Bahkan seorang jurnalis TV nasional yang sempat mewawancarai dan melihat aktivitas mereka di Toboko terkagum dibuatnya. Penulis yang menemani jurnalis tersebut melihat ada simpati sekaligus keharuan mendalam sang jurnalis ketika mendengar cerita perjuangan para prajurit santun tersebut. Baginya, hal ini mengingatkan dengan aktivitasnya dulu sebagai aktivis lingkungan dan sosial.Â
Pelda AS adalah Ketua TPQ Baitul Amanah, sosok organisatoris, berwibawa sekaligus juru wicara setiap kegiatan TPQ. Selain sebagai prajurit kesatuan Yon Armed 12/Angicipi Yudha, ia pegiat olahraga di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Tangan dinginnya menghidupkan kembali prestasi olahraga sepakbola Ngawi dan menginisiasi kompetisi Danyon Cup.Â
Selain sepakbola, ia pun bergelut di pembinaan tinju dan wushu di Ngawi dan melahirkan atlit putra daerah yang berprestasi. Di balik tubuh yang tampak lemah, sejak kecelakaan melukai lutut kakinya, sejatinya dia adalah pendekar salah satu perguruan silat besar di Jawa, beraliran kung fu. Bahkan keahliannya menggunakan double stick menjadikannya sebagai pelatih prajurit Satgas Yon Armed 12 sebelum bertugas Pamrahwan di Ternate.Â
Kopda DA adalah prajurit kesatuan Yon Raider 515 Jember, kelahiran Flores, lulusan pesantren di Makassar. Di TPQ, ia mengajar baca tulis Al-Qur'an (BTA), hafalan, bahasa Arab-Inggris dan seni Islam lainnya. Selain itu, ia bersama warga Toboko mengelola lahan tidur gudang Bimoli untuk bertanam sayur, seperti barito, balakama (kemangi), pisang dan sebagainya. Dibanding Pelda AS, dia relatif lebih keras dalam mendidik santri dan lebih hemat bicara. Â Sebagai keluarga miskin dengan 10 bersaudara, dia diajarkan orang tuanya untuk gigih menuntut ilmu sebagai jalan kebahagiaan dan kemuliaan.Â
'Sungguh orang yang terutama di antara kalian adalah yang belajar Al-Qur`an dan mengajarkannya' (Al Hadist). Kalimah suci itu menjadi spirit dasar prestasi utama Pelda AS dan Kopda DA mendirikan TPQ Baitul Amanah -- Toboko pada awal -- awal tugas. Â Bangunan TPQ tersebut merupakan bekas gudang Bimoli yang dirapikan atas dukungan warga dan donatur lain, termasuk warga sosial media, yang berdonasi tenaga, dana hingga sekadar papan kayu dan seng bekas.Â
Melalui wadah TPQ tersebut, terselenggara Pesantren Kilat (Peskil) Remaja diikuti + 60 remaja enam kelurahan (Toboko, Kotabaru, Tanah Tinggi, Jati, Mangga Dua dan Mangga Dua Utara). Alumni Peskil membentuk Remaja Islam Baitul Amanah (Rimba) dan intensif kajian tiap malam Kamis dan Ahad. Anggota Rimba turut membantu kegiatan TPQ, mengelola lahan balakama, dan peringatan Idul Adha 1437 H (qurban dan takbir keliling).Â
TPQ Baitul Amanah bergabung dalam Ikatan Guru Mengaji Indonesia (IGMI) Kota Ternate sebagai wadah silaturrahmi antar TPQ. Pada peringatan Hari Pahlawan lalu, Satgas Pamrahwan bekerja sama dengan IGMI Ternate menyelenggarakan Tadarus Akbar dan Road Show. Pada momen tersebut, santri TPQ Baitul Amanah --anak didik dua prajurit 'ustadz' tersebut- berpentas seni hafalan Asma'ul Husna dan da'i. Bahkan santri da'i direncanakan akan diundang IGMI untuk ceramah pada Wisuda dan Khataman Akbar IGMI pada 12 Desember ini yang dihadiri Walikota Ternate dan jajarannya.Â
Pada kesempatan itu, Ketua IGMI (Hi. Chairul Saleh Arif, S.TI.,M.M.) memberikan penghargaan kepada Satgas Pamrahwan, dan secara individu kepada kedua prajurit tersebut atas prestasi mengembangkan pendidikan Islam melalui TPQ di Toboko. Menurut ustadz Chairul, prestasi tersebut sangat diapresiasi IGMI karena mampu meruntuhkan stigma bahwa TNI kurang berkarya di bidang keagamaan (Islam). Kiprah keduanya semakin mendekatkan hubungan TNI dengan rakyat dalam menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).Â
Prestasi para prajurit tersebut, penulis apresiasi pada media ini melalui artikel "Tawuran : Polutan Ekoteologi" (Malut Post, 14 Oktober 2016). Pendirian TPQ Baitul Amanah secara tidak langsung mencegah terjadinya tawuran antar kampung (tarkam), yang melibatkan warga Toboko dan sekitarnya. Alumni Peskil dan santri TPQ yang sebelumnya sering terlibat tarkam telah menemukan 'oase kesadaran' melalui pendidikan dan kegiatan keislaman yang digagas keduanya. Bahkan, keduanya membina santri TPQ dalam melestarikan budaya tarian Soya-soya sehingga dapat tampil pada acara Kementerian LHK di Ternate. Keduanya pun menginspirasi penulis menggagas konsep 'Tawur Budaya', bukan budaya tawuran, sebagai media kontestasi prestasi -- perlombaan kebaikan (fastabiqul khairat).Â
Prestasi lain yang terlupa kedua prajurit itu adalah pembangunan perpustakaan/ sabua baca 'Pustaka Rimba'. Sepekan menjelang purna tugas, di tengah kesibukan para Satgas lain mencari oleh-oleh, kedua 'serdadu autis' itu menunjukkan kegilaannya dengan merubah satu bekas bangunan gudang menjadi perpustakan. Dengan bantuan para donatur Ternate dan warga sosmed, serta tenaga kerja dari warga Kelurahan Bula, Kecamatan Pulau Ternate dalam waktu singkat sabua sederhana tersebut terbangun. Mereka tidak berpikir apa yang akan dibawa pulang, tapi apa yang akan ditinggalkan. Bagi mereka, prinsip yang dipegang adalah 'menanam meski esok kiamat, beramal meski esok mati', seperti yang diajarkan kepada santri TPQ.Â