Mohon tunggu...
Muhammad Firdaus
Muhammad Firdaus Mohon Tunggu... Guru - Education, Economic and Political Studies

Pembelajar yang terus belajar. Berdetak untuk bermanfaat

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Percepatan Pengentasan Kemiskinan di Tengah Pusaran Penurunan Kelas Menengah Indonesia

19 September 2024   09:21 Diperbarui: 19 September 2024   09:40 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Dalam mewujudkan Indonesia emas 2045 terdapat pilar pemerataan pembangunan dengan salah satu tujuan yang hendak dicapai oleh pemerintah ialah percepatan pengentasan kemiskinan namun hal ini menimbulkan pertanyaan tersendiri bagi masyarakat Indonesia ditengah merosotnya kelas menengah yang rentan miskin.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin pada bulan Maret 2024 sebanyak 25,22 juta jiwa, apabila dibandingkan dengan tahun 2014 sebesar 28,28 juta jiwa maka terjadi penuruna sebanyak 3,06 juta jiwa sepanjang satu dekade pemerintahan kabinet Indonesia Maju jilid 1 dan jilid 2 ini. 

Bayang-bayang dari kelas menengah yang santer diberitakan memenuhi lini masa akan menjadi tantangan baru bagi pemerintahan presiden terpilih selanjutnya, karena hal ini yang akan diwariskan bersamaan dengan utang negara Indonesia yang meningkat drastis dari Rp2608,78 triliun menjadi Rp8.262,10 triliun sesuai dengan laporan Kementerian Keuangan pada akhir Maret 2024.

Berbagai hal telah dilakukan pemerintah dalam mepercepat penurunan kemiskinan dalam satu dekade terakhir yang nyatanya perlu menghabiskan banyak sumber daya termasuk kenaikan utang yang hampir empat kali lipat. Hal ini menjadi lebih menegangkan lagi karena pada saat pandemi dan pasca pandemi hingga sekarang penurunan kelas menengah ke kelas menengah rentan miskin yang artinya apabila ada gejolak sedikit saja akan membuat kelas menengah rentan miskin tersebut berubah menjadi kelas miskin baru.

Dalam percepatan pengentasan kemiskinan yang di targetkan dapat turun di angka kemiskinan nasional 7,5% di Tahun 2024 dan juga kemiskinan ekstrem 0 persen pada 2024, Wakil Presiden (Wapres) K.H. Ma'ruf Amin selaku Ketua Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) menginstruksikan kementerian dan lembaga terkait seperti Kementerian Sosial, Kementerian Tenaga Kerja, Kementrian Koperasi dan UKM, atau di tempat-tempat lain perlu mengoptimalkan program dan bahkan kalua perlu menambah anggaran program tersebut yang disampaikan saat memimpin Rapat Koordinasi Tingkat Menteri tentang Percepatan Pencapaian Target Penurunan Kemiskinan Tahun 2024, di Istana Wakil Presiden, Kamis 22 Februari 2024.

Pada awal tahun 2023 Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) menyatakan sebagian anggaran Rp500 triliun untuk pengentasan kemiskinan di "sejumlah instansi tertentu" tersedot untuk "studi banding dan seminar di hotel" yang diambil berdasarkan data Kemenkeu tahun 2022. Sebelumnya, Kemenkeu melaporkan belanja perjalanan dinas PNS secara umum membengkak hingga 72% pada 2022 lalu. Semula RP27,3 triliun menjadi Rp37,8 triliun.

Hal ini tentu perlu dibenahi Kemen PANRB dalam mengecek proses bisnis, penyempurnaan regulasi agar dapat menajamkan RB tematik pengentasan kemiskinan lewat indikator-idnikator baru untuk mempercepat penurunan kemiskinan, reformulasi program/kegiatan sehingga lebih tepat sasaran. Hal ini menjadi penting karena yang perlu diperbaiki terlebih dahulu yaitu orang-orang yang akan melaksanakan dan mengemban tugas menjalankan program yang tela dibuat, sehingga cita-cita penurunan angka kemiskinan 7,5% dapat terwujud.

Pembayaran utang jatuh tempo pada 2025 sebesar Rp800,33 triliun yang naik hampir dua kali lipat dari tahun 2024 sebesar Rp434,29 triliun tentunya akan menambah beban pembayaran yang perlu dikeluarkan pemerintah. Selain postur anggaran, sumber pendapatan lain yang berpotensi untuk menambah anggaran pemerintah dalam pelunasan ini berasal dari kenaikan PPN 11% yang kemudian di tahun 2025 akan naik lagi sebesar 12% membuat beban yang harus ditanggung masyarakat kian meningkat walaupun anggaran perlindungan sosial masih diangka Rp504,7 triliun pada RAPBN tahun 2025 mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya sebesar Rp496,8 triliun rupiah.

Ditengah gencarnya program percepatan pengentasan kemiskinan, terdapat sebuah permasalahan yang tidak bisa dianggap sederhana dalam beberapa tahun terakhir ketidakstabilan industri pada saat pandemi dan pasca pandemi ini membuat perusahaan di beberapa industri harus menutup pabrik bahkan usahanya, hal ini berdampak pada pengurangan jumlah pekerja dan pemutusan hubungan kerja. Tercatat oleh Kemnaker dari bulan Januari hingga akhir Agustus mencapai 46.240 pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja. Hal ini memiliki efek berganda karena pekerja tersebut ada yang sudah berkeluarga.

PPN naik menjadi 12%, kenaikan iuran BPJS Kesehatan, potensi kenaikan harga BBM, ketidakstabilan harga pangan, dan ketidakstabilan geopolitik di tahun 2025 menjadi sederet tantangan baru bagi kelas menengah untuk bertahan hidup. Kenaikan UMP yang dirasakan oleh para pekerja tidak begitu signifikan karena kenaikan UMP hanya menutupi kenaikan pada besaran inflasi yang terjadi.

Pemerintah perlu serius dalam menggarap dunia industri di Indonesia, selain mengandalkan tren booming harga komoditas yang membuat surplus ekspor yang diperkirakan akan menurun tren tersebut seiring usaha normalisasi pasca pandemi covid-19. Tidak adanya pembangunan industri secara masif dalam beberapa tahun terakhir karena masih tingginya suku bunga yang berpengaruh terhadap tingkat biaya dan biaya modal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun