Sejak zaman batu hingga masa layar-digital seperti sekarang ini, banyak perang yang telah tercatat sebagai sejarah gelap peradaban manusia.
Bangsa-bangsa yang berperang terus bergantian, peralatan yang digunakan telah berubah sedemikian rupa, motif dan strategi perang pun terus berkembang semakin rumit dan canggih. Perang memang terus memutakhirkan dirinya, tapi ia selalu menyisakan suatu kepedihan yang purba: kematian, penderitaan dan trauma. Tak terkecuali bagi anak-anak.
Semasa kanak, di antara kita mungkin sering mendengar tentang satu-dua super hero dalam peperangan yang mendunia. Peperangan sering disampaikan sebagai kisah yang memukau. Namun, hal itu rasanya tak sanggup menyangkal bahwa perang tetap saja merupakan kejahatan kemanusiaan.
Berapa juta orang yang telah tewas akibat perang? Angka itu mungkin akan sangat lama untuk dihitung.
Selain kisah heroik tentang perjuangan dan kemerdekaan, perang pun tak ubahnya suatu lapang luas pembantaian.
Berkaitan dengan wajah ngeri dari peperangan bagi anak-anak, akun instagram @ugurgallen, milik seorang berkebangsaan Turki, berhasil menyedot perhatian warganet dengan postingan perangnya yang tak lazim. Ia berupaya menyandingkan kengerian dan pesan perdamaian dalam suatu pigura yang sama, perang. Berikut beberapa foto yang diambil dari akun tersebut:
1. Palestina atau Ruang Kelas Peperangan?
Di bangku kelas, jika guru bertanya, seorang murid yang menjawab hendaknya mengangkat tangan lebih dulu. Di puing-puing perang, seorang anak Palestina mungkin tak punya kesempatan untuk menjawab maupun bertanya tentang mengapa perang terjadi, ia harus sesegera mungkin memungut batu dan lekas melemparkannya. Mereka tumbuh dengan pelajaran perang yang disampaikan seorang guru yang paling otentik, kenyataan.
2 . Di Gaza, Berapakah Jumlah Bak Mandi yang Hancur oleh Perang?
3. Masihkah Pesawat Kertas Menjadi Mainan yang Lucu bagi Anak yang Memiliki Trauma Perang?
![Sumber: instagram.com/ugurgallen](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/03/06/45513573-949718711886800-7597271173269960085-n-5c7f898dab12ae7ebc6a9693.jpg?t=o&v=770)
Mungkin lain kenangan dengan anak-anak di Suriah, mereka akan tahu betul bukan uang, permen, atau mainan yang dibawa oleh pesawat di langit biru itu, tapi bahan peledak, yang siap meratakan taman bermainnya dalam sekejap.
4. Lagu Apa yang Cocok Dinyanyikan Seorang Anak di Wilayah Perang?
Pada tahun 1991, perang saudara pecah di Liberia. Bagi anak-anak saat itu, mungkin saja sebuah nyanyian lebih terdengar sebagai rintihan paman, kakak, atau ayahnya yang kesakitan karena lututnya baru saja tertembak. Desingan peluru mungkin jauh lebih akrab dan nyaring dibanding lengking petikan senar gitar bagi telinga mereka. Dan lagu "Dendam" mungkin lebih terdengar sebagai lagu pengantar hari ke hari.
5. Menulis Perdamaian pada Badan Rudal dan Kamp Pengungsi di Yunani, Mungkinkah Perang Berakhir?
(Kanan) dua anak perempuan menulis pesan di bom milik unit artileri selama perang Israel-Lebanon 2006. (Kiri) Seorang gadis, harus meninggalkan negaranya karena perang. Ia menggambar kupu-kupu pada dinding sebuah kamp pengungsian di Yunani.
6. Si Kembar Chaplin dan Hitler: Perang Bukanlah Komedi
Mengapa anak suka bermain? Bahkan ia mampu menciptakan kegembiraan pada moncong sebuah bangkai tank di Syria?
Mungkin benar kata filsuf, manusia adalah Homo Ludens, makhluk bermain?
Lalu jangan-jangan, bagi Hitler, Musolini, Bush, atau siapa saja para penjahat perang lainnya; perang adalah sebuah permainan? Membunuh anak-anak yang tak berdaya, sama halnya membunuh semut yang tersesat di bibir cangkir mereka dengan setekan ibu jari? Mungkinkah bagi mereka perang bukan sebuah tragedi, melainkan sebuah komedi? Bisa jadi akun @ugurgallen, dengan foto terakhir berikut, sedang menangkap kegilaan tersebut:
![Sumber: instagram.com/ugurgallen](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/03/06/50805333-784626058565891-4906765201697288261-n-5c7f935f677ffb35843098f4.jpg?t=o&v=770)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI