dan ekonomi. Sehingga hal itu menyebabkan adanya penambahan masyarakat bahasa pada wilayah Kelurahan Kroman.

 

Gramatika

Analilis gramatika dari komposisi masyarakat diglosia Kelurahan Kroman, dapat menjabarkan bahwa penggunaan ragam (T) jarang menggunakan ragam (R) untuk berkomunikasi dengan masyarakat penggunaan ragam (R). Walaupun sering ada penggunaan ragam (R) oleh masyarakat ragam (T) tetapi tidak selaras dengan intonasi kalimat ragam R. Hasilnya akan terdengar asing atau terlalu dipaksa. Sedangkan pada masyarakat ragam (R) ketika menggunakan ragam (T)  akan terdengar seperti masyarakat ragam (T)  dalam struktur kalimat dan intonasinya.

Leksikon

Hanya sebagian kecil kosakata yang memiliki makna sama antara ragam R dan T. Salah satu kosakata yang sering digunakan oleh kedua ragam tersebut dalam fungsi dan makna yang sama, yakni menyetujui. Kosakata tersebut adalah cacak yang artinya kakak. Secara keseluruhan kosakata dan gramatikal bahasa kedua ragam tersebut memiliki perbedaan yang kuat. Seperti kata Ow ye wes sakalangkong dengan oya wis matur nuwun kedua kosa kata ini memiliki makna sama yaitu menyatakan terima kasih.

Fonologi

Dalam bidang fonologi ada perbedaan struktural antara ragam (T) dan ragam (R). Perbedaan tersebut bisa dekat bisa juga jauh.

Itulah analisis tentang diglosia yang terdapat di Gresik, yo opo Lur, wis paham kabeh ta? Ayo ojo lali terus sinau babagan linguistik daerah Gresik!

Wassalamualaiakum, Wr. Wb.

Daftar Rujukan

Fishman, Joshua A. 1991. Sosiologi Bahasa. Pulau Pinang: Universiti Sains Malaysia.

Poedjosoedarmo, Soepomo dkk. 1985. Komponen Tuturdalam Soenjono Dardjowidjojo (Ed.). Perkembangan Linguistik Indonesia.  Jakarta: Penerbit Arcan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun