Stoicism ini adalah sebuah aliran filsafat yang berasal dari Yunani kuno. Para pengikut Stoik percaya bahwa kebahagiaan berasal dari pengendalian atas emosi dan reaksi terhadap situasi eksternal, serta mengutamakan kebajikan, kebijaksanaan, dan keterimaan atas takdir. Mereka juga mengajarkan pentingnya hidup sesuai dengan alam, menjaga ketenangan batin, dan berkontribusi secara positif pada masyarakat.
Dalam Stoicism, diam memiliki peran penting sebagai kekuatan karena mengajarkan pengendalian atas reaksi emosional terhadap situasi eksternal atau emosi yang negatif. Para Stoik percaya bahwa dengan menjaga ketenangan batin dan tidak terpengaruh oleh hal-hal di luar kendali mereka, mereka dapat mencapai kebijaksanaan dan kebahagiaan yang lebih besar. Diam juga dapat menjadi ekspresi dari penerimaan terhadap takdir dan kebijaksanaan dalam menanggapi tantangan hidup.
Dalam konteks Stoicism, ketika seseorang memilih untuk diam dalam situasi tertentu, itu bisa dianggap sebagai ekspresi dari kekuatan. Diam dalam hal ini bukanlah tentang ketidakpedulian atau ketiadaan tindakan, tetapi lebih merupakan keputusan sadar untuk menjaga ketenangan batin dan menahan diri dari reaksi emosional yang tidak produktif.
Dengan memilih untuk diam, seseorang dapat menghindari konflik yang tidak perlu, menghindari memperburuk situasi dan mempertahankan kendali atas diri sendiri. Ini juga bisa menjadi bentuk penerimaan atas hal-hal yang tidak dapat diubah dan pengalaman ketenangan dalam menghadapinya.
Jadi, dalam Stoicism, diam bukanlah tanda kelemahan, tetapi sebaliknya, itu bisa menjadi manifestasi dari kekuatan internal seseorang dalam mengelola diri dan menghadapi dunia dengan kedamaian dan kebijaksanaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H