Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% di tahun 2025 sedang jadi bahan pembicaraan hangat. Banyak orang bertanya-tanya: kenapa sih PPN harus naik? Apakah benar kebijakan ini bisa membantu ekonomi negara, atau malah bikin masyarakat makin tercekik? mari, kita bahas dari sejarahnya, dampaknya, sampai apa yang bisa kita lakukan.
Sejarah PPN di Indonesia & Mengapa PPN naik
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pertama kali diterapkan di Indonesia pada tahun 1983, menggantikan Pajak Penjualan (PPn) yang berlaku sejak 1951. Saat itu, tarif PPN ditetapkan sebesar 10% dan bertahan selama beberapa dekade. Pada April 2022, pemerintah menaikkan tarif PPN menjadi 11% sebagai bagian dari upaya reformasi perpajakan. Rencananya, tarif ini akan dinaikkan lagi menjadi 12% pada tahun 2025. Ketentuan ini diatur dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), khususnya pada pasal 7 ayat 1. Tujuannya? Menambah pemasukan negara buat membiayai proyek besar seperti pembangunan infrastruktur, serta layanan pendidikan dan kesehatan.
Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% yang direncanakan pemerintah Indonesia untuk tahun 2025 memiliki beberapa urgensi yang mendasarinya. Berikut adalah beberapa alasan utama di balik kebijakan tersebut:
- Meningkatkan Pendapatan Negara: Pemerintah berupaya meningkatkan pendapatan negara untuk membiayai berbagai program pembangunan dan layanan publik. Kenaikan tarif PPN diharapkan dapat menambah penerimaan pajak yang signifikan.
- Menutupi Defisit Anggaran: Utang negara makin besar setelah pandemi. Pandemi COVID-19 telah memperburuk kondisi keuangan negara, menyebabkan pendapatan negara menjadi tidak stabil. Kenaikan PPN dianggap sebagai salah satu solusi untuk menutupi defisit anggaran yang terjadi.
- Pembiayaan Program Pemerintah: Beberapa ekonom menduga bahwa pemerintah membutuhkan tambahan penerimaan pajak untuk membiayai program-program pemerintah baru. Kenaikan PPN menjadi salah satu cara untuk mencapai tujuan tersebut.
Tapi banyak yang khawatir bahwa kenaikan PPN hanya solusi instan yang tidak menyelesaikan masalah akar, seperti korupsi atau pengelolaan anggaran yang buruk.
Berikut adalah barang dan jasa yang terkena kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%, berdasarkan peraturan perpajakan di Indonesia:
1. Barang yang Terkena PPN:
- Barang Konsumsi:
Semua barang konsumsi yang tidak termasuk dalam daftar barang bebas pajak, seperti pakaian, alat elektronik, dan perabot rumah tangga. - Makanan dan Minuman:
Makanan dan minuman di restoran atau kafe, kecuali yang memenuhi syarat sebagai barang kebutuhan pokok. - Produk Digital:
Langganan streaming, pembelian aplikasi, game online, dan layanan berbasis cloud.
2. Jasa yang Terkena PPN:
- Jasa Transportasi:
Jasa transportasi non-publik tertentu (seperti sewa kendaraan pribadi). - Jasa Kesehatan dan Pendidikan Komersial:
Layanan kesehatan di klinik atau rumah sakit swasta yang tidak termasuk layanan dasar, serta kursus atau pendidikan tambahan di lembaga swasta. - Jasa Hiburan dan Rekreasi:
Tiket masuk ke bioskop, taman hiburan, atau tempat rekreasi lainnya. - Jasa Properti dan Sewa:
Jasa konstruksi non-subsidi dan sewa properti komersial.
3. Barang dan Jasa yang Tidak Terkena PPN atau Dikecualikan:
- Kebutuhan Pokok:
Beras, gula, garam, daging, dan barang pokok lainnya tetap dikecualikan. - Jasa Pendidikan Dasar:
Pendidikan formal seperti SD, SMP, SMA, dan perguruan tinggi. - Jasa Kesehatan Dasar:
Layanan kesehatan di fasilitas publik seperti puskesmas atau rumah sakit pemerintah. - Barang Bersubsidi:
BBM bersubsidi, LPG 3 kg, dan barang bersubsidi lainnya.
Dampak Kenaikan PPN
Kenaikan tarif PPN memiliki dampak yang kompleks terhadap perekonomian. Kenaikan tarif PPN menjadi 12% akan memengaruhi sebagian besar barang dan jasa yang saat ini sudah terkena pajak. Hal ini akan berdampak langsung pada harga akhir yang dibayarkan konsumen. Di satu sisi, peningkatan tarif ini dapat meningkatkan penerimaan negara, yang kemudian dapat digunakan untuk membiayai berbagai program pembangunan dan layanan publik. Namun, di sisi lain, kenaikan PPN dapat menyebabkan peningkatan harga barang dan jasa, yang berpotensi menurunkan daya beli masyarakat. Penurunan konsumsi ini dapat berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi.
- Harga Naik, Daya Beli Turun
PPN itu pajak yang langsung kena ke barang dan jasa. Kalau tarifnya naik, otomatis harga barang ikut naik. Buat masyarakat, terutama yang penghasilannya pas-pasan, kenaikan ini bikin mereka makin sulit beli kebutuhan sehari-hari. Barang kebutuhan pokok mungkin dikecualikan, tapi barang lain kayak baju, alat elektronik, hingga layanan hiburan pasti ikut mahal. - Kelas Menengah Tertekan
PPN itu pajak yang langsung kena ke barang dan jasa. Kalau tarif naik, harga barang otomatis ikut mahal. Akibatnya, masyarakat dengan penghasilan pas-pasan makin sulit memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kelas menengah juga ikut tertekan, karena Kelompok ini tidak selalu mendapat bantuan pemerintah seperti kalangan miskin, namun tetap harus menanggung kenaikan harga barang dan pajak. Ketidakmampuan Menabung atau Berinvestasi: Peningkatan biaya hidup membuat mereka sulit untuk menyisihkan uang, sehingga rentan terhadap krisis ekonomi. Kekhawatiran bahwa kenaikan PPN dapat memperburuk keadaan kelas menengah, yang mungkin akan merasakan beban tambahan akibat peningkatan tarif pajak ini. Pemerintah perlu mempertimbangkan dengan cermat dampak dari kenaikan PPN ini, termasuk menghitung dampaknya bagi inflasi dan daya beli masyarakat, agar kebijakan yang diambil tidak menimbulkan beban berlebihan bagi rakyat. - Pedagang Kecil Terhimpit
UMKM dan pedagang kecil biasanya tidak bisa sembarangan naikin harga karena takut kehilangan pelanggan. Kalau daya beli masyarakat turun, pendapatan mereka pasti ikut merosot. Ini bisa bikin ekonomi kecil semakin lesu. Apalagi Pedagang yang sebelumnya tidak terlalu memahami pajak akan dipaksa untuk mengelola sistem penjualan dan pelaporan pajak dengan lebih kompleks. - Perputaran Uang Melambat
Ketika daya beli turun, perputaran uang di pasar juga melambat. Akibatnya, roda ekonomi nasional jadi lebih lamban, yang malah bikin penerimaan pajak pemerintah berkurang dalam jangka panjang. - Prioritas Pengeluaran Berubah: Orang akan lebih memilih menunda pembelian barang sekunder atau tersier (seperti elektronik atau pakaian), sehingga roda ekonomi di sektor tertentu bisa melambat.
Apa Kenaikan PPN Pasti Solutif?
Belum tentu. Pengalaman negara lain menunjukkan bahwa kenaikan PPN bisa punya dua sisi. Di satu sisi, kebijakan ini bisa meningkatkan penerimaan negara, yang penting buat pembangunan. Tapi di sisi lain, kalau tidak dikelola dengan baik, malah bisa memperburuk kesenjangan ekonomi. Pengalaman dari negara lain: Beberapa negara telah menerapkan kenaikan PPN sebagai upaya untuk meningkatkan pendapatan negara. Namun, dampaknya bervariasi tergantung pada kondisi ekonomi masing-masing negara. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa peningkatan tarif PPN dapat menyebabkan penurunan pertumbuhan konsumsi rumah tangga dalam jangka pendek. Namun, dengan pengelolaan yang tepat, peningkatan penerimaan dari PPN dapat digunakan untuk investasi publik yang mendorong pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang.
Banyak negara di dunia memanfaatkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebagai salah satu sumber utama penerimaan negara. Tarif PPN yang diterapkan pun beragam, disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi ekonomi masing-masing negara. Berikut beberapa contoh penerapan PPN di berbagai negara, lengkap dengan hasil yang dicapai:
- Jerman (PPN 19%)
Jerman memberlakukan PPN sebesar 19%, yang dimanfaatkan secara efektif untuk pemulihan ekonomi pasca-krisis. Kebijakan ini membantu mendorong stabilitas ekonomi negara, terutama dengan pengelolaan keuangan negara yang transparan dan terencana. - Singapura (PPN 8%)
Meski tarif PPN Singapura relatif rendah dibandingkan negara maju lainnya, efisiensi dalam pengelolaan pendapatan negara membuat kebijakan ini tetap berhasil. Pemerataan pembangunan dan pelayanan publik menjadi prioritas utama, sehingga masyarakat tetap mendukung kebijakan ini. - Norwegia (PPN 25%)
Norwegia memiliki salah satu tarif PPN tertinggi di dunia, yaitu 25%. Namun, tingginya pajak ini diimbangi dengan subsidi besar untuk kebutuhan pokok, pendidikan, dan kesehatan. Kebijakan ini memastikan bahwa kesejahteraan masyarakat tetap terjaga meskipun mereka membayar pajak yang tinggi. - Jepang (PPN 10%)
Jepang sukses meningkatkan tarif PPN menjadi 10% tanpa menurunkan daya beli masyarakat. Rahasianya terletak pada pemberian subsidi langsung untuk kebutuhan pokok dan pengelolaan ekonomi yang stabil, sehingga masyarakat tetap memiliki kepercayaan terhadap kebijakan pemerintah. - Yunani (PPN 24%)
Sebaliknya, Yunani menjadi contoh negara yang gagal memanfaatkan kebijakan kenaikan PPN. Tarif PPN yang dinaikkan hingga 24% selama krisis ekonomi justru memperparah situasi karena tidak diimbangi dengan pengelolaan yang baik. Korupsi dan kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah membuat kebijakan ini tidak efektif dan bahkan memperburuk keadaan ekonomi negara.
Dari berbagai pengalaman tersebut, dapat dilihat bahwa keberhasilan kebijakan kenaikan PPN sangat bergantung pada transparansi pemerintah, alokasi pendapatan pajak yang efektif, dan langkah-langkah perlindungan bagi masyarakat, terutama kelompok berpenghasilan rendah. Negara yang mampu memenuhi ketiga hal tersebut cenderung berhasil menjaga stabilitas ekonomi dan kesejahteraan rakyat meskipun tarif pajak dinaikkan.
Apa Solusinya?
- Tingkatkan Kepatuhan Pajak: Fokus pada penegakan hukum dan mendorong wajib pajak besar untuk membayar sesuai kewajibannya. Dengan demikian, beban pajak tidak perlu dinaikkan terlalu tinggi. Banyak orang kaya atau perusahaan besar yang masih "main belakang" soal pajak. Kalau mereka bayar dengan benar, negara tidak perlu buru-buru menaikkan tarif PPN.
- Diversifikasi Sumber Pendapatan: Jangan cuma andalkan pajak, optimalkan sektor lain seperti pajak penghasilan, cukai, atau royalti sumber daya alam. Memanfaatkan sektor digital dengan memberlakukan pajak yang adil pada perusahaan berbasis teknologi besarpajak digital atau pengelolaan sumber daya alam.
- Efisiensi Anggaran: Sebelum minta rakyat bayar lebih, pemerintah harus pastikan dana yang ada benar-benar digunakan untuk hal yang produktif, bukan bocor di jalan. Memastikan anggaran negara digunakan secara efisien dan bebas dari korupsi, sehingga pengeluaran negara bisa ditekan tanpa membebani masyarakat.
- Subsidikan Barang Pokok: Kalau PPN tetap naik, pemerintah wajib kasih perlindungan buat masyarakat kecil dengan subsidi untuk barang-barang kebutuhan sehari-hari.
Apa yang Bisa Kita Lakukan?
Sikap Masyarakat terhadap Kenaikan PPN
Masyarakat perlu memahami tujuan di balik kebijakan ini dan menyesuaikan pola konsumsi dengan lebih bijak. Mengelola anggaran rumah tangga dengan efisien dan memprioritaskan kebutuhan pokok dapat membantu mengatasi dampak kenaikan harga.
Solusi untuk Masyarakat
Pemerintah telah menyiapkan paket stimulus ekonomi untuk meredam efek kenaikan tarif PPN, termasuk bantuan beras, diskon listrik, dan insentif bagi UMKM. Masyarakat diharapkan memanfaatkan bantuan ini dan tetap proaktif dalam mencari informasi serta beradaptasi dengan perubahan yang ada. Dengan pemahaman dan sikap proaktif, diharapkan masyarakat, terutama generasi muda, dapat menghadapi dampak kenaikan PPN dengan lebih siap dan bijaksana.
- Bijak Mengelola Keuangan:
Fokus pada kebutuhan utama, kurangi pengeluaran yang nggak penting, dan cari cara buat menambah penghasilan. - Pantau dan Kritisi:
Anak muda punya kekuatan besar. Gunakan media sosial untuk menyuarakan aspirasi atau beri kritik yang membangun. - Dorong Transparansi:
Jangan cuma pasrah. Dorong pemerintah untuk lebih transparan soal penggunaan uang pajak agar rakyat tahu uang mereka dipakai untuk apa.
Solusi Jangka Panjang:
- Investasi:
Jika memungkinkan, mulai berinvestasi di instrumen yang tahan inflasi, seperti emas atau reksadana pasar uang, untuk melindungi nilai uang Anda. - Edukasi Keuangan:
Pelajari lebih banyak tentang manajemen keuangan, pajak, dan investasi agar Anda dapat beradaptasi dengan kebijakan ekonomi.
Bagi Pelaku Usaha:
- Efisiensi Biaya Operasional:
Cari cara untuk mengurangi biaya produksi tanpa mengurangi kualitas barang atau jasa. Misalnya, gunakan bahan baku lokal atau hemat energi. - Sesuaikan Harga Secara Bertahap:
Jika kenaikan harga tak terhindarkan, lakukan secara bertahap agar pelanggan tidak terlalu kaget. - Manfaatkan Teknologi Digital:
Gunakan platform digital untuk menjangkau lebih banyak pelanggan dengan biaya pemasaran yang lebih rendah. - Perhatikan Segmentasi Pasar:
Fokus pada kebutuhan pasar yang lebih relevan. Produk atau jasa yang lebih terjangkau cenderung tetap diminati saat daya beli turun.
Peran Pemuda dalam Menyikapi Kenaikan PPN
Pemuda dapat berperan aktif dengan:
- Meningkatkan Literasi Keuangan: Memahami pengelolaan keuangan pribadi untuk menghadapi perubahan ekonomi. Pemuda bisa menjadi agen informasi, menyampaikan edukasi kepada masyarakat tentang dampak kenaikan PPN serta cara menyikapinya.
- Berinovasi dalam Kewirausahaan: Menciptakan peluang usaha yang adaptif terhadap perubahan kebijakan ekonomi. Pemuda yang kreatif dapat menciptakan produk atau jasa yang lebih hemat biaya untuk membantu masyarakat tetap memenuhi kebutuhannya dengan harga terjangkau.
- Berpartisipasi dalam Diskusi Publik: Menyuarakan pendapat dan solusi konstruktif terkait kebijakan pemerintah. Â Terlibat dalam diskusi publik, seminar, atau forum untuk
Kenaikan PPN ini ibarat pedang bermata dua. Di satu sisi, pemerintah butuh dana tambahan untuk pembangunan dan stabilitas ekonomi. Tapi di sisi lain, kebijakan ini bisa menekan daya beli masyarakat, terutama kelas menengah dan bawah. Pemerintah harus memastikan kebijakan ini diimbangi dengan subsidi, efisiensi anggaran, dan transparansi. Kalau nggak, dampaknya bisa lebih banyak negatifnya daripada positifnya. Oleh karena itu, meskipun kenaikan PPN dimaksudkan untuk meningkatkan penerimaan negara, pemerintah perlu mempertimbangkan dampak negatifnya terhadap daya beli masyarakat dan perekonomian secara keseluruhan. Keseimbangan antara kebutuhan meningkatkan penerimaan negara dan menjaga daya beli masyarakat harus diperhatikan agar tujuan pembangunan dapat tercapai tanpa menimbulkan beban berlebihan bagi masyarakat.
Referensi :
Agnes Theodora. "Dampak Kenaikan Tarif PPN ke Penerimaan Negara Belum Tentu Optimal." Kompas.id.
"Asal Mula PPN dan Perkembangannya di Indonesia." PPAK.co.id.
"Dampak Kenaikan PPN 12% Bagi Pelaku UMKM." Legalitas.org.
Imamatul Silfia. "PPN 12 Persen, Paket Stimulus dan Dampak Terhadap Ekonomi." Antara News.
"PPN Naik Jadi 12% Mulai 2025, Apa Dampaknya pada Daya Beli Masyarakat?" BBC Indonesia.
Sood, Suemedha. "FAQs about the VAT." BBC.com, 2011. BBC.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H