Mohon tunggu...
Muhammad Zurri Shulthan
Muhammad Zurri Shulthan Mohon Tunggu... Buruh - Mahasiswa

seorang pelajar yang suka ngopi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dari Kampus Islam Menuju Panggung Diskotik, Kerelaan Mengorbankan Identitas Demi Euforia Semata

2 Desember 2024   14:16 Diperbarui: 2 Desember 2024   14:20 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kampus IAIN Ponorogo sebagai wilayah keislaman harusnya dijadikan arena pembentukan peradaban, bukan sebagai panggung untuk mencurahkan kesenangan dengan membiaskan Indentitas

Sabtu 30 November 2023, Festival Watoe Dhakon (FWD) menutup rangkaian kegiatannya dengan sebuah konser megah. Lampu yang mengiasi , bass yang berdentum, dan alunan musik EDM memenuhi halaman kampus. Para mahasiswa bersorak, menari tanpa batasan, mengisi ruang yang seharusnya menyiratkan makna keislaman. Apakah ini suatu ekspresi refleksi kesuksesan sebuah acara? Atau justru suatu representasi dari ironi yang menampar identitas kita?

Konser ini bukan sekadar hiburan. Di balik panggung megah dan alunan musik modern, muncul beberapa pertanyaan mendalam tentang integritas sebuah lembaga yang mengemban nama "Islam." Kemana batas toleransi antara modernisasi dan identitas? Apakah ini sebuah bentuk moderasi, atau justru hilangnya ruh Islami di balik euforia?

Marketing atau Kehilangan Arah?

Institut Agama Islam (IAIN) Ponorogo sebagai lembaga pendidikan Islam, memiliki tanggung jawab besar untuk memadukan nilai-nilai tradisional dengan kebutuhan modern. Namun, ketika strategi pemasaran yang digunakan lebih menyerupai acara hiburan sekuler, maka perlu adanya evaluasi yang mendalam.

Konser dengan suasana diskotik, lengkap dengan musik EDM dan suasana tanpa batas, memang terlihat "menarik" bagi kalangan muda. Tapi, apakah ini citra yang ingin disampaikan oleh kampus Islam kepada calon mahasiswa baru? Apakah mahasiswa akan mengenang kampus ini sebagai tempat menempa ilmu dan akhlak, atau sekadar ruang untuk hiburan tanpa nilai?

Dalam konteks pemasaran, penting untuk menarik perhatian audiens. Namun, seperti peribahasa, besar pasak daripada tiang, jangan sampai upaya untuk  menarik mahasiswa baru, justru meruntuhkan fondasi nilai yang menjadi ciri khas institusi. Identitas Islam bukan sesuatu yang bisa dikompromikan demi popularitas sesaat.

Instagram: @fakedopp
Instagram: @fakedopp

Ketika Hiburan Mengikis Identitas
Tentunya sebagai manusia normal kita tidak menentang hiburan. Hiburan saat ini sudah menjadi bagian dari kehidupan, untuk melepaskan penat dan relaksasi. Dalam Islam kita telah diajarkan terkait konteks keseimbangan antara dunia dan akhirat. Namun, seperti peribahasa, jangan pernah bersangka air yang tenang tiada buaya. maka disini hiburan yang tanpa adanya batasan justru dapat menenggelamkan makna dan identitas.

Genre EDM, dan suasana yang menyerupai diskotik jelas tidak mencerminkan nilai-nilai Islami yang menjadi fondasi kampus ini. Apakah sudah benar ini merupakan cara terbaik untuk dijadikan sebagai puncak rangkaian acara FWD di lingkungan keislaman? Tentunya opsi ini menyisakan tanda tanya besar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun