Dalam 100 hari pertama pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming, perhatian publik tertuju pada beberapa program strategis seperti MBG (Makan Bergizi Gratis) dan swasembada pangan.Â
Fokus pada ketahanan pangan dan pemberdayaan sumber daya lokal telah menyedot anggaran besar, menandakan komitmen pemerintah terhadap kemandirian nasional.
Namun, di tengah prioritas ini, pertanyaan muncul mengenai perhatian terhadap modernisasi Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista), sebuah elemen penting untuk mempertahankan keamanan dan kedaulatan Indonesia.
Setelah menjabat sebagai Menteri Pertahanan dan mantan Danjen Kopassus, Prabowo Subianto tentu memahami betul arti penting alutsista dalam konteks geopolitik saat ini.
Dunia tengah menghadapi dinamika global yang kian memanas, dengan konflik yang tak kunjung reda dan ancaman terhadap stabilitas kawasan yang semakin nyata. Dalam situasi seperti ini, modernisasi alutsista bukan sekadar pilihan, melainkan kebutuhan mendesak.
Namun, membangun kekuatan militer tidak hanya soal membeli senjata baru. Pengadaan alutsista memerlukan anggaran yang sangat besar, seperti terlihat dari alokasi untuk Kementerian Pertahanan yang mencapai Rp166 triliun, terbesar di antara kementerian lainnya.Â
Selain itu, proses pembelian alutsista tidak bisa dilakukan secara tergesa-gesa. Dibutuhkan perencanaan matang, negosiasi kontrak yang cermat, dan pengawasan ketat untuk memastikan setiap rupiah yang diinvestasikan memberikan dampak maksimal bagi pertahanan negara.
Modernisasi alutsista juga menyangkut kehormatan bangsa. Setiap keputusan dalam pengadaan harus mencerminkan visi strategis jangka panjang, bukan sekadar memenuhi kebutuhan jangka pendek. (seperti yang ramai pada debat Pilpres)
Oleh karena itu, Prabowo kemungkinan besar akan memanfaatkan pengalamannya untuk memastikan bahwa alutsista yang dibeli tidak hanya canggih secara teknologi, tetapi juga relevan dengan kebutuhan operasional TNI.
Dalam konteks ini, pemerintah tampaknya mengadopsi pendekatan bertahap. Fokus pada penguatan industri pertahanan dalam negeri, yang selama ini menjadi salah satu visi Prabowo, bisa menjadi solusi untuk mengurangi ketergantungan pada impor sekaligus menghemat devisa.Â
Kerjasama dengan negara-negara sahabat untuk Transfer of Technology (ToT) juga diharapkan mampu meningkatkan kemampuan produksi alutsista di dalam negeri, sehingga Indonesia tidak hanya menjadi konsumen, tetapi juga produsen alutsista.