Menganalisa Asas-Asas Perkawinan yang Terdapat pada UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974
Wahyu SamiAji            (222121065)
Muhammad Zaky Asrori     (222121069)
Perkawinan sebagai sebuah institusi sosial memiliki landasan hukum yang kuat untuk mengatur hubungan antara suami dan istri serta hak dan kewajiban yang melekat pada keduanya. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan merupakan landasan utama yang mengatur berbagai aspek penting terkait dengan perkawinan di Indonesia. Dalam makalah ini, akan dilakukan analisis terhadap asas-asas perkawinan yang terdapat dalam UU Perkawinan tersebut. Melalui pemahaman yang lebih mendalam terhadap asas-asas tersebut, diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai konsep dasar perkawinan dalam ranah hukum di Indonesia.
Prinsip-prinsip perkawinan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 mencakup beberapa hal, antara lain:
1.Asas Sukarela
2.Asas Partisipasi Keluarga
3.Perceraian Dipersulit
4.Poligami Dibatasi dengan Ketat
5.Kematangan Calon Mempelai
6.Memperbaiki Derajat Kaum Wanita
7.Asas Pencatatan Perkawinan
Dibawah ini akan dijelaskan menurut pandangan penulis mengenai masing-masing prinsip tersebut.
1. Asas Sukarela
Perkawinan harus didasarkan pada kesepakatan dan kehendak kedua belah pihak tanpa adanya paksaan. Hal ini menjamin bahwa perkawinan dibangun atas dasar kebebasan dan kesetaraan antara suami dan istri. Karena adanya kerela an dan kesadaran diri lah yang diharapkan bisa menjadikan pernikahan yang sakinah mawadah warahmah
2. Asas Partisipasi Keluarga
Prinsip ini menekankan pentingnya partisipasi aktif dan kontribusi  kedua belah pihak yaitu suami dan istri dalam membangun serta menjaga kekompakan serta keharmonisan keluarga, baik dalam  pengambilan keputusan maupun dalam memikul tanggung jawab sebagai anggota keluarga. Hal ini mencerminkan prinsip kesetaraan, saling mendukung dan saling menghormati antara suami  dan istri dalam membangun keluarga yang harmonis.
3. Perceraian Dipersulit
UU ini mengatur prosedur perceraian yang cukup rumit dan mempersulit untuk dilakukan. Hal ini dimaksudkan untuk mendorong pasangan suami istri untuk berusaha menyelesaikan konflik mereka secara damai dan mempertahankan perkawinan. Dan juga di harapkan mampu menekan angka perceraian yang melonjak tinggi.
4. Poligami Dibatasi dengan Ketat
UU ini memberlakukan batasan yang ketat terhadap poligami. Seorang suami tidak diperbolehkan untuk menikahi lebih dari satu istri secara serentak kecuali atas izin dari pengadilan dan syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi. Karena poligami juga menganggu hak -- hak sebagai seorang istri di dalam sebuah pernikahan, dan juga salah satu pemicu terjadinya problematika dalam pernikahan seperti pembagian nafkah yang tidak adil, kasih sayang dll, dan bahkan berujung pada perceraian. Oleh sebab itu lah Undang Undang membatasi jumlah pernikahan.
5. Kematangan Calon Mempelai
Asas tersebut tertuang dalam pasal 7 ayat 1 dan 2 UU Nomor 1 Tahun 1974 yang menjelaskan jika suatu perkawinan hanya diizinkan bilamana calon mempelai pria telah mencapai umur 19 tahun dan calon mempelai wanita berumur 16 tahun, yang saat ini sudah diubah, dimana semua pihak (pria maupun wanita) harus sudah berumur 19 tahun untuk mendapat keturunan yang baik dan sehat, serta memiliki tujuan nikah yang berbudi pekerti luhur. Dan harus meminta izin dispensasi nikah kepada pengadilan agama bilamana terjadi suatu penyimpangan dalam batas minimal usia nikah.
6. Memperbaiki Derajat Kaum Wanita
Asas tersebut bertujuan untuk mengatur permasalahan seperti pembagian harta bersama, perjanjian kawin dan mengatur harta bilamana dalam suatu rumah tangga telah bercerai. Mengingat masih banyak kasus wanita di Indonesia yang masih kurang perhatian dari berbagai hak pasca bercerai dengan sang suami, banyak kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), kasus pelecehan, dan lain sebagainya, maka wanita harus diberi hak dan perlindungan lebih dengan tujuan untuk memperbaiki derajat, serta adil dalam berbagai sudut pandang hukum dan bermasyarakat.
7. Asas Pencatatan Perkawinan
Asas tersebut memiliki tujuan, dalam sebuah ikatan pernikahan harus tertib dan terjaga kesucian antara suami dan isteri. Selain itu asas tersebut juga mencegah pernikahan sepihak antara suami atau isteri terjadi. Bila suatu pernikahan tidak dicatatkan maka akan menimbulkan kerugian sepihak jika terjadi pelanggaran dalam pernikahan karena tidak memiliki kekuatan hukum. Asas ini menjadi keabsahan perkawinan yang tertera dalam pasal 2 ayat (1) Â UU Perkawinan yang berisi tentang suatu pernikahan dikatakan sah apabila sesuai dengan hukum dan agamanya masing-masing, dan setiap pernikahan harus dicatat oleh pemerintah. Bilamana dalam suatu pernikahan tidak sesuai dengan aturan tersebut, maka tidak dianggap sah dalam negara dan tidak memiliki kekuatan hukum.