Pulau Jawa dikenal sebagai salah satu wilayah dengan kepadatan penduduk tertinggi di dunia. Sejak zaman dulu, manusia telah memanfaatkan lahan untuk pertanian dan pemukiman.Â
Hutan yang menjadi habitat alami gajah terus menyusut, memaksa mereka mencari tempat baru bahkan punah karena kehilangan sumber daya. Perburuan gajah untuk diambil gadingnya dan dijadikan simbol status pun turut mempercepat hilangnya spesies ini dari Jawa.
Bukti Gajah pernah hidup liar di tanah Jawa, tergambar dari lukisan ekspedisi Cornelis de Houtman dan diberi judul Dieren van Java (Hewan dari Jawa). Di lukisannya terdapat hewan-hewan yang hidup berdampingan dengan Gajah, seperti badak bercula satu, trenggiling, buaya dan juga bulus.
Dikatakan dari berbagai sumber, sebenarnya jejak gajah jawa tidak sepenuhnya hilang dari Nusantara. Gajah pigmy Kalimantan, yang kini hidup di Kalimantan bagian utara, disebut-sebut memiliki hubungan dengan gajah-gajah yang dulu ada di Jawa. Gajah ini merupakan hadiah kepada Raja Sulu, yang kemudian hidup dan berkembang di Kalimantan.
Namun, ironisnya keberadaan Gajah di Kalimantan ini jumlah tergerus karena habitat alaminya terus berkurang. Jumlahnya sekarang hanya sekitar 1.500 ekor dan keberadaannya tersebar di Kalimantan utara dan Sabah Malaysia.
Kehadiran Gajah Kalimantan mengingatkan kita akan pentingnya melestarikan spesies ini agar tidak bernasib seperti gajah jawa. Kasihan gajah pigmy nan lucu ini harus punah dari Indonesia.
Gajah sebagai Simbol Keagungan Raja-Raja Jawa
Gajah memiliki tempat istimewa dalam tradisi kerajaan Jawa. Mereka menjadi lambang kekuatan, kemewahan, dan kebijaksanaan raja.
Dalam berbagai catatan sejarah, gajah sering dijadikan kendaraan atau pendamping raja saat parade dan upacara kerajaan. Keberadaan gajah di istana menegaskan status kerajaan sebagai pusat kekuasaan yang tak tertandingi.