Pada malam 3 Desember 2024, Universitas Darussalam Gontor menjadi saksi diskusi hangat dan mendalam dalam sesi ketiga workshop bertajuk "Pesantren dan Islamization of Knowledge". Sesi yang dipandu oleh Assoc. Prof. Dr. KH Ahmad Hidayatullah Zarkasyi, M.A. ini membahas konsep "Kepondokmodernan" sebagai salah satu ciri khas Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG).
Saat malam menjelang pukul delapan, para peserta sudah memenuhi ruangan, menantikan pemaparan yang sarat inspirasi. Di awal sesi, peserta diajak untuk merenungkan kesan dan pembelajaran dari dua sesi sebelumnya. Sebagian besar mengakui bahwa pendidikan di Gontor bukan sekadar formalitas, melainkan sebuah pengalaman holistik yang menyentuh berbagai aspek kehidupan.
Dr. Ahmad Hidayatullah memulai pembahasannya dengan menyampaikan fenomena unik: sistem pendidikan di Gontor yang telah menginspirasi banyak lembaga, termasuk institusi yang dipimpin oleh para alumninya. Meski demikian, para alumni sering kali merasa ada elemen mendasar yang sulit ditiru di tempat lain. Menariknya, hal ini bukan sekadar soal fasilitas atau kemajuan fisik. Dalam diskusi, muncul berbagai tanggapan peserta, mulai dari keikhlasan, keberkahan, hingga kepemimpinan yang unik.
Salah seorang peserta, mantan kepala kepolisian Malaysia, mengungkapkan bahwa keikhlasan di Gontor merupakan elemen yang sulit ditiru. Namun, Dr. Ahmad Hidayatullah dengan rendah hati menanggapi bahwa banyak pondok lain, termasuk pondok salaf, menunjukkan tingkat keikhlasan yang luar biasa. Di sisi lain, seorang mantan Naib Rektor IIUM Malaysia menyoroti keberkahan sebagai faktor pembeda. Menurutnya, keberkahan ini lahir dari praktik-praktik non-fisik yang khas di Gontor.
Seorang mantan anggota DPR Malaysia juga memberikan pandangannya. Menurutnya, kunci keistimewaan Gontor terletak pada kepemimpinan dan kemandirian yang ditanamkan sejak dini. Ia menambahkan bahwa persoalan umat sering kali bukan soal fisik, tetapi lebih pada esensi spiritual dan moral. Dr. Ahmad Hidayatullah menyambut semua pandangan ini dengan rasa syukur dan doa agar Gontor terus diberikan kekuatan dan istiqamah dalam menjalankan amanah pendidikan.
Diskusi berlanjut ke pertanyaan mendasar: bagaimana Gontor bisa meraih keberkahan yang begitu istimewa? Dr. Ahmad Hidayatullah menjelaskan bahwa keberkahan ini adalah sesuatu yang datang "min haitsu laa yahtasib" (dari arah yang tak terduga). Penelitian modern pun mengonfirmasi bahwa banyak teori ilmiah yang sejalan dengan sistem pendidikan di Gontor. Namun, semua itu tidak terlepas dari doa, pengorbanan, dan ketekunan Trimurti, pendiri Gontor, dalam membangun pondok.
Para pendiri Gontor menghadapi berbagai ujian berat, mulai dari pengungsian akibat PKI hingga krisis ekonomi. Namun, doa dan usaha yang mereka curahkan menjadi fondasi keberhasilan Gontor saat ini. Dr. Ahmad Hidayatullah juga menekankan bahwa keberhasilan Gontor bukan sekadar hasil dari sistem, tetapi juga dari keberkahan yang diberikan Allah atas amalan-amalan tulus para pendirinya.
Salah satu ciri khas pendidikan di Gontor adalah pembentukan karakter kepemimpinan. Di masa Trimurti, sistem rotasi kepemimpinan diterapkan dengan ketat, bahkan hingga level organisasi kecil. Hal ini memberikan setiap santri kesempatan untuk belajar memimpin dan memahami tanggung jawab. Bahkan, bagi santri yang tidak berkesempatan memimpin, mereka tetap belajar dari interaksi dengan pemimpin lain, mencatat kelebihan dan kekurangan untuk diterapkan di masa depan.
Ukhuwah Islamiah juga menjadi nilai utama yang diajarkan di Gontor. Dalam pelajaran Aqidah, santri diajarkan memahami perbedaan aliran, sementara dalam Fiqh, mereka mempelajari berbagai mazhab. Pemahaman ini mempermudah santri untuk beradaptasi dengan perbedaan di masyarakat. Selain itu, pengalaman berorganisasi di lingkungan yang penuh disiplin membentuk kemampuan komunikasi yang baik dan moderasi dalam berinteraksi.
Ketika salah seorang peserta bertanya tentang semangat kepemilikan alumni terhadap Gontor yang terlihat sangat fanatik, Dr. Ahmad Hidayatullah memberikan penjelasan yang menarik. Ia mengatakan bahwa rasa fanatik itu muncul dari kompetisi sehat antar-asrama, yang melahirkan rasa kepemilikan dan kebanggaan. Namun, fanatisme ini bukan dalam arti negatif, melainkan dorongan untuk terus berkontribusi dan mengikhlaskan diri menerima kebenaran dari pihak lain.
Di Gontor, santri juga dididik tentang politik, tetapi tidak dalam kerangka partai. Pendidikan politik ini lebih menekankan pada nilai-nilai moral dan tanggung jawab sosial. Hal ini memungkinkan alumni Gontor untuk berkiprah di berbagai organisasi masyarakat tanpa terjebak dalam konflik kepentingan. Mereka dihormati sebagai guru atau ustaz di masyarakat, dan sering kali diminta memimpin kegiatan keagamaan lintas organisasi.
Dr. Ahmad Hidayatullah juga membahas aspek filosofis dari sistem Gontor, termasuk tata letak fisik pondok. Lapangan utama, misalnya, dirancang untuk memungkinkan santri senior menjadi teladan bagi juniornya. Filosofi ini menciptakan budaya keteladanan yang kuat di antara santri.
Dalam perintisan pondok putri, Gontor juga belajar dari pengalaman dan musyawarah. Kegiatan-kegiatan yang dirancang untuk santriwati bertujuan membentuk karakter dan kepribadian yang sesuai dengan nilai-nilai Islam. Semua ini menunjukkan bahwa Gontor terus beradaptasi tanpa kehilangan esensinya.
Di akhir diskusi, Dr. Ahmad Hidayatullah kembali menegaskan bahwa keberhasilan Gontor tidak terlepas dari keberkahan Allah dan doa umat. Ia meminta semua peserta untuk terus mendoakan agar Gontor dapat istiqamah dalam menjalankan amanah pendidikan dan memberikan kontribusi bagi umat.
Workshop ini tidak hanya menjadi ajang diskusi, tetapi juga refleksi mendalam tentang nilai-nilai yang menjadi fondasi Gontor. Pesan-pesan yang disampaikan oleh Dr. Ahmad Hidayatullah memberikan inspirasi dan harapan bagi para peserta untuk menerapkan semangat keikhlasan, keberkahan, dan kepemimpinan dalam kehidupan mereka. Gontor, dengan segala keistimewaannya, terus menjadi model pendidikan yang relevan dan bermakna bagi dunia Islam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H