kekasih,
kenapa hati yang kami berikan
justru tahi yang kaumakan
sejatinya, untuk memetik sari keringat kami,
kami sudah lalui jalan itu :
bersandar di dada kawan Krisna,
mendengar tutur normatif Lesmana,
membalas senyum maya Durga - Medusa,
bahkan mengurai api neraka
agar membiru tanpa amarah
sungguh,
ternyata kisah mahakarya negeri ini cukup dramatik
untuk dititi, meski sehati-hati nurani
maksud hati berlaku benar, semadya
godaan setan menyempurnakan kesalahan, angkara loba
di tengah para porkaholic, segala tampak biasa, sah-sah saja
sampah serasa berkah : daki - tahi - air mata anak-anak bangsa
menjadi nutrisi para pengerat sumber daya
atas nama : kerja, kerja, kerja!
maka,
kami sembahkan setitik api Azula
: asu bajingan!
(padahal kami masih mencinta generasimu yang nirdosa)
Ternate, 18 Februari 2015
#save hati
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H