Mohon tunggu...
Muharika Adi Wiraputra
Muharika Adi Wiraputra Mohon Tunggu... Lainnya - Rakyat Jejaka

Rakyat Jejaka

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Rokok: Dari Kehangatan Tradisional hingga Ancaman Kesehatan

26 Desember 2024   06:00 Diperbarui: 26 Desember 2024   05:18 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejarah rokok adalah perjalanan panjang yang merefleksikan dinamika budaya, sosial, dan kesehatan masyarakat. Awalnya, rokok hadir sebagai jawaban atas kebutuhan manusia akan kehangatan, terutama di daerah bersuhu dingin. Daun tembakau yang dibakar tidak hanya menghangatkan tubuh, tetapi juga memberikan efek relaksasi yang dianggap sebagai bentuk kenyamanan sederhana.

Ketika dunia menemukan potensi ekonomi tembakau, segalanya berubah. Abad ke-15 menjadi saksi ketika bangsa Eropa membawa tembakau dari Amerika ke berbagai belahan dunia. Di Indonesia, inovasi kretek, campuran tembakau dan cengkih. Suara "kretek-kretek" saat dibakar menjadi ciri unik dan menjadi ciri khas yang tidak hanya menambah rasa, tetapi juga membangun identitas budaya. Di warung kopi, pinggir jalan, hingga acara adat, rokok sering menjadi teman bicara, menjembatani interaksi sosial, dan bagian dari ritual budaya. Rokok tak lagi sekadar alat penghangat tubuh; ia menjelma menjadi simbol status, gaya hidup, dan bahkan alat pemersatu dalam interaksi sosial.

Namun, kemewahan budaya ini menyembunyikan sisi gelap yang lambat laun terkuak. Nikotin, komponen yang terkandung dalam pembuatan rokok saat ini, menciptakan candu yang sulit dilepaskan.

Ketika ilmu pengetahuan berkembang, fakta-fakta tentang bahaya rokok mulai muncul. Dari kanker paru-paru hingga penyakit jantung, dampak buruk rokok kini tak lagi bisa diabaikan.

Sudut Pandang Non-Perokok

Bagi non-perokok, rokok bukan sekadar pilihan pribadi orang lain. Asap rokok yang mengepul di ruang publik menjadi ancaman yang nyata. Fenomena secondhand smoke membuktikan bahwa mereka yang tidak merokok pun bisa terkena risiko kesehatan yang sama berbahayanya. Ironisnya, hak non-perokok atas udara bersih sering terabaikan, terutama di negara seperti Indonesia, di mana merokok masih dianggap lumrah di berbagai ruang publik. Anak-anak dan remaja yang tumbuh di lingkungan yang akrab dengan rokok menghadapi risiko yang lebih besar. Mereka cenderung melihat rokok sebagai hal biasa, bahkan bagian dari kedewasaan. Sehingga mereka rentan untuk ikut-ikutan.

Perspektif Negara: Antara Manfaat Ekonomi dan Tantangan Sosial

Dari sudut pandang negara, rokok adalah sebuah paradoks. Di satu sisi, industri tembakau ini menyumbang pendapatan besar melalui cukai, menopang anggaran negara yang digunakan untuk pembangunan. Namun, di sisi lain, biaya yang harus ditanggung akibat dampak kesehatan dari konsumsi rokok, seperti pengobatan kanker paru-paru, penyakit jantung dan penyakit kronis lainnya efek dari asap rokok, membebani anggaran kesehatan negara dan jauh melampaui manfaat ekonomi yang diperoleh.

Kebijakan pengendalian rokok, seperti kenaikan cukai, larangan iklan, dan kampanye kesadaran, telah dijalankan. Tetapi tantangannya tetap besar, terutama dalam melindungi anak-anak dan remaja dari jeratan rokok. Edukasi menjadi senjata utama, tidak hanya di sekolah, tetapi juga di rumah, tempat karakter dan kebiasaan anak dibentuk.

Sebuah Renungan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun