Mohon tunggu...
Muhammad Angga Muttaqien
Muhammad Angga Muttaqien Mohon Tunggu... Insinyur - AI Research Engineer, currently reading: Life 3.0 - Being Human in the Age of Artificial Intelligence

Penulis adalah peminat teknologi dan penerapannya dalam kehidupan masyarakat. Mengagumi sosok Bapak Demokrasi dan Teknologi RI, Eyang BJ. Habibie. Berprofesi sebagai AI Research Engineer dan Co-Founder dari Startup Teknologi Indonesia AI (PT. Teknologi Artifisial Indonesia).

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Presiden Jokowi, Robot (AI), dan Reformasi Birokrasi

10 Desember 2019   09:29 Diperbarui: 13 Desember 2019   07:41 1751
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden RI, Joko Widodo (Biro Pers Sekretariat Presiden)

Tempo hari Presiden RI, Bapak Joko Widodo (Jokowi), membuat sebuah pernyataan heboh terkait rencana pemangkasan pejabat eselon III dan IV dan menggantikannya dengan robot atau kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/ AI). Kita butuh kecepatan dalam bekerja, dalam memutuskan. Kita butuh kecepatan dalam bertindak di lapangan, karena perubahan-perubahan ini sudah sangat cepat. Sambung beliau sebagaimana yang diberitakan oleh beberapa situs berita populer di Indonesia.

Wacana itu mengundang beberapa pertanyaan dari beragam kalangan. Ada yang bertanya sebetulnya pada fungsi-fungsi seperti apa yang mungkin direformasi dengan teknologi AI. Ada juga yang bertanya apa yang menjadi motif utama bapak presiden dari rencana yang cukup visioner itu. Lalu apa mungkin gagasan pemangkasan itu bisa terealisasi dalam waktu yang dekat dan juga cepat. Hingga pertanyaan yang cukup serius, apakah betul kita sudah berada pada zaman dimana manusia akan digantikan oleh mesin atau robot?

Untuk pertanyaan terakhir, terdengar agak mistis di telinga penulis. Tidak sedikit orang yang punya pikiran berlebihan terhadap teknologi AI. Misalnya, AI dianggap sebagai robot jahat bermata merah, seperti yang ditampilkan dalam seri film Terminator. Padahal tidak  begitu. AI juga tidak selalu berarti robot yang memiliki wujud mesin yang serupa dengan kita, manusia. Lebih teknis, AI hanya merupakan salah satu sub-komponen canggih penyusun robot yang disebut controller atau dalam penjelasan yang sederhana, merupakan algoritma super cerdas yang istilahnya dicetuskan pada tahun 1956 oleh seorang ilmuwan komputer brilian bernama John McCarthy.

"AI tidak selalu berarti robot yang memiliki wujud mesin yang serupa dengan kita, manusia. Lebih teknis, AI hanya merupakan salah satu sub-komponen canggih penyusun robot yang disebut controller."

Teknologi AI memang termasuk salah satu teknologi kunci yang bersifat transformatif dan disruptif di era Revolusi Industri 4.0 saat ini. Banyak sektor industri seperti kesehatan, automotif, finansial, retail, manufaktur, energi, logistik dan lainnya yang berhasil ditransformasi dengan teknologi-teknologi canggih berbasis AI hingga kemudian mampu memberi dampak yang signifikan terhadap pertumbuhan GDP suatu negara. Merujuk data McKinsey & Company, perusahaan konsultan manajemen yang berbasis di Amerika melaporkan teknologi AI mampu menciptakan potensi global nilai ekonomi dunia hingga di angka $5.8 triliun dalam setahun dan berpotensi mencapai angka $15.7 triliun hingga tahun 2030. Hal itu dibersamai dengan peningkatan global GDP hingga sebesar 14% pada tahun yang sama.

Artificial Intelligence (forbes.com)
Artificial Intelligence (forbes.com)

Dalam kompetisi global, negara-negara adidaya seperti US dan China tengah berlomba-lomba untuk bisa mengadopsi penerapan teknologi AI. Digawangi oleh perusahaan-perusahaan teknologi raksasa seperti Google, Facebook, Microsoft, Alibaba, Uber dan Baidu, talent-talent terbaik dihadirkan melalui program-program magang intensif seperti AI Residency Program untuk bisa membantu percepatan teknologi AI agar bisa cepat diterima di tengah masyarakat baik dalam sektor privat ataupun publik. Sejak tahun 2017, China sudah mendeklarasikan kepada dunia untuk menjadikan teknologi AI sebagai prioritas nasional dan berambisi menjadi global leader pada tahun 2030.

AI Hari Ini

Perkembangan teknologi AI hari ini telah berhasil menciptakan sebuah mesin yang mampu memahami bahasa manusia dengan sangat baik, entah itu berupa teks ataupun suara. Gadget-gadget kita sekarang mampu mendengar dan berbicara karena dipersenjatai oleh mesin AI seperti Google Assistant, Apple Siri, dan Amazon Alexa. Fitur Google Translate yang kita biasa gunakan sehari-hari juga dilengkapi oleh kapasitas kecerdasan serupa. Kapasitas semacam itu tentu telah membuka banyak ruang peluang bagi mesin untuk bisa membantu pekerjaan manusia lebih banyak lagi, dan tentunya juga lebih cerdas lagi, pada hari ini. 

Google Home (aiiottalk.com)
Google Home (aiiottalk.com)

Beberapa fungsi cerdas berbasis teks seperti klasifikasi teks, menjadikan mesin mampu memahami dokumen-dokumen kantor yang menumpuk di lemari-lemari pengarsipan. Fungsi seperti pemodelan teks, menjadikan mesin mampu mengorganisasi dokumen yang berjumlah sangat banyak namun sangat lama dan melelahkan -juga tentunya membosankan- jika harus dikerjakan oleh manusia. Teknologi AI hari ini juga berhasil menciptakan mesin yang bisa memahami informasi visual sebagaimana mata manusia melihat dunia. Misalnya, mampu mendeteksi dan mengenali identitas manusia hanya melalui citra wajah atau yang dikenal dengan istilah faceID recognition.

Object Segmentation (medium.com)
Object Segmentation (medium.com)

Mesin hari ini mampu menginventarisasi aset perkebunan pohon-pohon palm yang tersebar di seluas 100 hektar tanah dengan sangat efektif hanya dengan menerbangkan drone-drone yang dipersenjatai 'mata' AI ke langit luas. Mesin hari ini juga sudah mampu mengasistensi para dokter untuk mendeteksi penyakit kanker dengan tingkat kepresisian yang mampu melampaui mata manusia. Pada tahun 1997, superkomputer IBM telah mengalahkan sang juara dunia catur Garry Kasparov. Juga kabar baru-baru ini, diberitakan bahwa mesin AI sudah mampu menyusun strategi untuk memenangkan pertandingan E-Sports popular Dota 2 & Startcraft dan mengalahkan para juara kompetisi level dunia.

Hebat bukan? Yang lebih hebat lagi, mesin-mesin pintar yang telah hadir di tengah-tengah kita hari ini tidak pernah merasa lelah dalam bekerja dan bisa diduplikasi untuk diberdayakan pada waktu dan tempat yang berbeda, atau para praktisi teknologi AI menyebutnya extremely scalable!

Peluang Birokrasi Digital

Penulis sepakat dengan koreksi yang disampaikan oleh Nazim Machresa, salah satu narasumber dalam program talkshow televisi nasional, bahwa diksi yang lebih tepat dipakai oleh bapak presiden adalah 'membantu' ketimbang 'mengganti' ketika menyebut istilah AI atau Robot. Merujuk pada definisi dan juga kapasitas teknologi AI, maka ada banyak peluang fungsi-fungsi dalam pekerjaan-pekerjaan para pejabat eselon III dan IV yang sangat bisa dibantu oleh algoritma-algoritma super cerdas. Khususnya pada pekerjaan-pekerjaan yang bersifat operasional, administratif, dan tidak membutuhkan proses decision-making yang sangat rumit.

"Bahwa diksi yang lebih tepat dipakai oleh bapak presiden adalah 'membantu' ketimbang 'mengganti' ketika menyebut istilah AI atau Robot."

Dalam kaca mata bisnis, transformasi digital sebetulnya bisa dilihat secara sederhana, yaitu mampu mendatangkan efisiensi, produktivitas hingga peningkatan angka penjualan. Sudut pandang ini yang kemudian membawa pemahaman bahwa proses digitalisasi bisnis harus dilakukan secepatnya. Tanpa mengabaikan proses tentunya. Sudah jamak diketahui bahwa tantangan terbesar dalam adopsi teknologi baru adalah membangun trust. Termasuk dalam hal ini, isu-isu privacy dan security dalam pemanfaatan data untuk membangun teknologi AI juga perlu disoroti.

Visi besar terkait reformasi birokrasi dan transformasi digital masih perlu diterjemahkan ke dalam langkah-langkah yang lebih kongkrit dan terjelaskan. Sosialisasi atau penyuluhan, jelas menjadi keharusan pemerintah terhadap para pejabat eselon dan juga masyarakat sebagai objek transformasi. Membangun kultur digital dalam organisasi pemerintahan juga keseriusan pemerintah dalam berinvestasi untuk menghadirkan talent-talent yang mampu mengawal proses adopsi teknologi ini menjadi prasyarat keberhasilan proses transformasi digital dalam tubuh birokrasi.

Kepada masyarakat, tidak perlu khawatir dengan isu akan banyaknya pekerjaan manusia yang tergantikan oleh AI atau kecerdasan buatan. Kehadiran teknologi AI akan memposisikan manusia pada pekerjaan-pekerjaan yang lebih valuable untuk dikerjakan oleh manusia. Khususnya pada pekerjaan yang memang butuh sentuhan-sentuhan yang humanis. Bukankah itu justru memanusiakan manusia? Di dunia industri teknologi, 5-7 tahun lalu kita hanya mendengar istilah web developer sebagai satu bidang profesi. Hari ini, kita mendengar begitu banyak istilah-istilah baru dalam dunia kerja seperti Back-end Developer, UI/ UX Designer, Market Research Analyst, Data Scientist, AI Research Engineer dan AI Research Scientist.

*) Penulis adalah seorang AI Research Engineer, GRID Inc. Japan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun