Kapal besar Jung Jawa, yang pernah berjaya di masanya, kini sayangnya tidak banyak dikenal oleh masyarakat Indonesia. Salah satu alasan yang sering disebut adalah kegagalan regenerasi kekuasaan di Mataram, yang berujung pada melemahnya tradisi dan peradaban kapal Jung.
Setelah Sultan Agung Mataram turun takhta, kekuasaan Mataram jatuh ke tangan Amangkurat I. Di bawah pemerintahannya, Amangkurat I menjalin kerja sama dagang dengan Belanda melalui VOC.
Perjanjian tersebut memberi hak kepada VOC untuk membuka pos dagang di wilayah Mataram, sementara pihak Mataram diberi akses berdagang ke pulau-pulau lain di bawah kendali VOC.
Namun, Amangkurat I juga mengambil langkah drastis dengan menutup pelabuhan-pelabuhan dan menghancurkan kapal-kapal di kota-kota pesisir, untuk mencegah potensi pemberontakan dari pihak yang menentang kebijakannya.
Situasi ini semakin memburuk pada pertengahan abad ke-18, ketika VOC mulai menguasai pelabuhan-pelabuhan pesisir. VOC bahkan melarang galangan kapal untuk membangun kapal dengan kapasitas lebih dari 50 ton dan mengawasi setiap kota pelabuhan secara ketat.
Akibatnya, kejayaan kapal Jung yang pernah menjadi kebanggaan Nusantara, serta peranannya dalam mengangkut komoditas rempah ke berbagai penjuru Asia, kini hanya tersisa sebagai sejarah yang hampir dilupakan.
Kini saatnya, di era modern semangat dari Kapal Jung di hidupkan bagi generasi muda. Jung mengajarkan kita untuk tidak takut bermimpi besar, untuk menjelajah batas-batas baru, baik di darat maupun di laut. Ia juga mengingatkan kita akan pentingnya menjaga hubungan harmonis dengan alam dan melestarikan warisan budaya.
Lautan masih ada di sana, luas dan penuh misteri, menanti keberanian baru dari putra-putri Nusantara. Mari kita ingat, kita adalah keturunan pelaut pemberani. Sebagaimana Jung yang berlayar gagah di masa lalu, marilah kita menjadi generasi yang siap menaklukkan tantangan zaman dengan kearifan, keberanian, dan semangat persatuan.
Referensi :
Hamid, A. R. (2013). Sejarah maritim Indonesia. Ombak.