Mohon tunggu...
Muhammad Firdaus
Muhammad Firdaus Mohon Tunggu... Guru - Education, Economic and Political Studies

Pembelajar yang terus belajar. Berdetak untuk bermanfaat

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Menakar Eksistensi Batu Bara di Tengah Transisi Energi Baru Terbarukan terhadap Ketahanan Energi Nasional

17 Januari 2022   13:45 Diperbarui: 17 Januari 2022   14:08 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Batu bara - bahan bakar fosil - adalah sumber energi terpenting untuk pembangkitan listrik dan berfungsi sebagai bahan bakar pokok untuk produksi baja dan semen. Namun demikian, batu bara juga memiliki karakter negatif yaitu disebut sebagai sumber energi yang paling banyak menimbulkan polusi akibat tingginya kandungan karbon. Sumber energi penting lain, seperti gas alam, memiliki tingkat polusi yang lebih sedikit namun lebih rentan terhadap fluktuasi harga di pasar dunia. Dengan demikian, semakin banyak industri di dunia yang mulai mengalihkan fokus energi mereka ke batu bara.

Ditengah meningkatnya harga energi dunia, harga batu bara pun ikut naik melewati angka $200 per ton. Kenaikan harga yang sedang terjadi tentu akan mendorong PLN untuk meraup untung yang tinggi. Hal ini pun dimanfatkan oleh pemerintah untuk menahan keran ekspor batubara Indonesia sejak tanggal 1 sampai 31 Januari 2022, pada akhirnya di buka kembali dipertengahan januari ini akibat desakan negara Korea Selatan, China, Jepang dan negara tujuan ekspor batubara Indonesia lainnya yang kebingungan akibat cadangan batubara dinegaranya semakin menipis.

Larangan ekspor tersebut ditengarai krisis kebutuhan batu bara untuk pasar domestik yang dialami Indonesia sebagai negara pengekspor batu bara. Kritisnya pasokan di dalam negeri karena tak diberlakukannya Domestic Market Obligasion (DMO). PLN membutuhkan stok 20 juta metrik ton untuk memastikan stok aman hingga 20 hari. Pada tanggal 5 januari PLN masih kekurangan 6,1 juta metrik ton batu bara untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Indonesia saat ini merupakan eksportir utama batu bara termal di dunia dengan volume ekspor mencapai 400 juta ton (2020), atau setara dengan 40% dari ekspor batu bara jenis pembangkit listrik tersebut yang beredar di pasar global-menurut data International Energy Agency (IEA).

Cadangan batu bara Indonesia terbilang sangat besar dengan jumlah 125,28 miliar ton dan cadangan yang dapat ditambang sebesar 32,36 miliar ton. Selama 13 tahun terakhir (2003-2016), produksi batubara Indonesia terus meningkat rata-rata 11% setiap tahunnya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan ekspor

Pada masa mendatang, kebutuhan batubara oleh industri domestik akan semakin besar. Perkiraan kebutuhan batubara oleh industri domestik 2020-2035 ini sangat penting, disebabkan keberadaan bahan bakar minyak semakin terbatas, karena yang sudah dieksploitasi tidak dapat terbarukan, sehingga akan menjadi langka dan harganya akan makin mahal (Haryadi, 2018).

Giatnya mempensiunkan PLTU diberbagai negara termasuk Indonesia. Rencana ini memakan anggaran jumbo karena pemerintah harus mengkompensasi kontrak penjualan yang terlanjur disepakati antara pemilik PLTU batu bara kepada PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Biaya pensiun dini PLTU batu bara tidak sebatas menghentikan operasional pembangkit. 

Pemerintah juga harus mencari pengganti atas pasokan energi yang hilang dari pensiun dini tersebut. Pengembangan industri ini juga harus sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) dan Perjanjian Paris.

Langkah untuk mempensiunkan batu bara tidak mudah mengingat mayoritas pasokan listrik di Indonesia berasal dari pembangkit batu bara. Data Kementerian ESDM menunjukkan 50% dari kapasitas daya listrik Indonesia bersumber dari PLTU.

Selain lambatnya pengembangan energi baru dan terbarukan, melimpahnya cadangan dan harga tinggi batu bara membuat banyak perusahaan masih tergoda memanen dan memanfaatkannya menjadi produk turunan. Seperti Bukit Asam, sejumlah raksasa pertambangan batu bara menyiapkan proyek gasifikasi---meski emisi karbon gasifikasi batu bara masih lebih tinggi dibanding elpiji yang digantikannya.

Perubahan arah kebijakan energi nasional yang sedang mengarah ke penutupan PLTU agaknya tak membikin risau penambang batu bara. Batu bara masih menjadi andalan untuk memasok pembangkit listrik beban dasar dengan harga terjangkau di sebagian besar negara, terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Perusahaan-perusahaan penambang batu bara akan memposisikan diri memenuhi permintaan batu bara yang masih akan ada di masa mendatang.

Ketahanan energi nasional merupakan hal yang wajib dilaksanakan pemerintah untuk menjaga kelangsungan kehidupan negara Indonesia yang hari ini seluruhnya membutuhkan listrik. Dengan segala usaha untuk menciptakan kebaruan dalam bidang energi, pada posisi cadangan batu bara Indonesia yang sangat besar bukan berarti terus bertahan dalam kenyamanan dengan sumber energi batu bara ini. Upaya transisi energi yang kurang ramah lingkungan ini perlu diseriusi pemerintah baik dari penyediaan biaya, lahan dan jenis energi terbarukan yang potensial dibangun secar masif di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun