Mohon tunggu...
Muhammmad AFathurrahman
Muhammmad AFathurrahman Mohon Tunggu... Lainnya - sebagai pelajar menengah yang bersekolah di Darul Arqam

Saya cuma manusia biasa yang mau produktif tanpa distraksi setiap hari nya

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Bertanya sebagai Nyawa Manusia

5 November 2023   10:23 Diperbarui: 20 Januari 2024   09:15 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Bertanya sebagai nyawa manusia

            Bertanya merupakan respon otak secara spontan terhadap suatu peristiwa tertentu yang berasal dari cerebrum tepatnya pada bagian lobus frontal yang berfungsi untuk mengatur sistem kognisi pada tubuh manusia dan bertanya merupakan salah satunya.

            Tetapi kita tidak akan membahas hal itu melainkan aspek filosofis dari bertanya itu sendiri dan apa yang terjadi jika manusia menerima informasi tanpa mempertanyakan faktualitasanya terlebih dahulu.

            Bertanya dan Pertanyaan

            Kita coba kerucutkan dalam aspek filosofis saja, karena kalau dibiarkan maka akan menjadi debat kusir karena bertanya sesungguhnya merupakan konsep universal sebagai tombak utama dalam melahirkan jawaban cemerlang. Maka dari itu, mari kita berfokus pada aspek filosofis "Bertanya dan Pertanyaan."

            Jostein Gaarder, dalam bukunya yang sudah mendunia yaitu Dunia Sophie (terj. Sophie's World 1991). Beliau menganalogikan seorang manusia yang mati-dalam artian "kenyamanan bulu kucing (jika anda membaca buku beliau pasti paham dengan istilah ini)- merupakan manusia yang sudah kehilangan rasa ingin tahunya. Skeptisme mengharuskan kita bertanya setiap saat. Karena hakikat manusia ada untuk bertanya.

            Lantas bagaimana jika pertanyaan itu tidak ada jawabannya? Nah, barusan itu juga merupakan pertanyaan bukan? Tenanglah kawan, setiap pertanyaan tak memerlukan jawaban. Tapi jangan khawatir karena jawaban yang tepat selalu lahir dari pertanyaan yang cemerlang.

            Filosof bertanya, Para Nabi bahkan Nabi Muhammad pun bertanya. Mereka merasa gelisah karena mereka skeptis terhadap sekitar mereka. Orang yang bertanya merupakan orang yang memegang kunci. Kunci apa? Kalian bisa menyimpulkan jawabannya sendiri.

            Biar kuberi contoh seorang Abul Anbiya (Bapak para Nabi) yaitu Nabi Ibrahim dalam perjalanan mencari tuhannya. Ia penasaran dan terus bertanya-tanya mengapa dia diciptakan dan pasti semesta ini ada yang menciptakannya. Mula-mula ia berpikir bintang merupakan tuhan, tetapi kemudian bintang menghilang dari gelapnya malam.

            Kemudian setelah malam tiba kembali dia melihat terangnya bulan, dan menganggap bulamn sebagai tuhan yang sebenarnya. Kemudian "tuhan' itu menghilang. Muncullah matahari. Seperti yang kalian tahu Nabi Ibrahim AS menganggapnya sebagai tuhan yang kemudian menghilang ditelan malam.

            Dia mulai bertanya-tanya bahwa tuhan seharusnya tidak menghilang hingga akhirnya dia menemukan Allah SWT sebagai Tuhan sejati. Teman-teman bisa membaca kisahnya yang diabadikan dalam QS Al-An'am: 76-78.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun