Di balik kisah Christmas Truce 1914, ada relevansi mendalam dengan dunia saat ini. Ketika para prajurit di medan perang menunjukkan bahwa mereka bisa melupakan permusuhan dan memilih perdamaian, kita diingatkan bahwa konflik sering kali bukanlah keinginan rakyat, melainkan hasil ambisi para pemimpin yang mengejar kekuasaan, sumber daya, atau pengaruh politik.
Perang---baik dulu maupun sekarang---sering kali diputuskan jauh dari medan perang itu sendiri, di ruang rapat yang steril dari rasa takut dan kehilangan. Mereka yang memutuskan perang jarang merasakan dampaknya secara langsung. Para pemimpin hanya melihat statistik, bukan wajah-wajah kehilangan; mereka menghitung kemenangan, bukan trauma yang tersisa pada jiwa mereka yang berjuang di lapangan.
Di zaman modern, konflik tetap terjadi, dari perang antarnegara hingga perang saudara. Namun, pesan dari Christmas Truce tetap relevan: di dasar hati manusia, kita tidak menginginkan perang. Rakyat di kedua sisi sering kali menginginkan hal yang sama, yaitu hidup damai, membesarkan keluarga, dan menjalani hidup dengan tenang. Tetapi, kepentingan pribadi atau kelompok sering kali menjadi alasan di balik api peperangan yang tak pernah padam.
Momen Natal 1914 mengingatkan kita bahwa kemanusiaan tetap menjadi inti dari segala perbedaan. Dalam dunia yang penuh konflik ini, kita perlu bertanya: Apakah kita, sebagai masyarakat global, akan terus membiarkan segelintir orang memutuskan nasib jutaan jiwa? Ataukah kita mampu membangun dunia di mana perdamaian menjadi suara mayoritas yang tidak bisa diabaikan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H