Ini menjadi masalah serius bagi masyarakat kita. Satu faktor yang menjelaskan mengapa konten erotis dan receh begitu digandrungi mungkin berasal dari bagaimana otak kita bekerja.
Neuron-neuron kita cenderung merespons secara instan pada rangsangan visual dan hal-hal yang memicu sensasi cepat. Ini bisa menjelaskan mengapa konten seperti itu mendapatkan begitu banyak perhatian.Â
amun, dampak negatifnya tidak dapat diabaikan. Konsumsi konten erotis secara berlebihan dapat mengurangi interaksi sosial dan membuat kita kehilangan fokus pada hal-hal yang lebih penting.
Tak hanya itu, dengan banyaknya promosi judi online yang muncul di konten-konten seperti ini, penonton mungkin dengan mudah tergiur dan akhirnya terjerat masalah seperti pinjaman online (pinjol).
Dari fenomena ini, kita bisa menyimpulkan bahwa "atensi ekonomi" nyata dan menjadi perhatian dari orang lain menjadi komoditas yang dapat dimanfaatkan oleh konten kreator. Semakin besar atensi yang didapatkan, semakin besar pula potensi keuntungan yang mereka raih—meski terkadang dengan cara yang meragukan secara etis.
Namun, kita juga harus berhati-hati. Konten kreator yang bergantung pada skandal atau tema erotis sering kali hidup tanpa kejelasan masa depan. Skandal dan kontroversi mungkin membuat mereka kembali menjadi sorotan, tetapi apakah itu benar-benar keberlanjutan? Dan apa akibatnya bagi mereka dan audiens mereka dalam jangka panjang?
Sebagai konten kreator atau bahkan sebagai konsumen, kita harus mulai memahami betapa besarnya dampak konten terhadap hidup kita. Jika kita hanya berfokus pada mencari atensi tanpa memikirkan kualitas atau dampak sosial dari apa yang kita bagikan, kita mungkin sedang membangun fondasi yang rapuh. Pada akhirnya, tanggung jawab bukan hanya pada konten kreator, tapi juga pada kita sebagai audiens yang memilih apa yang kita tonton dan dukung.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H