Mohon tunggu...
Muharika Adi Wiraputra
Muharika Adi Wiraputra Mohon Tunggu... Lainnya - Penggiat Sejarah

memayu hayuning bawana

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kapal Jung, Simbol Kejayaan Maritim Nusantara

23 Januari 2025   18:15 Diperbarui: 23 Januari 2025   15:53 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Kapal yang mengarungi lautan pada relief Candi Borobudur mengingatkan nenek moyang kita seorang pelaut (sumber gambar: Shuterrstock)

Di tengah ganasnya gelombang samudra yang tak berujung, berdiri gagah sebuah kapal dengan layar besar yang berkibar megah. Kapal itu adalah Jung, atau Jong/Djong menjadi simbol kejayaan maritim Nusantara. Sebuah wujud nyata dari keberanian dan kecerdikan nenek moyang kita dalam menaklukkan laut.

Kapal Jung bukan sekadar alat transportasi; ia adalah mahakarya teknologi maritim pada masanya. Dibangun dengan teknik yang rumit, menggunakan kayu pilihan dari hutan tropis Nusantara, Jung mencerminkan harmoni antara manusia dan alam.

Layar-layar besar yang terbuat dari serat alami melambangkan semangat para pelaut yang tak pernah menyerah pada badai. Dengan desain lambung yang lebar dan kokoh, Jung mampu menempuh perjalanan panjang, menghubungkan pelabuhan-pelabuhan penting di Asia Tenggara hingga India dan Tiongkok.

Pada abad ke-8, teknologi perkapalan Nusantara mencapai puncaknya dengan lahirnya kapal terbesar dalam sejarah dunia, yang dikenal sebagai “jung.” Dalam bahasa Jawa Kuno, “jung” berarti perahu. Kapal ini memiliki desain unik, di mana kerangkanya tidak menggunakan paku atau besi, melainkan pasak kayu untuk merekatkan setiap bagiannya.

Sambungan ini membuat kapal lebih fleksibel saat menghadapi gelombang besar, sebuah inovasi yang menunjukkan betapa cerdasnya para pembuat kapal Nusantara.

Struktur kapal terdiri dari empat tiang layar serta dinding yang terbuat dari empat lapis kayu jati. Kapal ini dilengkapi dua hingga empat layar besar dan sebuah busur untuk mengarahkan angin. Selain itu, Jung juga dikenal mampu membawa beban hingga ratusan ton, menjadikannya kapal kargo yang sangat efisien.

Bayangkan, pada abad ke-14, ketika pelabuhan-pelabuhan seperti Malaka, Tuban, dan Gresik menjadi pusat perdagangan dunia, Jung-Jung Nusantara berlayar membawa rempah-rempah, kain, dan kerajinan tangan.

Kapal-kapal ini tidak hanya menjadi saksi bisu perdagangan, tetapi juga diplomasi, penyebaran budaya, dan ilmu pengetahuan. Dalam sejarah, tercatat bahwa armada laut Majapahit terdiri dari ratusan Jung yang menjadi tulang punggung kekuatan maritim kerajaan tersebut.

Jejak kejayaan perkapalan Nusantara bermula sejak abad ke-16, ketika orang Jawa dikenal mendominasi kawasan Asia Tenggara dengan menguasai jalur rempah antara Maluku, Jawa, dan Malaka.

Keberadaan pelabuhan-pelabuhan strategis seperti Malaka sebagai pusat perdagangan turut mendorong pengembangan kapal-kapal besar oleh masyarakat Jawa demi memperluas wilayah dagangnya.

Kehebatan Jung Jawa juga tercatat dalam dokumen sejarah abad ke-16 oleh Gaspar Correia, yang menyebut kapal ini tahan terhadap tembakan meriam terbesar. Dari empat lapisan papan kapal, hanya dua lapis yang mampu ditembus. Hal ini menjadi bukti bahwa kapal ini tidak hanya besar, tetapi juga sangat kuat.

Ilustrasi Kapal Jung Jawa pada Monumen kapal Majapahit di Simpang Empat Sekarputih, Kota Mojokerto (sumber: radarmajapahit.jawapos.com)
Ilustrasi Kapal Jung Jawa pada Monumen kapal Majapahit di Simpang Empat Sekarputih, Kota Mojokerto (sumber: radarmajapahit.jawapos.com)

Namun, yang membuat Jung begitu istimewa bukan hanya ukurannya yang mengagumkan atau kemampuannya menempuh lautan luas, melainkan juga jiwa para pelaut di dalamnya. Nenek moyang kita dikenal sebagai pelaut ulung, pemberani yang menjelajah tanpa takut.

Mereka mengandalkan bintang-bintang sebagai penunjuk arah, memahami angin, arus laut, dan cuaca dengan insting yang tajam. Dari merekalah kita belajar bahwa laut bukanlah penghalang, melainkan jalan untuk bersatu dan berkembang.

Pada masa kejayaan Majapahit di abad ke-14, Jung Jawa memainkan peran penting sebagai kapal angkut militer. Armada perang Majapahit yang terdiri dari 400 kapal dikelompokkan ke dalam lima armada besar. Kapal-kapal ini mampu menampung hingga 800 prajurit dengan panjang mencapai 50 depa atau sekitar 100 meter.

Bahkan, kapal berukuran kecil memiliki panjang sekitar 33 meter dan kapasitas hingga 121 prajurit. Lambat laun, fungsi kapal-kapal ini beralih menjadi kapal dagang karena kapasitasnya yang sangat besar.

Niccolò da Conti, seorang penjelajah abad ke-15, mencatat bahwa kapal dagang Jawa memiliki ukuran lebih besar dibandingkan kapal Flor de La Mar (salah satu kapal Galleon) Galleon adalah sejenis kapal yang digunakan oleh bangsa Eropa untuk berlayar di Samudera Hindia.  

Kapal Flor de La Mar kapal terbesar milik Portugis saat itu. Berdasarkan buku “Majapahit Peradaban Maritim” karya Irwan Djoko Nugroho, ukuran Jung Jawa mencapai 4 hingga 5 kali lipat dari kapal Flor de La Mar, dengan kapasitas angkut hingga 2.000 ton.

Perbandingan Kapal Jung dengan jenis Kapal Galleon (sumber gambar: dailysiacom/pinterest)
Perbandingan Kapal Jung dengan jenis Kapal Galleon (sumber gambar: dailysiacom/pinterest)

Catatan Duarte Barosa menegaskan bahwa Jung Jawa digunakan untuk perdagangan antara Asia Tenggara dan Timur Tengah, membawa barang seperti beras, daging, emas, sutra, kamper, dan kayu gaharu.

Kemana Kapal Jung sekarang ?

Kapal besar Jung Jawa, yang pernah berjaya di masanya, kini sayangnya tidak banyak dikenal oleh masyarakat Indonesia. Salah satu alasan yang sering disebut adalah kegagalan regenerasi kekuasaan di Mataram, yang berujung pada melemahnya tradisi dan peradaban kapal Jung.

Setelah Sultan Agung Mataram turun takhta, kekuasaan Mataram jatuh ke tangan Amangkurat I. Di bawah pemerintahannya, Amangkurat I menjalin kerja sama dagang dengan Belanda melalui VOC.

Perjanjian tersebut memberi hak kepada VOC untuk membuka pos dagang di wilayah Mataram, sementara pihak Mataram diberi akses berdagang ke pulau-pulau lain di bawah kendali VOC.

Namun, Amangkurat I juga mengambil langkah drastis dengan menutup pelabuhan-pelabuhan dan menghancurkan kapal-kapal di kota-kota pesisir, untuk mencegah potensi pemberontakan dari pihak yang menentang kebijakannya.

Situasi ini semakin memburuk pada pertengahan abad ke-18, ketika VOC mulai menguasai pelabuhan-pelabuhan pesisir. VOC bahkan melarang galangan kapal untuk membangun kapal dengan kapasitas lebih dari 50 ton dan mengawasi setiap kota pelabuhan secara ketat.

Akibatnya, kejayaan kapal Jung yang pernah menjadi kebanggaan Nusantara, serta peranannya dalam mengangkut komoditas rempah ke berbagai penjuru Asia, kini hanya tersisa sebagai sejarah yang hampir dilupakan.

Gambar Kapal yang mengarungi lautan pada relief Candi Borobudur mengingatkan nenek moyang kita seorang pelaut (sumber gambar: Shuterrstock)
Gambar Kapal yang mengarungi lautan pada relief Candi Borobudur mengingatkan nenek moyang kita seorang pelaut (sumber gambar: Shuterrstock)

Kini saatnya, di era modern semangat dari Kapal Jung di hidupkan bagi generasi muda. Jung mengajarkan kita untuk tidak takut bermimpi besar, untuk menjelajah batas-batas baru, baik di darat maupun di laut. Ia juga mengingatkan kita akan pentingnya menjaga hubungan harmonis dengan alam dan melestarikan warisan budaya.

Lautan masih ada di sana, luas dan penuh misteri, menanti keberanian baru dari putra-putri Nusantara. Mari kita ingat, kita adalah keturunan pelaut pemberani. Sebagaimana Jung yang berlayar gagah di masa lalu, marilah kita menjadi generasi yang siap menaklukkan tantangan zaman dengan kearifan, keberanian, dan semangat persatuan.

Referensi :

Hamid, A. R. (2013). Sejarah maritim Indonesia. Ombak.

Nugroho, I. D. (2011). Majapahit peradaban maritim: Ketika Nusantara menjadi pengendali pelabuhan dunia. Suluh Nuswantara Bakti

https://nationalgeographic.grid.id/read/132482851/jung-jawa-kapal-raksasa-penguasa-lautan-nusantara-yang-telah-hilang?page=all

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun