Mohon tunggu...
Muh Arbain Mahmud
Muh Arbain Mahmud Mohon Tunggu... Penulis - Perimba Autis - Altruis, Pejalan Ekoteologi Nusantara : mendaras Ayat-Ayat Semesta

Perimba Autis - Altruis Pejalan Ekoteologi Nusantara : mendaras Ayat-Ayat Semesta

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Mangrove Kao: Kriya Ekoteologi Negeri 1000 Pulau

22 Agustus 2022   10:34 Diperbarui: 22 Agustus 2022   10:38 806
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 3. Suster Lidya Lenak Gudelia, pegiat Ecolearning Peace dan kelompok KBR binaan (Dokpri)

Menyimak paparan Dr. Ir. Apik Karyana, M.Sc. (Kepala Biro Perencanaan, Sekretariat Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan/LHK) dan Prof. Dr. Winarni Monoarfa, M.S. (Staf Ahli Bidang Energi, Kementerian LHK) pada Jum'at, 27 Agustus 2021, sejatinya 17 target TPB/SDGs tersebut dapat diimplementasikan dan diarusutamakan pada semua program pemerintah bidang LHK. Namun, tulisan ini tidak hendak membahas semua hal tersebut, selain kaitannya SDGs dengan salah satu kegiatan bidang LHK di Desa Kao. Menurut penulis, dibanding daerah atau lokasi lain di wilayah Malut, kegiatan bidang LHK khususnya terkait mangrove di Desa Kao relatif lebih banyak pertautannya dengan target SDGs.

Secara geografis, Desa Kao berhadapan dengan Teluk Kao dan masuk dalam kawasan Key Biodiversity Area (KBA) karena menjadi rumah bagi spesies langkah seperti Gosong Maluku (Mamoa/Eulipoa wallacei), penyu (tuturuga) dan 23 jenis burung. Dibantu parapihak terkait, Desa Kao berkembang sebagai Desa Wisata Mangrove, karena memiliki hutan mangrove yang luasnya mencapai 404 hektar[11]. Mangrove ini menjadi rumah bagi berbagai habitat liar di dalamnya, baik spesies burung maupun reptil. Mangrove begitu penting keberadaannya karena ikut mendukung kelangsungan hidup masyarakat Kao, seperti memburu kepiting, udang serta ikan yang hidup di dalam kawasan tersebut. Pemerintah Desa Kao pun telah menyusun Peraturan Desa Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pelestarian Lingkungan Hidup guna melindungi ekosistem mangrove dan kawasan pesisir desa tersebut. 

Gambar 1. Peta Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) Kao (Dokpri)
Gambar 1. Peta Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) Kao (Dokpri)

Selain sebagai Desa Wisata Mangrove, Kao telah ditetapkan menjadi Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) berdasar Surat Keputusan Bupati Halmahera Utara Nomor 078/102/HU/2020 Tahun 2020 tanggal 17 Maret 2020 dengan luas 300,92 Ha. Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA), KEE adalah kawasan bernilai ekosistem penting yang berada di luar KSA, KPA dan Taman Buru yang secara ekologis menunjang kelangsungan kehidupan melalui upaya konservasi keanekaragaman hayati untuk kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia yang ditetapkan sebagai kawasan yang dilindungi. KEE merupakan model pengelolaan kawasan yang menitikberatkan kepada fungsi perlindungan potensi kawasan yang ada di dalamnya, dengan melibatkan pengelolaan kolaboratif tanpa menghilangkan/merubah status pada kawasan tersebut. 

Parapihak yang terlibat dalam pengembangan KEE Kao ini adalah lembaga pemerintah, perguruan tinggi, swasta, organisasi non pemerintah dan tokoh masyarakat. Mereka terhimpun dalam Forum Kolaborasi Pengelolaan Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) Kao, Desa Kao, Kecamatan Kao, Kabupaten Halmahera Barat yang terbentuk berdasar Surat Keputusan Bupati Halmahera Utara Nomor 031/267/HU/2019 tanggal 25 September 2019. Sebelumnya, pada tanggal 16 Desember 2019, parapihak tersebut telah melakukan Konsultasi Publik Deliniasi Hasil dan Penyusunan Nota Kesepahaman Pengusulan KEE Kao.

Setelah penetapan KEE Kao tersebut, pada tanggal 12 April 2021 disusun Rencana Aksi KEE Kao selama lima tahun ke depan, antara lain: 1) penyusunan Rencana Pengelolaan KEE Kao; 2) penetapan peraturan bersama kepala desa sekitar KEE Kao; 3) rehabilitasi mangrove bersama di seluruh desa sekitar Kao; 4) pelatihan di bidang keterampilan; 5) pengembangan produk virgin coconut oil (VCO); 6) pengadaan ternak bergulir; dan 7) pembuatan biogas, papan himbauan tentang tumbuhan dan satwa liar (TSL), jalur tracking lintas mangrove, lokasi penetasan telur penyu, tempat pembibitan mangrove permanen, menara pantau burung dan pusat informasi[12]. 

Perlu diketahui, Desa Kao ditetapkan sebagai KEE karena memiliki daerah mangrove yang cukup luas dan bernilai konservasi tinggi sebagai penahan abrasi laut. Di bawah kendali Kepala Desa Taufick Max, seorang pemuda progresif, Pemerintah Desa Kao telah memiliki Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Desa dan Peraturan Desa (Perdes) Nomor 03/2017 tentang Pelestarian Lingkungan Hidup. Perdes tersebut mengatur jelas soal hutan mangrove, pantai, dan sungai. Perdes juga mengatur sanksi pelanggaran berupa ganti rugi dan pemulihan serta denda setiap larangan dalam Perdes.

Beberapa larangan dalam Perdes Desa Kao tersebut, antara lain:

  • dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup di wilayah desa Kao;
  • dilarang menebar atau menggunakan bahan kimia, bahan beracun, bahan peledak dan setrum listrik untuk menangkap ikan, udang, dan sejenisnya di pantai,sungai, kolam, kali, dan saluran irigasi lainnya di wilayah desa Kao;
  • dilarang berburu, menembak, menangkap segala jenis burung di kawasan pantai dan hutan mangrove Desa Kao;
  • dilarang menebang dan merusak pohon di kawasan pantai dan hutan mangrove Desa Kao; dan sebagainya[13]. 

Pada tahun 2020, selain sebagai KEE Mangrove, Desa Kao juga mendapat bantuan KLHK melalui BPDASHL Ake Malamo berupa pembangunan Kebun Bibit Rakyat (KBR) mangrove sebanyak 20.000 anakan, jenis rhizopora mucronata. Mekanisme pemberian bantuan tersebut berupa pembuatan bibit secara swakelola oleh kelompok tani Green Kaidati. Selanjutnya, bibit yang telah dibuat tersebut disalurkan kepada anggota kelompok dan masyarakat Desa Kao lainnya untuk dilakukan penanaman dan penghijauan di kawasan mangrove Kao, seluas 25 hektar. Kegiatan KBR ini secara partisipatif melibatkan semua warga Desa Kao yang tergabung dalam Kelompok Pembuatan KBR, termasuk anggota keluarga lainnya khususnya kaum perempuan dan anak-anak. Hal ini berdampak positif bagi peningkatan kesadaran sosial dan ekologi warga Desa Kao, khususnya generasi muda Kao.

Gambar 1. Kegiatan pembuatan Kebun Bibit Rakyat (KBR) mangrove Desa Kao (Dokpri)
Gambar 1. Kegiatan pembuatan Kebun Bibit Rakyat (KBR) mangrove Desa Kao (Dokpri)

Selanjutnya, dalam rangka penanganan dampak Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional, Desa Kao juga mendapat bantuan program nasional padat karya tunai (cash for work) berupa Padat Karya Penanaman Mangrove/PKPM seluas 6 (enam) hektar. PKPM di Desa Kao melibatkan tenaga kerja sebanyak 56 orang, terdiri dari 23 laki-laki dan 43 perempuan, juga tergabung dalam Kelompok Tani Green Kaidati. Untuk kondisi Desa Kao, pola yang digunakan adalah pengkayaan dengan jumlah bibit 18.000 batang mangrove jenis rhizopora mucronata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun