Tahukah pembaca bulan November-Desember merupakan bulan apresiasi terhadap pohon? Tanggal 21 November merupakan Hari Pohon Sedunia, 28 November adalah Hari Menanam Pohon Indonesia (HMPI) dan bulan Desember adalah Bulan Menanam Nasional (BMN).
Beberapa intansi pemerintah pusat dan daerah, termasuk BPDASHL Ake Malamo (UPT KLHK di Maluku Utara), meraya HMPI dengan kegiatan penanaman pohon di Ternate, Tidore Kepulauan dan kabupaten lainnya (MP, 29-11-2017).
Pohon Kasih Sayang
Penulis baru sepekan mengenal frasa 'uto ena sado yahu(bahasa Tidore) atau 'uto ena sigado ahu'(bahasa Ternate), dari obrolan bersama imam masjid dan seorang jemaah tua di kampung. Menurut mereka, kalimah tersebut berarti 'menanam sampai hidup'. Dalam makna lebih luas, untuk mendapat hasil terbaik maka kita harus tekun berusaha baik, dan jika ingin diterima sesama maka kita harus mampu bertanam budi / amal.
Konsep 'Pohon Kasih Sayang' pernah penulis ulas di media ini (MP, 06-03-2017). Pohon Kasih Sayang merupakan ikhtiar penulis untuk merevitalisasi makna menanam pohon sebagai inisiasi ekoteologi. Pohon sebagai pralambang kasih sayang sesama manusia. Menanam pohon bisa menjadi media komitmen sebuah persahabatan antar anak muda, akad agung sepasang pengantin pun penjalin persaudaraan antar umat beragama sehingga mewujud idealita 'toleransi sebumi', toleransi berbasis ekologi
Menanam pohon adalah perayaan kehidupan, sebuah kemuliaan sekaligus amal jariyah lintas ruang-waktu (MP,17-11-2016). Sebuah inisiasi ekoteologi sekaligus pralambang cinta kepada Tuhan, sesama dan semesta. Bagi seorang hamba, menanam pohon ibarat menyerat sekaligus membaca kalam Tuhan, media devosi / kebaktian kepada Sang Ilahi. Pohon yang ditanam sejatinya adalah media tasbih dan ibadah kepada Tuhan Yang Mahaesa dan Realitas Agung lainnya- oleh para 'stakeholder semesta', bagi manusia penanam-pemelihara, bagi margasatwa di bawah naungan, hingga tanah-udara-angin yang menjadi media hidup.
Berdasar filosofi 'uto ena sado yahu'di atas, menanam Pohon Kasih Sayang bukan pekerjaan satu waktu / masa pun bukan perilaku asal-asalan, sekadar penggugur kewajiban. Dalam tradisi anak-anak Adam, menanam pohon kasih sayang ibarat meneladani spirit Habil dalam berkurban, yakni persembahan terindah dengan sumber daya termulia dan potensi terbaik.
Pohon Cita-Cita
Pekan lalu, 2 Desember 2017, sekelompok kaum muda berkunjung ke Pulau Hiri untuk menghelat kegiatan 'Kelas Inspirasi (KI)' Ternate. Kegiatan KI tersebut merupakan program pemberian motivasi dan pengenalan profesi bagi anak-anak di empat sekolah dasar (SD) di Kecamatan Pulau Hiri. Penulis menjadi salah satu relawan di dalamnya dan berkesempatan mengajar di SDN 81 Ternate, di Kelurahan Dorari Isa, Kecamatan Pulau Hiri.
Melalui proses rekruitmen terbuka selama hampir tujuh bulan, KI Ternate menjaring sekitar lima puluh Relawan Inspirator dari berbagai profesi, antara lain: redaktur, arsitek, dosen, fotografer, videografer, apoteker / paramedis, insinyur dan profesi lainnya, termasuk perimba, profesi penulis. Sebagai KI Perdana di Ternate, kegiatan ini pun menarik minat para relawan berbagai daerah, antara lain: Jakarta, Kaimana (Papua Barat), Rote (NTT), Bali, Makassar, dan beberapa kota di Jawa.
Pada program tersebut, para Relawan Inspirator mengenalkan profesi mereka kepada anak-anak, termasuk membangun kepercayaan diri di tengah keterbatasan untuk tetap memiliki cita-cita. Tujuan pengenalan adalah untuk mengenalkan hal-hal baru, informasi dan pengetahuan lain terkait profesi relawan, karena selama ini anak-anak hanya mengenal profesi tentara, polisi, dokter dan guru.Â