Â
Disclaimer: Narasi ini disusun berdasarkan ulasan analisa sejarah yang didasarkan pada fakta-fakta logis dari buku "Perkembangan Peradaban Priyayi" karya Sartono Kartodirdjo dan A. Sudewo Suhardjo Hatmosuprobo. Tulisan ini tidak bertujuan untuk mendiskreditkan kalangan tertentu, melainkan lebih kepada refleksi dan introspeksi bahwa mungkin saja pola pikir ini turut membentuk masyarakat kita saat ini. Ada nilai-nilai baik dan buruk di dalamnya, dan menjadi tugas setiap individu untuk berusaha memilih yang terbaik berdasarkan pemahaman masing-masing.
Pada masa kolonial, struktur sosial masyarakat Jawa mengalami perubahan signifikan yang melahirkan berbagai dinamika sosial. Salah satu fenomena yang menarik untuk disoroti adalah munculnya golongan priyayi baru, yang sering disebut sebagai homines novi atau "orang baru" dalam struktur kelas sosial.Â
Mereka bukanlah bagian dari priyayi tradisional yang berasal dari garis keturunan ningrat, melainkan individu-individu yang mendapatkan status tersebut melalui jalur karir atau pendidikan yang diberikan oleh pemerintahan kolonial.
Golongan priyayi baru ini lahir dari kalangan rakyat biasa atau priyayi rendah yang berhasil mendaki tangga sosial berkat keberhasilan mereka mengenyam pendidikan formal "ala Barat" waktu itu.Â
Pendidikan ini menjadi kunci utama yang membuka pintu mereka ke dalam dunia priyayi gede atau priyayi lama, menyerap gaya hidup dan nilai-nilai yang melekat pada kalangan elite tersebut.
Dengan pendidikan dan posisi baru ini, mereka menjadi bagian dari semesta kepriyayian yang sebelumnya tertutup bagi kalangan di luar garis keturunan bangsawan.
Dalam suasana feodal-tradisional dengan hierarki sosial yang ketat dan kekuasaan yang cenderung otoriter, para priyayi baru menghadapi tuntutan untuk beradaptasi dengan nilai-nilai yang mengakar kuat dalam budaya priyayi.
Sikap hormat kepada atasan, penghargaan pada senioritas, dan loyalitas tanpa syarat menjadi norma yang harus mereka patuhi. Lingkungan yang demikian membentuk karakter khas para priyayi baru, yang sering kali berorientasi pada karir dan menjaga hubungan baik dengan atasan mereka.
Karakter ini berkembang seiring terbatasnya interaksi mereka dengan kelompok sosial lain, seperti pedagang, wiraswasta, dan pengrajin. Dalam masyarakat Jawa pada masa itu, golongan priyayi baru adalah kelompok kecil yang terisolasi dalam tatanan sosial yang ketat.