Mohon tunggu...
Muhammad Firdaus
Muhammad Firdaus Mohon Tunggu... Guru - Education, Economic and Political Studies

Pembelajar yang terus belajar. Berdetak untuk bermanfaat

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kasus Pelaporan Guru: Tinjauan Fenomena Pendidikan dan Sosial

11 November 2024   08:20 Diperbarui: 11 November 2024   09:45 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam pergaulan sosial sering kita lihat bahkan jumpai bahwa aksi "gagah-gagahan" terjadi di sekitar kita, mulai dari permasalahan sejak masa kanak-kanak seperti "gue laporin bapak gue lo, bapak gue kan..." atau misalnya saat dewasa ketika ditilang polisi karena pelanggaran "saya laporin om saya yang...". Contoh lain seperti kurang baiknya dalam pengendalian emosional atau bahasa sederhananya mudah sewotan seperti "apa lo? Berani sama gue?" atau "gue tonjok lo ya". Hal ini kemudian yang mewarnai pergaulan di masyarakat kita. Tentu ada beberapa daerah yang masih terjaga sopan santunnya dalam cakupan yang kecil, namun media sosial hari ini turut berperan aktif menyebarkan kata-kata dan perilaku yang tidak pantas.

Sebenarnya masyarakat kita adalah masyarakat yang kolektif, gotong royong, dan sopan namun hari ini pola pergaulan yang terjadi di suatu tempat dicoba untuk di adopsi oleh masyarakat di tempat lain namun dengan pengartian yang lain, bahkan memang dengan sengaja mengikuti pola pergaulan yang salah untuk dikatakan mengikuti tren yang sedang terjadi khususnya di media sosial. Budaya FOMO untuk saling menunjukkan kekuatan pun semakin terlihat jelas, baik ingin dianggap hebat oleh keluarga terdekat atau masyarakat luas. Wacana viralitas yang menggema seiring berkembang pesatnya internet pun mendorong masyarakat memposting berbagai macam hal sampai hal-hal yang tak tau malu dan kebohongan. Seperti kasus Audrey yang menyita perhatian banyak masyarakat namun pada akhirnya terbongkar itu karangannya sendiri.

Maka dari itu perlunya peran dan kesadaran setiap individu untuk berpikir jernih dan setiap institusi dapat memainkan perannya dengan tepat. Sebagai masyarakat memang akan kesulitan membedakan mana yang ingin mencari perhatian dan mana kejadian yang perlu didukung. Karena hari ini memang banyak sekali aksi provokatif baik dari buzzer bayaran, akun yang memposting spam, dan memberikan narasi provokatif untuk menarik viewers dan uang yang tidak mempedulikan bahwa berita yang disampaikannya benar atau tidak baik dari keluarga terdekat atau akun yang tidak kita ketahui kredibilitasnya.

Semoga kedepannya setiap pihak yang terlibat dalam perselisihan di lingkungan sekolah yang tidak mengarah pada perbuatan kriminalitas tidak perlu sampai berujung pada laporan kepolisian atau bahkan sampai melakukan pemerasan dengan meminta sejumlah uang. Setiap sekolah perlu membuat sebuah komite atau dewan yang dapat tanggap, cepat, dan efektif dalam menyelesaikan permasalahan ini. Jangan sampai guru yang memiliki peran membentuk karakter dan kedisiplinan malah tidak berani mengambil peran tersebut karena ancaman pelaporan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun