Mohon tunggu...
Muhammad Zurri Shulthan
Muhammad Zurri Shulthan Mohon Tunggu... Buruh - Mahasiswa

seorang pelajar yang suka ngopi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pasal Ambigu, Indikasi Pelanggaran Syarat Perkaderan, Hingga Sikap Acuh tak Acuh oleh Pengurus HMI cabang Ponorogo

1 Juni 2024   08:12 Diperbarui: 1 Juni 2024   17:22 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

HmI merupakan Organisasi mahasiswa Islam tertua yang hingga kini masih eksis dalam dunia perkaderan. Berdirinya HmI tidak sesimpel ada mahasiswa lalu terbentuklah organisasi ini. Namun, terbentuknya HmI berdasarkan perundingan oleh 14 mahasiswa pada mata kuliah tafsir di STI Yogyakarta pada 5 Februari 1947, maka dari perundingan tersebut maka lahirlah HmI. 

HmI sebagai Organisasi berhasil bertahan hingga masa kini disebabkan memiliki sifat independensi atau tidak memihak sana dan sini, selain dari sifatnya ada satu peran penting mengapa HmI masih eksis yaitu Konstitusi. 

Konstitusi sendiri merupakan peraturan dasar yang menjadi patokan atau pedoman seorang kader dalam menjalankan organisasi. Seiringan berjalannya waktu konstitusi HmI terus berubah dengan melihat kondisi zaman, terhitung sejak pendiriannya pada 5 februari 1947 maka Konstitusi HmU sudah beberapa kali melakukan revisian dimulai dari pembentukan konstitusi pertama yang mengatur Anggaran Dasar pada 30 november 1947 pada kongres HmI pertama dan disahkan pada tanggal 4 september 1953 pada kongres ke tiga di jakarta hingga kini pada kongres ke 32 di pontianak lengkap sudah konstitusi HmI dengan berisikan AD/ART, pedoman, serta sanksi.

Berbicara mengenai kesempurnaan maka tidak ada sesuatu di dunia ini yang sempurna (istilah = sempurna sifat manusia dikatakan istilah karena tuhan tak bisa disamakan dengan sifat manusia) kecuali sang pencipta. Hal berdasarkan pengalaman  saya melihat dan adanya kemungkinan bahwa ketidak tahuan syaa terhadap konstitusi HmI khususnya pada pedoman perkaderan terbaru, namun dari beberapa file dan situs yang saya temukan kurang lebih hasilnya masih sama pada pasal dan bagian syarat keanggotaan dan persyaratan mengikuti training lanjutan (LK2, SC, LK3, Dll). Adapun kegelisahan saya terhadap kejanggalan tersebut dikarenakan adanya anggota/kader HmI yang mengikuti pelatihan ke jenjang lanjutan (LK2/SC) dan telah diketahui bahwa ia tidak berstatus mahasiswa aktif bukan karena cuti ataupun DO melainkan karena tidak mau melanjutkan perkuliahan sampai tahap registrasi ulang selama 2 semester sehingga ditetapkannya dengan status (non aktif), justru yang sangat saya herankan dalam pada kasus ini adalah peran komisariat yang mengizinkan dan cabang/bpl yang acuh tak acuh terhadap status kader sebagai mahasiswa (disini saya membawa cabang karena diketahui bahwa sang kader menempati cabang dan berdasarkan pengakuannya ia dipromosikan menjadi pengurus BPL dengan persyaratan SC). 

Berkaitan dengan hal tersebut maka saya menyimpulkan beberapa poin terkait dengan kegelisahan saya yaitu :


Pasal Perkaderan yang Ambigu dan Samar-samar
Sudah jelas bahwa konstitusi memuat banyak pasal yang mengatur kader dan sebagai pedoman dalam menjalankan organisasi seperti yang telah disinggung pada pendahuluan tadi. 

Pada kali ini kita akan membahas tentang pasal yang canggung dan bermakna ambigu karena terhitung sejak awal pengesahannya  tidak ada penjelasan lebih lanjut terhadap pasal ini yakni pada AD HmI bab IV pasal 7 terkait dengan status, pasal 10 AD HmI, dan pada ART HmI Bab I bagian I hingga bagian ke V tidak ada penjelasan berkaitan dengan status dan hanya mengatakan "Mahasiswa Islam" dilanjutkan pada bab I pasal 1 ART HmI "......dibuktikan dengan terdaftar dalam perguruan tinggi". 

Sebagaimana yang telah diuraikan diatas bahwa kondisi Mahasiswa Non-Aktif apakah dapat dikatakan mahasiswa atau tidak ? Jika ya lantas bagaimana jika diketahui bahwa ia tidak melanjutkan studinya dan meninggalkan organisasi maka apa gunanya perkaderan/pelatihan lanjutan yang telah ia dapatkan jika tidak memberikan dampak apapun bagi kader yang berada di komisariat, disini kita membicarakan dampak oleh kader dengan pelatihan lanjutan bagi komisariat bukan dampak bagi individu (tak perlu dijelaskan manfaat bagi individu, jelas banyak). 

Dengan demikian maka penting untuk mengetahui kejelasan terkait dengan status keanggotaan jadi status keanggotaan seharusnya juga berdasarkan status kemahasiswaannya di perguruan tinggi.

Dokumen priibadi
Dokumen priibadi
Kader Tidak Memenuhi Syarat
Setelah membedah pasal yang ambigu dan samar-samar sehingga muncullah pertanyaan terkait dengan bagaimana status keanggotaan HmI yang jelas dan telah disinggung dengan pertanyaan lanjutannya. 

Selanjutnya, jika dikatakan bahwa status keanggotan kader hanya berdasarkan lulus Latihan Kader I tanpa melihat status pada perguruan tinggi, maka hal ini melanggar pasal 7 tentang status pada bab I AD HmI terkait dengan "Mahasiswa Islam" tak perlu penjelasan apa itu mahasiswa, secara umum sudah diketahui bahwa orang yang melanjutkan studi pada perguruan tinggi ia disebut dengan mahasiswa, dan bukannya pada pasal 10 AD HmI telah disebutkan bahwa "Yang dapat menjadi anggota HMI adalah mahasiswa Islam yang terdaftar pada perguruan tinggi dan/atau yang sederajat .......", juga pada pasal 1 ART menjelaskan tentang anggota muda dibuktikan dengan terdaftar pada perguruan tinggi. 

Sehubungan dengan adanya peraturan tersebut yang saya jadikan sebagai landasan dalam perumusan masalah maka, dapat dikatakan bahwa kader yang telah dimaksudkan pada awal pembahasan tidak memenuhi syarat sebagai kader dalam organisasi maka dari pada hal tersebut gugurlah semua pencapaian pelatihan lanjutan yang telah dicapainya. Belum lagi jika kita membahas persyaratan LK 2 yang hanya mensyaratkan sertifikat LK 1 atau surat rekomendasi komisariat sebagai bukti bahwa ia adalah kader di HmI begitupun SC, dan LK 3 seterusnya.

Pada pasal 6 tentang masa keanggotaan di bagian ketiga ART Hmi juga sangat ambigu karena tidak tercantum usia minimum kader. Usia minimum kader haruslah dicantumkan sehingga jika ada mahasiswa dari kelas karyawan dengan usia lebih dari 30 tahun tak bisa mendaftar yang mana umumnya pada usia tersebut sudah masuk menjadi bagian dari anggota/pengurus KAHMI bahkan kejadian pada latihan kader 1 terdapat mahasiswa dengan usia 50 tahunan menjadi peserta pelatihan namun setelah melalui diskusi panjang antara master of training dengan steering committee maka diputuskan bahwa peserta tersebut tak bisa diluluskan.

Upgrade Konstitusi
Dari beberapa pasal yang menurut penulis ambigu dan masih samar-samar berkaitan dengan status keanggotaan HmI sehingga sudah sepantasnya pengurus cabang dan pengurus besar Himpunan Mahasiswa Islam dalam kongresnya melakukan upgrade dan melakukan revisi serta menambahkan penjelasan mendetail berkaitan dengan status keanggotaan. 

Ketakutan saya bilamana tak ada perubahan pada pasal yang mengatur terkait dengan status keanggotaan kedepannya akan banyak pihak yang akan menyelewengkan pasal tersebut, contoh saja agar eksis dan mendapatkan relasi yang nantinya digunakan untuk kepentingan pribadi. Belum lagi telah disinggung adanya peserta dengan umur 30 tahun ke atas walaupun berstatus sebagai mahasiswa aktif pada kelas karyawan, namun terpaksa kelulusannya dibatalkan karena faktor umur dan beberapa faktor lainnya yang menjadi pertimbangan. Maka penting untuk mengkaji lebih dalam terkait dengan konstitusi HmI dan harus dilakukan beberapa perubahan ran penambahan pasal sehingga pasal tidak ada yang samar dan ambigu terkait dengan penjelasannya.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi

Peran Konyol Pengurus HmI Cabang Ponorogo
Memang lucu dan sangat disayangkan bila kita kembali pada kasus di mana cabang membiarkan dan meloloskan kader dengan status mahasiswa tidak aktif yang diketahui bahwa kader tersebut hari-harinya berada pada lingkungan (sekretariat) cabang. Pembiaran atau sikap cabang yang terbilang acuh tak acuh dalam proses perkaderan anggota juga merupakan suatu hal yang haruslah dikritik. Bahkan, adanya kritikan dan sindiran berkaitan dengan masalah persyaratan kader malah dibalas dengan sindiran  dan bukannya melakukan introspeksi atau memperbaiki kepengurusan. 

Pada pleno I yang diadakan untuk evaluasi semesteran kinerja pengurus HmI cabang Ponorogo sudah banyak hal yang dibahas dan beberapa kali sudah disinggung terkait dengan hal tersebut, namun dapat dicermati dengan seksama bahwa ambisi pengurus cabang HmI Ponorogo untuk mengadakan kegiatan SC sangat besar sehingga kritikan terhadap cabang stelah pleno bagaikan angin yang sekadar lewat layaknya orang jawa lewat dengan mengatakan "monggo/mangga dll" maka permasalahan tersebut belum pernah terselesaikan. Belum lagi jika diperhatikan bahwa banyaknya pengurus cabang yang tidak menjalankan amanah padahal sudah melakukan ikrar pada pelantikan, bahkan sampai pada titik ini saya masih mempertanyakan ada apa dengan kepengurusan cabang HmI Ponorogo ? Kemana Majelis Pengawas dan Konsultasi HmI cabang Ponorogo ?

Penutup
HmI sebagai  wadah perkaderan haruslah dijaga dengan sebaik-sebaiknya dan dengan menjalankan organisasi maka haruslah berdasarkan Konstitusi. Adapun konstitusi harus mampu untuk menjabarkan setiap kata yang tercantum pada pasal-pasal yang ada sehingga tidak menimbulkan simpang siur dalam memahami peraturan yang telah disahkan. Kritikan saya hanya berfokus pada status kemahasiswaan kader jika dibalas dengan "yang penting ia mampu menjalankan" maka jelas sudah memang kita bobrok dari awal dan tidaklah patut bagi kita untuk mengkritik pemerintah yang melanggar konstitusi. Wallahu a'lam bisshowab.


Ditulis atas kegelisahan yang terus berdatangan tanpa henti, dari paragraf pertama hingga anak point ditulis sampai pukul 00.43 tulisan terpaksa dituliskan dikarenakan kegelisahan yang tak kunjung reda, adapun beberapa kali penulis sudah mencoba melupakan dan kembali lagi mata tak mampu terpejam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun