Mohon tunggu...
Muhammad Zaki Fathullah
Muhammad Zaki Fathullah Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar/Mahasiswa

Bocah Desa

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Cerita Lebaran Tahun Ini, Aku Tidak Takbiran Tahun Ini

10 Mei 2023   22:15 Diperbarui: 10 Mei 2023   22:17 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku ceritakan cerita lebaranku tahun 2023 ini dalam event Kjog - Lebaran 2023.

Setelah waktu berbuka puasa tiba, aku dan teman-teman di pesantren merasa senang dan penuh haru. Pasalnya, pada tahun ini kami dapat melaksanakan ibadah puasa sebulan penuh. Meskipun kami harus melewati bulan Ramadhan tahun ini dengan begitu banyak cobaan dan rintangan untuk melakukan iftar (mokel). 

Setelah berbuka puasa dimalam tanggal satu Syawal tersebut, kami bergegas ke Masjid untuk membaca takbir (takbiran) sebagai tanda bahwa besok sudah Idul Fitri.

Sebelum aku jauh melangkahkan kaki menuju masjid, aku teringat kalau aku mendapat mandat dari salah satu guru di madrasah untuk mengantarkan undangan walimah ke rumah guru yang lainnya. Rencana takbiran malam itu harus aku tinggalkan, karena mengingat mandat yang telah diberikan guru tersebut.

Sebelumnya, aku merupakan orang yang sering membaca takbir pas malam Idul Fitri di masjid yang ada di desaku ataupun mushollah tempatku mengaji dulu. Aku tak pernah absen dalam kegiatan pembacaan takbir di malam Idul Fitri. Jika aku tak bisa membaca di malam hari, maka aku akan membaca di pagi harinya, sebelum sholat 'Ied dilaksanakan.

Kembali lagi ke awal, ketika aku tak bisa membaca takbir di malam harinya, maka aku berencana akan membacanya di pagi hari sebelum pelaksanaan sholat Ied dilaksanakan, "pikirku". Dengan tanpa rasa khawatir, aku mulai berangkat mengantarkan undangan ke guru yang tertera diundangan.

Aku berangkat dengan Taufiq, teman kecilku yang sekarang masih berteman akrab sebagaimana pertemanan dua belas tahun yang silam. Meskipun jalan hidup kita berbeda, -dia seorang huffadz, sedangkan aku hanya bermimpi menjadi huffadz- tak ada batas terhadap tali pertemanan kita. Dia tetap baik sebagaimana layaknya dia, dan aku masih dengan kekonyolanku sebagaimana aku 22 tahun yang lalu.

Aku mengantarkan undangan tersebut dengan Taufiq memakan waktu 3 jam. Bukan rute perjalanan yang jauh, tapi aku mengemudikan sepedaku dikecepatan 20 -- 40 km/jam. Aku menikmati malam Idul Fitri bersama temanku. Aku sangat bahagia. Karena hal tersebut sangat sulit terjadi.

Tak terasa jam sudah jam 22:00 WIB dan akupun mulai mengantuk. Aku berpesan kepada teman-teman di asrama supaya aku juga dibangunin pas adzan subuh besok -Mengingat aku yang terlalu kebo pas tidur.

"Zaki, bangun!!! Dah hampir sholat 'Ied........." kata Arif (teman asramaku di pesantren).

Aku terhenyak. Aku tak percaya. "apakah iya sudah hampir sholat Ied?" gumamku.

"lah, coba liat ini!" kata Arif sambil memberiku ponsel.

Dan benar saja, jam sudah menunjukkan jam 06:14 WIB. Itu artinya sholat Ied sudah tinggal 40an menit.

Aku bergegas ke kamar mandi dan sat set sut......... aku selesai mandi. Aku berharap aku masih bisa membaca takbir sebagaimana yang sering aku lakukan sebagaimana lebaran-lebaran sebelumnya.

Setelah mengenakan baju baru lebaranku tahun ini, aku bergegas ke mesjid berharap ada waktu meski Cuma 1 kali membaca takbir pakai mikrofon. "semoga saja..." harapku sambil berjalan menuju pintu masjid. Dan tiba-tiba, mikrofon diambil alih oleh kiaiku di pesantren yang menunjukkan bahwa sholat Ied sudah akan dimulai.

Aku tak percaya waktu itu. Apakah iya aku  telah melewatkan momen indah yang hanya datang setahun sekali ini? apakah kiai tidak salah jam? Segala pertanyaan muncul dengan sendirinya. Dan aku benar-benar tidak percaya sekali lagi.

Tak lama kemudian, imam sudah di mimbar. Dia mengangkat tangannya. Allahu Akbar........ Allahu Akbar (diikuti oleh makmum yang berada di dalam ataupun di halaman masjid). Akupun melakukan hal demikian, takbiratul ihram dan mulai melebur dalam sholat yang sedari tadi aku namai dengan sholat Ied.

Setelah sholat Ied selesai, imam langsung ke prosesi khutbah hari raya. Dan semua orang mendengarkannya dengan seksama, begitupula denganku. Tapi aku masih berkaca-kaca. Aku menatap kosong ke bawah. Aku tetap saja belum percaya.

Setelah itu, semua orang bersalam-salaman di masjid, begitupula denganku. Aku menyalami semua orang yang ada di mesjid kala itu, baik tua maupun muda, semuanya tak terlewatkan. Semua orang aku maafkan waktu itu, tapi tidak dengan diriku sendiri.

Aku tak bisa memaafkan diriku yang ceroboh ini. Andaikan tadi malam aku bertakbir meski hanya 5 menit, mungkin aku tak akan merasa bersalah seperti ini. tapi aku lebih memilih untuk tidur malam itu. Aku masih tak bisa memaafkan diriku sekarang ini.

Aku berdoa, agar Tuhan memberikan aku umur panjang yang berkah. Sehingganya aku diberi kesempatan olehNya untuk bisa merayakan idul fitri bersama teman-teman di pesantren dengan cara pembacaan Takbir di masjid. Meski tanpa pertunjukan kembang api, tapi jika bersama mereka hatiku tak merasa sepi.

"Barang siapa yang menghidupkan malam hari raya, Allah akan menghidupkan hatinya disaat hati orang-orang sedang mengalami kematian" HR. Ibnu Majah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun