Ada cerita haru tersendiri tentang keterlibatan warga Bula dalam pembangunan perpustakaan di Pos Satgas Toboko. Warga Bula tersebut mengapresiasi TPQ Baitul Amanah yang menyumbang buku-buku agama Islam di masjid Bula, terlebih kepada Kopda DA. Ternyata, prajurit 'petani' tersebut telah mengajarkan warga Bula bercocok tanam sayuran, khususnya balakama, sehingga mereka bisa mengolah lahan kosong mereka hingga sekarang.Â
Kebaikan budi Kopda DA pun dirasa para wali santri, yang setiap panen pasti bersedekah  seikat balakama kepada mereka. Hasil panen tersebut untuk mencukupi kebutuhan makan bagi santri dan remaja yang menginap di musholla / TPQ. Perlu diketahui, sejak kegiatan Peskil berakhir, kedua ustadz tersebut tinggal dan tidur bersama para santri dan anggota Rimba di musholla, sebagai upaya membangun kedekatan hati dengan anak-anak tersebut. Mereka menjadi 'bapapiara para santri tersebut yang sebagian besar merupakan keluarga dhuafa'.Â
Senjata Sejati : Takkan MusnahÂ
Kedekatan hati Pelda AS dan Kopda DA dengan anak-anak / remaja santri, wali santri, warga Bula, Toboko dan sekitarnya tersebut merupakan rahasia seluruh 'prestasi terlupa' mereka. Bagi prajurit Satgas secara umum, menemukan senjata api (rakitan maupun organik) dan peralatan perang lainnya (bom, granat, pelontar granat, dan sebagainya) adalah prestasi tersendiri yang akan berbuah piagam penghargaan dari pimpinan. Asumsi, jika satu senjata bisa ditemukan maka satu nyawa bisa terselamatkan dari penggunaaan yang tidak bertanggung jawab, seperti untuk tarkam ataupun konflik sosial lainnya. Penghargaan tersebut dapat mendukung karier sang prajurit penerima.Â
Namun, hal ini tidak menjadi prinsip utama bagi kedua prajurit tersebut. Menurut Ustadz AS, dalam sebuah pertemuan wali santri, mereka berdua telah menemukan 'senjata yang sebenarnya', yakni hati anak-anak TPQ dan 'Rimba' Toboko. Mereka berasumi, dengan mendekap hati generasi suci tersebut daya manfaat -- daya selamat pun lebih besar, bukan sekadar satu nyawa. Hati yang sudah ditemukan, melalui pendidikan dan pendekatan kasih sayang, akan tumbuh kesadaran nurani generasi muda tersebut untuk berbuat lebih bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa, sesama maupun semesta.Â
Sejatinya kedua prajurit itu dalam menemukan senjata 'hati' pun menggunakan senjata mereka yang sebenarnya, yakni hati nurani. Senjata ini tak kan musnah dilekang oleh zaman, abadi -- lestari. Prestasi mereka mencetak generasi salih adalah senjata utama menyelamatkan negeri, menghargai NKRI secara hidup-mati. Ketulusan dan kemurnian hati mereka berkarya, berbagi dan bergaul dengan warga dan anak-anak TPQ seakan menegaskan, bahwa TNI bisa hidup di tengah rakyat, sesuai semboyan "Bersama Rakyat TNI kuat".Â
Kekuatan TNI sejati bukanlah sekadar kekuatan fisik, kecanggihan maupun kelengkapan peralatan utama sistem pertahanan (alutsista). Namun, juga berasal dari dukungan rakyat Indonesia, jelata hingga penguasa. Dukungan tersebut dapat diraih jika TNI mampu mengambil dan menjaga hati anak negeri, seperti yang dilakukan keduanya.Â
Sebagai penutup, artikel ini mewakili apresiasi para santri IGMI Ternate dan warga pada umumnya atas prestasi Satgas Yon Armed 12, khususnya Pelda AS dan Kopda DA yang terlupa --dan tidak terlaporkan oleh sang Komandan. Selamat jalan para prajurit sejati, caramu menjaga NKRI lebih elegan dari sekadar seremoni. Selamat bertugas Satgas Pahmrahwan pengganti, Yonif 726 Tamalatea -- Makassar. Semoga karya bhakti Satgas kian bermanfaat bagi rakyat Maluku Utara dan Nusantara pada umumnya.Â