Pekan lalu, terselenggara Rapat Tim Teknis Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) dan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup -- Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RKL-RPL) Danau Laguna sebagai Sumber Air Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Ternate. Kebetulan penulis hadir sebagai representasi Forum DAS yang diundang oleh Ketua Komisi Penilai Amdal (KPA) Kota Ternate. Tulisan ini tidak bermaksud menafikan Keputusan KPA Ternate tentang kelayakan izin lingkungan, selain sebagai kilas balik dan informasi bagi pembaca / khalayak warga.
Pesona Laguna, tak sekadar Ekowisata
Menurut Wikipedia, laguna (atau lagoon dalam bahasa Inggris) adalah sekumpulan air asin yang terpisah dari laut oleh penghalang, berupa pasir, batu karang atau semacamnya. Jadi, air yang tertutup di belakang gugusan karang (barrier reef) atau pulau-pulau atau di dalam atol disebut laguna.
Ketika penulis mengetik frasa 'Laguna - Ternate', lebih dari 60.000 kata yang menyebutkan frasa tersebut dan umumnya menyangkut hal pesona wisata alam di sekitar Danau Laguna Ngade -- Ternate. Belum termasuk frasa 'Laguna -- Ngade', hampir 10.000 kata, pun mengisyaratkan hal sama, keindahan pemandangan alam sekitar danau tersebut.Â
Hampir setiap postingan dunia maya terkait Danau Laguna mengisahkan kebahagiaan anak manusia menikmati anugerah alam ciptaan Tuhan di sekitar danau tersebut, seakan menggenapi keindahan ekowisata di Ternate dan bumi Moloku Kie Raha umumnya.Â
Danau Laguna --selanjutnya disingkat Laguna- merupakan satu sekian dari danau vulkanik di Pulau Ternate dengan luasan kurang lebih delapan hektar memiliki kedalaman 1 - 35,5 meter, dan rerata kedalaman 16,1 meter. Pada Laguna terdapat potensi flora, dari tanaman keras (pepohonan : pala, cengkeh, sukun, kelapa), tanaman budidaya (pisang, ubi kayu / batata, jagung), tanaman paku-pakuan dan rerumputan, hingga tanaman yang hidup atau beradaptasi di air (pandan, kangkung, teratai, nipah dan enceng gondok).Â
Danau tersebut juga menyimpan potensi fauna antara lain hewan ternak (kambing, sapi, unggas), fauna perairan / aquatik (ikan Mujahir, Nila, Mas), makro bentos (siput) dan biota perairan lainnya (plankton dan bentos).
Sebagai ekosistem, Laguna selain memiliki potensi flora, fauna (biotik), juga memiliki potensi abiotik, seperti udara, air, bebatuan dan tanah, termasuk akuifer, lapisan bawah tanah yang mengandung air dan dapat mengalirkan air. Selain ketiga unsur tersebut (flora, fauna, abiotik), Laguna pun mempunyai potensi sosial budaya masyarakat sekitar danau tersebut. Terlebih, secara administratif Laguna berada  di wilayah dua kelurahan, Ngade dan Fitu.
Ternyata selain potensi ekowisata, ada potensi lain yang dilirik oleh Pemerintah Kota, dalam hal ini PDAM Ternate, yakni debit air bersih. Sejak setahun lalu PDAM berencana mengembangkan Sistem Penyedia Air Minum Danau Laguna berdasar Surat Keputusan Kepala Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) Kota Ternate Nomor :02/Kep.BKPRD-KT/2017 tentang Rekomendasi Izin Kesesuaian Tata Ruang dan pendukung administratif lainnya. PDAM berencana mengambil air di Laguna sebesar 100 liter/detik, dan dokumen AMDAL proyek tersebut telag dipresentasikan pada sidang KPA Ternate, pekan lalu.
Menurut Syaiful Djafaar, Direktur PDAM Ternate, berdasar data tahun 2017, air yang diproduksi PDAM sebanyak 14.469.674 meter kubik dan air terjual sebanyak 9.132.508 meter kubik dengan jumlah pelanggan sebanyak 28.505 sambungan (+ 142.525 jiwa).Â
Rerata sambungan PDAM menggunakan air sebanyak 27 meter kubik/bulan. Jika diasumsikan 1 sambungan digunakan oleh rerata 5 orang, maka tingkat pemakaian air rerata Kota Ternate 180 liter/orang/hari. Jika dikonversikan dengan galon isi ulang (1 galon = 3,785 liter) dan volume 1 galon setara 19 liter air, maka tingkat konsumsi masyarakat Ternate adalah 9,5 galon/orang/hari atau sebanding dengan 47 galon/keluarga/hari. Hal ini dikategorikan 'sangat boros' dan bertentangan dengan Permendagri No.71 tahun 2016 tentang Perhitungan dan Penetapan Tarif Air Minum, bahwa standar kebutuhan pokok air minum adalah 10 meter kubik/kepala keluarga/bulan atau 60 liter/orang/hari. (MP, 22-3-2018).
Krisis Perilaku, bukan Krisis Air
Mengutip simpulan opini Direktur PDAM Ternate tersebut, sejatinya Ternate belum dikategorikan krisis air, tetapi permasalahan yang terjadi adalah sikap dan perilaku "BOROS" dalam menggunakan air. Hal ini memaksa PDAM menambah kapasitas produksi air yang lebih besar lagi, maka menurut penulis, akar masalah ini yang menjadikan alasan ataupun sekadar apologiapihak PDAM menjadikan Danau Laguna sebagi sumber air baru.
Siapa tersangka? Adalah kita semua pengguna air PDAM Ternate (pelanggan), minus sebagian pelanggan yang tengah malam berjuang menampung air mengalir sehari sekali, setiap 'sepertiga' malam terakhir. Pun minus warga Ternate lainnya yang belum menikmati sambungan air PDAM sehingga harus membeli air mobil sebanyak satu tangka profil kapasitas 1.000 liter atau 1 meter kubik per 2 atau tiga hari sekali.
Pada rubrik Pro Publik harian ini, 21 Maret 2018 lalu, permasalahan air bersih menjadi bahan diskusi Hari Air Sedunia (setiap 22 Maret) meski Kota Ternate belum tergolong kondisi krisis air secara kuantitas maupun kualitas. Namun, pertumbuhan populasi penduduk dan dinamika kota yang sangat pesat dan diperparah oleh pemanfaatan sumber air tanah yang tidak terkontrol serta perilaku boros dalam penggunaan air bersih menjadikan ancaman krisis air tersebut kian nyata (MP, 24-03-2018).Â
Beberapa solusi ditawarkan pada diskusi tersebut, dari upaya konservasi tanah dan air (melalui penghijauan Daerah Aliran Sungai / DAS maupun pembuatan sumur resapan), pembuatan regulasi spesifik, kampanye hemat air hingga penguatan kelembagaan / komunitas, seperti Forum Penyelamat Air, Forum DAS Gamalama, Gema Camtara dan sebagainya.
Maka, sejatinya Kota Ternate tidak mengalami krisis air tetapi lebih pada 'krisis perilaku' atau rendahnya 'kesalihan ekologi'. Selanjutnya, krisis perilaku ini tak sebatas hal pemborosan air bersih an sichtetapi juga menyangkut kesadaran rendah terhadap lingkungan. Anehnya, negeri yang sarat nilai-nilai religi dan adat istiadat tersebut tidak berbanding lurus dengan meningkatnya kesalihan ekologi masyarakatnya.Â
Beberapa tradisi dan aktivitas keagamaan justru berpotensi menghasilkan ironi, seperti produksi sampah anorganik (plastik, botol minuman) berlimpah, penggunaan air sembahyang berlebihan hingga pemakaian listrik dan bahan bakar mineral (BBM) yang tidak hemat energi.Â
Pada sidang KPA Ternate tersebut, Penulis pun tak mungkin menganulir keputusan KPA termasuk Tim Teknis dan Tenaga Ahli, selain mengkritis dokumen KA AMDAL dan pelaksanaannya. Pada dokumen setebal hampir 400 halaman tersebut, penulis menemukan dua hal yang saling berhadapan, yakni janji ekonomi versus komitmen ekologi.
Secara umum, dokumen tersebut memberikan harapan positif secara ekonomi bagi masyarakat Ternate, khususnya sekitar Laguna. Terbukanya kesempatan kerja, peluang berusaha, meningkatnya pendapatan masyarakat, pengembangan wilayah / penduduk hingga peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) menjadi 'nilai ekonomis' dalam proyek ini. Berdasarkan hasil konsultasi publik, masyarakat Kelurahan Fitu dan Ngade berharap pengembangan Laguna sebagai destinasi pariwisata, selain sebagai sumber air yang notabene sebuah treatmentbaru.
Hal yang kurang dari dokumen tersebut adalah pernyataan tertulis para pihak, termasuk warga sekitar Laguna, untuk membuat komitmen ekologi terkait rencana proyek PDAM Ternate ini. Komitmen ekologi ini dapat berupa tanggung jawab pemerintah -diwakili pemrakarsa (PDAM Ternate)- untuk tetap mempertahankan ekosistem Laguna, termasuk membuat langkah-langkah konservasi tanah dan air di DAS Ternate.
Komitmen ekologi warga adalah menjaga kebersihan lingkungan dari sampah, menanam --paling tidak turut memelihara- tanaman pohon di sekitar Laguna, hingga menjaga kawasan Laguna dari perilaku destruksi / merusak lingkungan. Komitmen ekologi para pihak lainnya (akademisi, aktivis lingkungan, komunitas/organisasi non pemerintah) adalah menjalankan fungsi sosial kontrol selama proyek ini berlangsung, dari tahap pra konstruksi, konstruksi dan operasi pembangunan Sarana dan Prasarana Penyediaan Air Baku Danau Laguna.Â
Tim Teknis dan Tenaga Ahli yang notabene lebih memahami kondisi ekosistem Laguna termasuk sosiokultur masyarakat Ternate diharapkan memiliki komitmen ekologi tanpa harus menggadaikan kompetensi.Â
Jangan sampai janji ekonomi proyek ini melemahkan nalar para pihak tersebut untuk menjaga komitmen ekologi Laguna. Pernyataan tertulis terkait komitmen ekologi diperlukan guna mengikat dan menumbuhkan tanggung jawab para pihak dalam menjaga kelestarian ekosistem Laguna dan sekitarnya. Jika janji ekonomi menyilaukan para pihak tersebut, maka mereka akan abai terhadap kelestarian ekosistem Laguna dan cerita 'Senjakala Laguna' pun bukan isapan jempol lagi. Ketakutan Laguna mengering dan ataupun tercemar, dan terulangnya tragedi Ake Gaale akan menjadi mimpi buruk bagi kita dan generasi selanjutnya.
Sebaliknya, jika komitmen ekologi lebih dimuliakan dari sekadar janji ekonomi maka Danau Laguna masih menyimpan harapan, keindahan dan kebahagiaan anak manusia. Save Laguna! Syukur dofu-dofu.
*) Refleksi Proyek Sumber Air PDAM Ternate
DAFTAR PUSTAKAÂ
Malut Post, 21/3/2018
Malut Post, 22/3/2018
Dokumen KA ANDAL -- RKL-RPL Danau Laguna sebagai Sumber Air Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Ternate.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H