Mohon tunggu...
Muharika Adi Wiraputra
Muharika Adi Wiraputra Mohon Tunggu... Lainnya - Penggiat Sejarah

memayu hayuning bawana

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pramoedya Ananta Toer: Jejak Seabad Sang Sastrawan Perlawanan

2 Februari 2025   12:57 Diperbarui: 2 Februari 2025   13:18 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pramoedya Ananta Toer (sumber gambar: Wikipedia) 

Tak hanya itu, ia juga terlibat dalam berbagai organisasi internasional, seperti Konferensi Penulis Afro-Asia serta menjadi editor dan penasihat jurnal "Orient" di Praha. Ia juga turut berkontribusi dalam penyusunan Ensiklopedia Besar Soviet mengenai sastra Indonesia.

Pada tahun 1962 hingga 1965, Pram menjabat sebagai editor "Lentera", sebuah suplemen budaya harian "Bintang Timur". Ia juga menjadi dosen di Fakultas Sastra Universitas Res Publika Jakarta, turut mendirikan Akademi Sastra "Multatuli" di Jakarta, serta mengajar di Akademi Jurnalistik "Dr. Abdul Rivai". Sepanjang hidupnya, ia terus memperjuangkan kebebasan berekspresi melalui tulisan-tulisannya yang berani dan penuh kritik sosial.

Pramoedya Ananta Toer bersama bukunya (sumber gambar: Dok Pram) 
Pramoedya Ananta Toer bersama bukunya (sumber gambar: Dok Pram) 

Resensi Buku-buku favorit Pramoedya yang pernah saya baca

Pertama, Buku Bumi Manusia

Buku novel ini pasti tidak asing lagi bagi orang awam, Karena diangkat ke layar lebar. Saya pun tertarik membaca buku ini pas ada mata kuliah Sejarah Indonesia Madya sebagai gambaran bagaimana kehidupan kolonial pada masa itu. Apalagi mendengar bahwa novel ini akan diangkat ke layar lebar jadi makin tertarik membacanya supaya dapat spoiler mengenai Film Bumi Manusia.

Sedikit ringkasan Buku Bumi Manusia, Bumi Manusia adalah novel pertama dari Tetralogi Buru karya Pramoedya Ananta Toer. Berlatar akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20, novel ini mengisahkan Minke, seorang pemuda pribumi dari keluarga bangsawan yang berpendidikan di sekolah elite Belanda. Ia berusaha melawan ketidakadilan sistem kolonial yang membatasi hak-hak pribumi.

Minke jatuh cinta pada Annelies Mellema, gadis Indo yang cantik dan lembut, anak dari Nyai Ontosoroh---seorang gundik yang cerdas dan mandiri. Melalui Nyai Ontosoroh, Minke belajar tentang perjuangan dan keteguhan dalam menghadapi penindasan. Konflik utama dalam novel ini adalah diskriminasi hukum kolonial yang merampas hak-hak Annelies dan keluarganya.

Dalam buku ini Pramoedya tersirat menuliskan Kritik sosial yang tajam, Pramoedya menampilkan ketidakadilan hukum kolonial dan perjuangan pribumi dalam sistem yang menindas. Tokoh-tokoh seperti Minke dan Nyai Ontosoroh sangat berkarakter dan menginspirasi. Gaya bahasa yang kaya kuat sehingga narasi deskripsinya mendalam membuat pembaca mudah terbawa suasana. Namun Gaya bahasa lama mungkin sulit dipahami oleh pembaca modern.

Kedua, Buku Sekali Peristiwa di Banten

Sama seperti buku Bumi Manusia, buku ini saya baca waktu mata kuliah Sejarah Indonesia Madya. Buku Sekali Peristiwa di Banten ini adalah kumpulan cerpen yang menggambarkan kehidupan rakyat kecil di Indonesia pada masa kolonial dan awal kemerdekaan. Cerita-cerita dalam buku ini penuh dengan kritik sosial terhadap ketidakadilan, penindasan, dan perjuangan hidup masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun