Mohon tunggu...
Muharika Adi Wiraputra
Muharika Adi Wiraputra Mohon Tunggu... Lainnya - Penggiat Sejarah

memayu hayuning bawana

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Dari Swasembada Hingga Jadi Pengimpor Beras, Tantangan Ketahanan Pangan Indonesia

15 Januari 2025   18:26 Diperbarui: 15 Januari 2025   19:26 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto persawahan di Bali (sumber: Line Knipst/Pexels)

Pada masa Pak Harto, upaya peningkatan produksi beras dilakukan secara terstruktur dan masif. Pabrik pupuk dibangun, seperti Petro Kimia Gresik di Gresik, Pupuk Sriwijaya di Palembang, dan Asean Aceh Fertilizer di Aceh. Salah satu produknya yang cukup terkenal adalah Varietas Unggul Tahan Wereng (VUTW). Selain itu, berbagai bentuk kerjasama antar lembaga juga dilakukan untuk menyediakan sarana dan prasarana pendukung pertanian, seperti irigasi dan pembangunan pabrik pupuk. 

Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) menjadikan swasembada pangan sebagai fokus tersendiri. Di dalam Pelita I, pertanian dan irigasi dimasukkan sebagai satu bab tersendiri dalam rincian rencana bidang-bidang. Koperasi hingga institusi penelitian seperti BPTP juga berkembang untuk menghasilkan inovasi dalam pengembangan pertanian. Melalui program Bimbingan Massal (BIMAS) dan Kredit Usaha Tani (KUT), petani diberi akses terhadap benih unggul, pupuk bersubsidi, dan pendampingan teknis.

Selain itu, pemerintah membangun jaringan irigasi yang luas dan menyediakan alat-alat pertanian lewat Koperasi Unit Desa (KUD). Bulog juga berperan penting dalam menjaga stabilitas harga dengan membeli hasil panen petani dengan harga yang layak, sehingga petani tidak dirugikan oleh tengkulak. Kata para petani Jaman Pak harto pertanian terasa jadi prioritas dan rasa nasionalisme saat itu sangat terasa.

Jika melihat saat ini sawah-sawah produktif di Jawa, malah menjadi perumahan, pabrik, hingga jalan Tol. Lahan pertanian tergerus tetapi jumlah populasi bertambah, ini harus di perhatikan karena akan sulit menggenjot produksi tetapi lahannya sempit. Apalagi sekarang masyarakat Indonesia sudah kadung menjadikan nasi menjadi sumber kabohidrat utama. "Kalau belum makan nasi, namanya belum makan".

Kondisi ini relevan dengan situasi saat ini, di mana pemerintah perlu kembali menegaskan perannya dalam melindungi petani. Langkah yang bisa diambil meliputi pengetatan pengawasan distribusi pupuk dan pemberantasan mafia beras melalui penegakan hukum yang tegas. Selain itu, sistem distribusi hasil panen harus dikelola dengan transparan, misalnya melalui digitalisasi data dan platform yang mempertemukan petani langsung dengan pembeli. 

Jika mafia tidak di berantas ditakutkan program swasembada pangan yang digulirkan Pemerintah saat ini akan gagal total. Mengingat sekarang pupuk berkualitas harus diimpor dan harganya mahal, apalagi ditambahi pupuk bersubsidi rawan bocor ke perkebunan kelapa sawit. Proyek food estate yang gencar dilakukan hingga merusak hutan di luar Jawa bila tidak ada kajian mendalam, dalam melihat kesuburan tanah hingga tenaga yang ahli di bidangnya akan sia-sia juga. Malah buang-buang anggaran.

Namun, ada satu tantangan besar lagi yang harus segera diatasi lagi yakni: bagaimana menarik minat generasi muda untuk kembali ke sektor pertanian? 

Di tengah maraknya urbanisasi dan modernisasi, banyak anak muda yang menganggap pertanian sebagai pekerjaan kurang bergengsi. Selain itu, masalah akses lahan dan keterbatasan pengetahuan pertanian menjadi hambatan utama.

Banyak anak muda termasuk saya sendiri, jika disuruh bertani pasti menghadapi kesulitan seperti keterbatasan akses lahan, waktu, serta stigma negatif yang melekat pada profesi petani. Profesi ini sering dianggap berat, melelahkan, dan penuh risiko, terutama bila terjadi gagal panen. Kondisi ini diperparah dengan rendahnya apresiasi terhadap hasil kerja petani, yang membuat generasi muda semakin enggan terjun ke dunia pertanian.

Oleh karena itu, ini hanya opini untuk pemerintah agar merumuskan kebijakan yang mampu menjawab permasalahan ini:

  • Stabilisasi Harga, Pemerintah memastikan stabilitas harga beras dengan menyubsidi petani dan memperkuat Bulog sebagai lembaga pengendali stok.
  • mengembangkan program agripreneurship, yakni menjadikan pertanian sebagai bisnis modern yang berbasis teknologi. Misalnya, memperkenalkan sistem pertanian cerdas (smart farming) yang memanfaatkan Internet of Things (IoT) dan kecerdasan buatan (AI) untuk memantau pertumbuhan tanaman. 
  • Reformasi Agraria, Mempermudah akses kepemilikan lahan bagi petani muda melalui program redistribusi lahan.
  • menyediakan program pelatihan dan magang pertanian bagi generasi muda, sehingga mereka memiliki keterampilan dan pengetahuan yang memadai. pemerintah dapat membentuk koperasi atau skema kemitraan untuk memberikan akses lahan bagi anak muda yang ingin bertani tetapi tidak memiliki modal atau tanah.
  • Diversifikasi Pangan, Menggalakkan konsumsi pangan lokal seperti singkong, jagung, dan sagu untuk mengurangi ketergantungan pada beras.

Besar harapannya sektor pertanian dapat kembali menarik minat generasi muda sekaligus menjadi pilar ketahanan pangan bangsa. Dengan tekad dan kebijakan yang tepat, Indonesia memiliki peluang besar untuk kembali menjadi contoh dalam hal ketahanan pangan, seperti yang pernah dicapai pada era Pak Harto. Tidak ada kata terlambat untuk bangkit dan belajar dari sejarah demi masa depan yang lebih baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun