Mohon tunggu...
Muharika Adi Wiraputra
Muharika Adi Wiraputra Mohon Tunggu... Lainnya - Rakyat Jejaka

Rakyat Jejaka

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"POLISI" Jadilah Bhayangkara Sejati!

27 Desember 2024   07:00 Diperbarui: 27 Desember 2024   12:37 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pasukan Bhayangkara Majapahit: Dari Penjaga Takhta Hingga Renungan Masa Kini

Pada masa kejayaan Majapahit, nama pasukan Bhayangkara begitu harum. Nama Bhayangkara berasal dari bahasa Sansekerta, yang mengandung arti penjaga, pengawal, pengaman, dan pelindung keselamatan negara dan bangsa. Mereka (Bhayangkara) adalah pasukan elite yang dipilih langsung oleh raja untuk menjaga keselamatan raja, keluarganya, dan kerajaan dari ancaman luar maupun dalam. Dipimpin oleh sosok legendaris Gajah Mada, Bhayangkara bukan sekadar pasukan biasa. Mereka simbol dedikasi, keberanian, dan loyalitas tanpa batas.

Keistimewaan Pasukan Bhayangkara
Pasukan Bhayangkara dikenal karena disiplin yang luar biasa dan keahlian bertarung yang tak tertandingi. Tidak hanya ahli dalam perang, mereka juga terlatih dalam intelijen dan strategi. Bhayangkara bertugas melindungi negara dengan mengorbankan kepentingan pribadi. Bhayangkara dikenal dengan reputasi gemilang. Mereka berhasil mengungkap kasus-kasus makar hingga ke akarnya, melindungi Jayanegara dari pemberontakan Ra Kuti, serta mendukung Gajah Mada yang berasal dari kesatuan Bhayangkara dalam pencapaiannya mempersatukan Nusantara. Dalam Sumpah Palapa yang diikrarkan Gajah Mada, semangat Bhayangkara terlihat jelas: kesetiaan total kepada tanah air dan tujuan yang lebih besar dari dirinya sendiri.

Inspirasi Nama Bhayangkara bagi Polisi
Nama Bhayangkara diadopsi oleh institusi Kepolisian Republik Indonesia sebagai simbol dari nilai luhur tersebut. Hubungan Polri dengan Pasukan Bhayangkara ini memiliki kaitan historis, terutama melalui pembentukan Catur Prasetya pada 1 Juli 1960, yang berawal dari amanat Presiden Soekarno saat perayaan Dies Natalis PTIK ke-10 pada 17 Juni 1956. Semangat pasukan Bhayangkara diadopsi oleh Kepolisian Republik Indonesia sebagai dasar dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya, yang tercermin dalam Tri Brata sebagai pedoman hidup dan Catur Prasetya sebagai pedoman kerja Polri.

Polisi diharapkan menjadi penjaga masyarakat, pelindung hukum, dan perisai keadilan, mirip dengan peran pasukan Bhayangkara di Majapahit. Namun, perjalanan menuju cita-cita luhur ini nampak tidak selalu mulus.

Citra Polisi di Mata Masyarakat Saat Ini
Tugas yang diemban Kepolisian memang sangat sulit nan berat. Namun, sayangnya, saat ini, citra Polisi di Indonesia yang menjadi Bhayangkara Negara malah menurun di mata masyarakat. Citra buruk nampak ketika melihat polisi yang terkena musibah, seperti saat mobil polisi mengalami kecelakaan, banyak masyarakat yang nyukurin atau terlihat senang melihatnya. 

Citra ini turun karena banyak masyarakat yang kehilangan kepercayaan karena ulah sejumlah oknum Polisi yang melanggar nilai-nilai dasar kepolisian. Kasus-kasus seperti penyalahgunaan kekuasaan, korupsi, hingga tindak kekerasan terhadap rakyat membuat institusi ini tampak jauh dari nilai Bhayangkara sejati.

Ironisnya, profesi Polisi yang masih menjadi impian banyak anak-anak di Indonesia. Saat proses masuk ke Kepolisian pun sering kali tercoreng oleh praktik kotor seperti suap atau nepotisme. Beberapa bahkan bergabung bukan untuk melayani masyarakat, melainkan demi ambisi pribadi seperti status sosial atau gengsi semata.

Mengapa Citra Bhayangkara Merosot?
Seiring waktu, semangat luhur Bhayangkara terkikis oleh perilaku oknum yang lebih mementingkan keuntungan pribadi daripada pelayanan publik. Contohnya Polisi ‘nakal’ yang meminta uang saat di jalan dan stigma “mudah di suap” Ketika ada pelanggaran. Tindakan buruk dari segelintir orang ini mencemari institusi secara keseluruhan, membawa dampak negatif bahkan bagi polisi yang bekerja dengan jujur dan niat yang baik.

Contoh terbaru seperti penembakan siswa SMK di Semarang, Jawa Tengah, atau Pemerasan terhadap warga negara Malaysia di Konser musik semakin memperparah citra Polisi tidak hanya di dalam namun sudah sampai keluar negeri. Lebih jauh lagi ya seperti kasus Sambo, Polisi malah menjadi dekengan dari kasus besar yang merugikan masyarakat dan negara, transparansi mengenai cctv yang mati dalam setiap kasus, Polisi baru bergerak ketika ada uangnya atau kasus viral di Masyarakat dan masih banyak lagi. Peristiwa-peristiwa semacam ini menimbulkan pertanyaan besar: di mana semangat sejati Bhayangkara? Mengapa nilai-nilai luhur Bhayangkara sejati hilang? Mengapa hukum dilanggar oleh mereka yang seharusnya menegakkannya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun