Mohon tunggu...
Muh Arif Fahreza
Muh Arif Fahreza Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Sebaik baik manusia, yang bermanfaaat bagi manusia lain

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Dolar AS memiliki ancaman baru?

14 Januari 2025   16:29 Diperbarui: 14 Januari 2025   18:03 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Amerika Serikat (AS) telah lama memposisikan dolar sebagai mata uang cadangan devisa global yang dominan. Posisi ini memberikan AS pengaruh besar terhadap perekonomian dunia, memungkinkan negara itu menikmati keuntungan luar biasa dalam perdagangan internasional, pembiayaan utang, dan stabilitas moneter. Namun, seiring dengan perkembangan ekonomi global, muncul tantangan baru yang berpotensi menggeser dominasi dolar, salah satunya adalah pertumbuhan keuangan syariah.

Keuangan syariah, yang didasarkan pada prinsip-prinsip Islam, telah menarik perhatian banyak negara dan lembaga keuangan internasional karena nilai-nilainya yang etis, stabil, dan berorientasi pada keberlanjutan. Pertumbuhan sektor ini menjadi ancaman potensial bagi status quo, termasuk terhadap dominasi dolar sebagai mata uang cadangan global. Opini ini akan membahas bagaimana AS mempertahankan dominasi dolarnya dalam menghadapi ancaman dari keuangan syariah dan mengapa pertumbuhan sistem keuangan ini bisa menjadi tantangan besar bagi tatanan keuangan global yang dikuasai AS.

1. Dolar Sebagai Mata Uang Cadangan Global
Dolar AS menjadi mata uang cadangan dunia setelah Perjanjian Bretton Woods tahun 1944. Sebagai hasil dari perjanjian ini, dolar menjadi mata uang utama untuk transaksi internasional, termasuk dalam perdagangan minyak, emas, dan komoditas lainnya. Dominasi dolar memberikan AS sejumlah keuntungan strategis, seperti Seigniorage, AS dapat mencetak uang untuk membiayai defisitnya karena permintaan global terhadap dolar yang tinggi. Selanjutnya kekuatan ekonomi, dengan dolar sebagai standar global, AS memiliki kemampuan untuk mengontrol likuiditas internasional. AS juga menggunakan sanksi ekonomi sebagai alat politik, misalnya dengan memberlakukan sanksi ekonomi terhadap negara-negara yang tidak sejalan dengan kebijakan mereka.
Namun, dominasi dolar juga menghadapi kritik dan tantangan, terutama dari negara-negara yang merasa dirugikan oleh pengaruh AS yang berlebihan. Dalam konteks ini, keuangan syariah muncul sebagai alternatif yang menjanjikan bagi negara-negara yang ingin mengurangi ketergantungan pada sistem keuangan berbasis dolar.

2. Kebangkitan Keuangan Syariah: Ancaman Bagi Dominasi Dolar
Keuangan syariah telah berkembang pesat dalam beberapa dekade terakhir, dengan aset global yang diperkirakan mencapai lebih dari USD 4 triliun pada 2025. Sistem ini menawarkan pendekatan yang berbeda dari keuangan konvensional, terutama dalam hal prinsip dan tujuan, diantaranya:
Larangan riba, gharar, maysir, artinya keuangan syariah melarang praktik riba (bunga) dan transaksi spekulatif, yang sering kali menjadi penyebab utama krisis keuangan global.
Investasi Berbasis Aset Nyata, artinya sistem ini mendorong investasi pada sektor-sektor riil, seperti infrastruktur, energi, dan properti, yang memberikan dampak langsung pada ekonomi.
Keadilan Sosial dan Redistribusi Kekayaan, artinya instrumen seperti zakat dan wakaf dalam keuangan syariah dirancang untuk mengurangi kesenjangan ekonomi dan mendukung pembangunan berkelanjutan.
Dengan prinsip-prinsip tersebut, keuangan syariah telah menarik minat negara-negara mayoritas Muslim, seperti Arab Saudi, Malaysia, dan Indonesia, serta negara-negara non-Muslim seperti Inggris dan Jerman yang ingin memanfaatkan pasar keuangan ini. Keberhasilan sistem ini menjadi ancaman potensial bagi dominasi dolar karena menawarkan alternatif yang lebih adil, etis, dan stabil.

3. Ketakutan AS terhadap Keuangan Syariah
Ada beberapa alasan mengapa pertumbuhan keuangan syariah dapat menimbulkan kekhawatiran bagi AS.  Yang pertama diversifikasi Cadangan Devisa, negara-negara yang mengadopsi prinsip keuangan syariah cenderung mendiversifikasi cadangan devisanya dengan mengurangi ketergantungan pada dolar. Sebagai contoh, beberapa negara Timur Tengah mulai memperkuat cadangan emas dan mengadopsi mata uang lain, seperti euro atau yuan, untuk mengurangi risiko yang terkait dengan volatilitas dolar. Langkah ini berpotensi melemahkan permintaan global terhadap dolar. Yang kedua sistem Keuangan yang Lebih Stabil, keuangan syariah memiliki mekanisme yang dirancang untuk mengurangi risiko spekulasi dan krisis keuangan. Dengan demikian, negara-negara yang mengadopsi keuangan syariah dapat menciptakan sistem keuangan yang lebih tahan terhadap guncangan eksternal, termasuk manipulasi dolar. Yang ketiga Independensi Ekonomi, keuangan syariah mendorong kemandirian ekonomi melalui pembiayaan berbasis aset dan larangan utang berbunga. Hal ini memungkinkan negara-negara berkembang untuk mendanai proyek-proyek mereka tanpa bergantung pada pinjaman berbunga tinggi dari lembaga keuangan internasional yang sering didominasi oleh AS. Yang keempat alternatif untuk Sistem SWIFT, AS saat ini memiliki kendali besar atas sistem pembayaran global melalui SWIFT (Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunication). Namun, negara-negara yang mendukung keuangan syariah dapat mengembangkan sistem pembayaran alternatif yang tidak bergantung pada dolar atau SWIFT, seperti yang telah dilakukan oleh beberapa negara dengan meluncurkan sistem pembayaran bilateral.

4. Strategi AS untuk Mempertahankan Dominasi Dolar
Menghadapi ancaman dari keuangan syariah dan sistem alternatif lainnya, AS telah menerapkan berbagai strategi untuk mempertahankan dominasi dolarnya seperti penguatan Hubungan dengan Sekutu, AS terus memperkuat hubungan ekonomi dan politik dengan negara-negara yang masih bergantung pada dolar, seperti negara-negara di Eropa dan Asia. Dukungan ini termasuk dalam bentuk bantuan ekonomi, kerjasama perdagangan, dan aliansi politik. Sanksi Ekonomi juga menjadi strategi dalam hal ini. AS menggunakan sanksi ekonomi untuk melemahkan negara-negara yang mencoba mengurangi ketergantungan mereka pada dolar. Misalnya, Iran dan Venezuela telah menjadi target utama sanksi AS karena upaya mereka untuk mengembangkan sistem ekonomi yang independen dari dolar. Selain itu, AS juga menggunakan Inovasi Keuangan untuk mempertahankan daya saing dolarnya, seperti pengembangan mata uang digital bank sentral (CBDC) yang dikenal sebagai dolar digital. Langkah ini bertujuan untuk memperkuat posisi dolar di era digital. AS juga memiliki pengaruh besar terhadap lembaga Keuangan Global AS tetap memegang kendali atas lembaga keuangan global seperti IMF dan Bank Dunia, yang sering kali mempromosikan penggunaan dolar dalam transaksi internasional dan program bantuan.

5. Keuangan Syariah sebagai Masa Depan Ekonomi Global
Meskipun AS berupaya mempertahankan dominasinya, keuangan syariah memiliki potensi untuk menjadi bagian penting dari sistem ekonomi global di masa depan. Beberapa alasan untuk optimisme ini meliputi:
Dukungan dari Negara-Negara Berkembang, banyak negara berkembang melihat keuangan syariah sebagai solusi untuk mengatasi utang luar negeri dan ketergantungan pada dolar.
Pertumbuhan Populasi Muslim, dengan populasi Muslim yang terus bertambah, permintaan akan produk keuangan syariah juga diproyeksikan meningkat.
Krisis Keuangan Global, ketidakstabilan sistem keuangan konvensional dapat mendorong lebih banyak negara untuk mengadopsi sistem keuangan alternatif, termasuk keuangan syariah.
Pertumbuhan keuangan syariah mencerminkan pergeseran paradigma dalam sistem keuangan global yang berpotensi mengancam dominasi dolar AS. Dengan prinsip-prinsip yang menekankan keadilan, keberlanjutan, dan transparansi, keuangan syariah menawarkan alternatif yang menarik bagi negara-negara yang ingin melepaskan diri dari ketergantungan pada dolar.

Namun, dominasi dolar yang telah tertanam kuat dalam sistem global tidak mudah digeser. AS terus menggunakan pengaruh politik, ekonomi, dan teknologinya untuk mempertahankan status quo. Kendati demikian, masa depan keuangan syariah yang cerah tetap menjadi kemungkinan nyata, terutama jika negara-negara Muslim dan pendukung sistem ini dapat bekerja sama untuk membangun kerangka keuangan yang kuat, inovatif, dan berkelanjutan.

Keuangan syariah bukan hanya tantangan bagi dominasi dolar, tetapi juga peluang untuk menciptakan sistem ekonomi global yang lebih adil, stabil, dan inklusif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun