Mohon tunggu...
Muhammad Zulkifli
Muhammad Zulkifli Mohon Tunggu... Dosen - Dosen IAIN Palopo

Tanpa basa-basi

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Pengampunan Pajak untuk konglomerat, Beban bagi Rakyat

25 Desember 2024   20:15 Diperbarui: 25 Desember 2024   20:34 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengampunan pajak atau tax amnesty sering kali dianggap sebagai solusi untuk mengatasi masalah defisit anggaran negara, namun kebijakan ini membawa dampak yang tidak selalu adil bagi rakyat, terutama jika lebih banyak memberikan keuntungan kepada konglomerat dan pengusaha besar. Pengampunan pajak pada dasarnya memberikan kesempatan bagi wajib pajak, termasuk konglomerat, untuk membayar pajak terutang dengan tarif yang lebih rendah, atau bahkan tanpa dikenakan sanksi administrasi. Meskipun ini bisa membantu meningkatkan penerimaan negara dalam jangka pendek, namun dampaknya bagi keadilan sosial patut dipertanyakan.

Salah satu dampak negatif dari pengampunan pajak adalah menciptakan ketidaksetaraan antara rakyat kecil dan konglomerat. Konglomerat yang sudah memiliki akses lebih besar terhadap sumber daya dan penasihat pajak sering kali mendapat manfaat lebih besar dari kebijakan ini. Mereka bisa menyelesaikan kewajiban pajak mereka dengan biaya yang lebih rendah, sementara rakyat kecil yang tak memiliki kemampuan untuk menghindari pajak tetap harus membayar pajak secara penuh tanpa fasilitas seperti itu. Ini bisa memperburuk ketimpangan sosial yang sudah ada.

Konglomerat dan perusahaan besar yang diuntungkan dari pengampunan pajak juga seringkali tidak menunjukkan kepedulian terhadap dampak sosial dari kebijakan ini. Meskipun mereka mendapatkan keringanan dalam kewajiban perpajakan, tidak ada jaminan bahwa mereka akan menginvestasikan kembali keuntungan tersebut dalam bentuk pengembangan ekonomi yang bermanfaat bagi masyarakat luas. Dalam banyak kasus, mereka lebih memilih untuk memindahkan keuntungan mereka ke luar negeri atau menggunakannya untuk memperkaya diri mereka sendiri, tanpa memberikan kontribusi yang signifikan bagi pembangunan negara.

Selain itu, pengampunan pajak bagi konglomerat sering kali dianggap sebagai bentuk pembiaran terhadap praktik penghindaran pajak yang sudah berlangsung lama. Dalam banyak kasus, mereka yang mendapatkan pengampunan pajak adalah mereka yang sudah lama menghindari kewajiban perpajakan atau bahkan melakukan penggelapan pajak. Pengampunan ini memberi sinyal buruk bahwa pelanggaran terhadap kewajiban pajak dapat dengan mudah diampuni, yang pada gilirannya mendorong praktik-praktik serupa di masa depan.

Lebih jauh lagi, pengampunan pajak dapat memicu ketidakpercayaan masyarakat terhadap sistem perpajakan itu sendiri. Jika pajak hanya dianggap sebagai alat yang bisa "dibeli" untuk menghindari kewajiban yang sah, maka kepercayaan masyarakat terhadap kewajiban membayar pajak bisa menurun. Ini akan semakin mempersulit pemerintah untuk mengumpulkan dana dari rakyat kecil yang sudah membayar pajak dengan jujur.

Dalam konteks ekonomi, pengampunan pajak bagi konglomerat bisa jadi hanya solusi sementara yang tidak menyelesaikan akar masalah. Sumber utama dari defisit anggaran negara bukanlah kurangnya pengampunan pajak, melainkan ketimpangan dalam sistem perpajakan yang memungkinkan konglomerat dan perusahaan besar untuk menghindari kewajiban mereka. Menggantungkan solusi fiskal pada kebijakan pengampunan pajak hanya akan membuat masalah struktural ini tetap ada.

Pengampunan pajak, meskipun mungkin efektif dalam meningkatkan pendapatan jangka pendek, bisa berbahaya dalam jangka panjang jika tidak disertai dengan reformasi yang lebih mendalam dalam sistem perpajakan. Alih-alih memberikan pengampunan, pemerintah seharusnya memfokuskan diri pada perbaikan sistem perpajakan yang lebih adil dan efisien, sehingga wajib pajak yang berpenghasilan tinggi dan perusahaan besar tidak bisa lagi menghindari kewajiban mereka dengan mudah.

Dari perspektif keadilan sosial, pengampunan pajak adalah kebijakan yang sangat problematik. Di satu sisi, rakyat kecil yang berpenghasilan rendah sering kali dipaksa untuk membayar pajak yang tinggi dan tidak mendapatkan fasilitas atau insentif apapun. Sementara itu, konglomerat dan perusahaan besar, yang memiliki banyak celah untuk menghindari pajak, justru mendapatkan kesempatan untuk membayar pajak dengan harga murah. Hal ini jelas mencerminkan ketidakadilan dalam sistem perpajakan.

Pemerintah seharusnya lebih berfokus pada menciptakan kebijakan yang memberikan insentif kepada wajib pajak untuk membayar pajak mereka secara penuh dan tepat waktu. Sebuah sistem yang transparan dan adil, di mana semua pihak, baik pengusaha kecil maupun konglomerat, membayar pajak sesuai dengan kemampuannya, akan menciptakan keseimbangan yang lebih baik dalam pembangunan ekonomi.

Dampak pengampunan pajak terhadap investasi dan perekonomian juga patut dipertanyakan. Sebagian besar konglomerat dan perusahaan besar yang diuntungkan dari kebijakan ini tidak merasa terdorong untuk berinvestasi lebih banyak dalam negeri. Mereka mungkin lebih tertarik untuk mengalihkan dana mereka ke luar negeri atau memanfaatkan celah pajak untuk mengurangi beban pajak mereka lebih jauh. Dengan demikian, pengampunan pajak tidak selalu menjamin peningkatan investasi atau lapangan pekerjaan yang dapat dirasakan langsung oleh rakyat.

Salah satu alternatif yang lebih konstruktif adalah dengan mengedepankan reformasi perpajakan yang mendorong pemerataan beban pajak, tanpa memberikan pengecualian khusus kepada segelintir orang kaya. Pemerintah harus memperkuat sistem administrasi pajak dan menghilangkan celah-celah yang selama ini dimanfaatkan oleh konglomerat dan perusahaan besar untuk menghindari kewajiban mereka. Dengan demikian, negara bisa memperoleh penerimaan pajak yang lebih tinggi tanpa mengorbankan keadilan sosial.

Sebagai kesimpulan, pengampunan pajak untuk konglomerat lebih banyak memberikan beban bagi rakyat kecil yang selama ini sudah menanggung sebagian besar beban pajak. Kebijakan ini cenderung tidak adil dan tidak menyelesaikan masalah struktural dalam sistem perpajakan. Oleh karena itu, solusi yang lebih bijaksana adalah dengan melakukan reformasi sistem perpajakan yang lebih adil dan berkelanjutan, sehingga dapat menciptakan pemerataan dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun