Mohon tunggu...
Muhammad Zaiyani
Muhammad Zaiyani Mohon Tunggu... Arsitek - Arsitek

Universitas Hasanuddin

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Buruk Rupa Cermin Dibelah

20 Mei 2022   09:40 Diperbarui: 20 Mei 2022   09:56 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Demi Allah, tidak beriman. Demi Allah, tidak beriman. Demi Allah, tidak beriman. "Sahabat bertanya, "Siapa wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, "Yang tetangganya tidak aman dari keburukannya" (HR. Bukhari). 

Demikian Sabda Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa sallam perihal hidup bertetangga. Pengertian tetangga disini bisa diartikan lebih luas yaitu tetangga bernegara. Singapura dan Malaysia adalah negara tetangga Indonesia yang sangat dekat.

Selain hadits di atas, ada pula kisah Rasulullah SAW pada suatu waktu pulang larut, tidak mendapati istrinya Siti Aisyah RA membukakan pintu, setelah beliau memberi salam 3x. 

Akhirnya beliau menggelar sorban-nya depan pintu lalu beliau tidur hingga dibangunkan oleh Siti Aisyah RA. Rasulullah melakukan hal itu karna beliau sangat menghormati istrinya. Beliau menghargai hak dari sang istri untuk bisa tidur tanpa mendapatkan gangguan. 

Demikian teladan yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW bagaimana etika memasuki rumah, untuk tidak mengganggu ketentraman pemilik rumah (bahkan pada rumah beliau sendiri) apalagi jika mendatangi rumah orang lain. Pengertian rumah disini bisa diartikan lebih luas yaitu negara orang lain.

Singapura tidak berkenan Abdul Somad masuk ke "rumahnya" dan memerintahkan kembali pulang ke Indonesia adalah hak dan kedaulatan negara tersebut yang tidak bisa diintervensi oleh negara manapun. 

Dalam hal deportasi, cegah, dan tangkal, masing-masing negara mempunyai kedaulatan sendiri-sendiri, tanpa harus menjelaskan apa sebabnya. Abdul Somad pada tanggal 16 Mei 2022, melalui Terminal Feri Tanah Merah telah di-tangkal untuk masuk ke Singapura karena ---oleh Immigration & Checkpoints Authority Singapura--- dia dinilai tidak memenuhi kriteria warga asing yang diterima berkunjung ke Singapura dan karena itu diberi dia diberi not to land notice (peringatan untuk tidak mendarat/ tidak masuk) pada negara tersebut.

Not to land notice dan deportasi sesungguhnya hal yang biasa-biasa saja dalam pergaulan internasional, namun reaksi Abdul Somad dan beberapa politisi dalam negeri yang pro  Abdul Somad sungguh sangat berlebihan dan tidak proporsional. 

Abdul Somad bahkan dengan arogan mengatakan bahwa: "Negara ini (Singapura) kan kecil kalau kita kencingi beramai-ramai diarahkan pipanya kesana tenggelam dia", adalah reaksi yang tidak proporsional bagi seorang yang mengerti agama. Statement seperti ini adalah contoh statement yang cacat logika.  

Tuntutan kepada pemerintah Singapura untuk minta maaf, menuntut Indonesia untuk menarik dubes dari Singapura, dan atau melakukan unjuk rasa di depan Kedutaan Singapura di Jakarta adalah juga bentuk sesat berpikir dan tindakan sia-sia, yang pada akhirnya tidak menghasilkan apa-apa selain mempertontonkan kedunguan orang-orang yang melakukannya. Pemerintah Indonesia tidak perlu membuang energi yang terlalu banyak untuk masalah remeh temeh seperti kasus Tuan Somad ini.

Singapura adalah negara keenam, yang menolak Abdul Somad masuk ke-"rumah"-nya. Negara lain yang sebelumnya juga menolak Abdul Somad yaitu Hong Kong (2017), Timor Leste (2018), Belanda-Swiss (2019), Jerman (2019), dan Inggris (2020), bahkan yang bahkan pernah pula tidak dizinkan naik pesawat Royal Brunei. Di dalam negeri, UGM juga pernah menolak Abdul Somad masuk berceramah di Kampus. 

Dengan demikian seyogyanya menjadi momentum bagi Abdul Somad untuk melakukan "muhasabah" (introspeksi diri) dan tidak melakukan victim mentality atau playing victim (memposisikan diri sebagai korban dari tindakan sewenang-wenang) seperti sekarang ini dilakukannya. "Muhasabah" jangan hanya diceramahkan pada pengikut tuan, melainkan juga pada diri tuan sendiri. 

Jangan karena "buruk rupa cermin dibelah" (menyalahkan pihak lain meskipun sebenarnya dia sendiri yang salah dan bodoh) karena kesalahan bukan pada "cermin"nya melainkan pada "rupa" tuan.

Abdul Somad bukan satu-satunya orang yang pernah ditolak oleh Singapura. Tahun 2021 seorang pendeta Amerika, Lou Engle, dilarang berkhotbah di Singapura karena tahun 2018 pernah menyinggung umat Islam dalam khotbahnya. Ada pula Ismail Menk (penceramah dari Zimbabwe), Haslin bin Baharim juga ditolak masuk ke Singapura karena dianggap menyebarkan ajaran yang ekstremis dan segregasi.

Masuknya pengunjung ke Singapura tidaklah otomatis atau merupakan hak. Tiap kedatangan pasti diperiksa. Meski Somad mencoba masuk untuk kunjungan sosial, tetapi pemerintah Singapura mengambil pandangan serius atas setiap orang yang mengadvokasi kekerasan dan atau mendukung ekstremis dan mengajarkan pembelahan. Demikian kebijakan dari MHA.

Dalam Pidato Peringatan Hari Kebangsaan 2019, Perdana Menteri Lee Hsien Long mengatakan (dalam bahasa melayu) : '"Dalam masyarakat mejemuk Singapura, Islam diamalkan dengan semangat saling menghormati, toleransi, serta bersikap inklusif"; "Oleh karena kejayaan kita dalam membina hubungan silang kaum dan agama, masyarakat Melayu/ Islam disini dikagumi sebagai contoh bagi masyarakat Islam minoritas di dunia"

Berikut ini (sebahagian) pernyataan MHA atas not to land notice Abdul Somad Batubara: "Somad has been known to preach extremist and segregationist teachings, which are unacceptable in Singapore's multi-racial and multi-religious society.  For example, Somad has preached that suicide bombings are legitimate in the context of the Israel-Palestine conflict, and are considered "martyrdom" operations.  He has also made comments denigrating members of other faith communities, such as Christians, by describing the Christian crucifix as the dwelling place of an "infidel jinn (spirit/demon)".  In addition, Somad has publicly referred to non-Muslims as "kafirs" (infidels)."

Melihat latar belakang Abdul Somad serta kebijakan beragama di Singapura (dan beberapa negara lainnya di atas), seyogyanya kita menjadi maklum mengapa Abdul Somad di-larang masuk di Singapura dan negara-negara lainnya. Kita jadi maklum juga kenapa pihak UGM membatalkan acara khutbah Abdul Somad dahulu.

Sebagai seorang yang mengerti agama seharusnya Abdul Somad meneladani sikap Rasulullah SAW, bila tuan-rumah tidak berkenan tuan masuk ke "rumah"/negara orang (karena mereka tidak sepaham dengan tuan) maka tuan jangan baper atau mau memaksakan kekendak tuan. Silahkan pulang (jangan mengganggu tuan rumah). 

Bukankah Rasullulah SAW tidak mengganggu tidurnya Siti Aisyah RA ketika salamnya (3x) tidak terdengar dan beliau memilih tidur depan pintu, hingga  Siti Aisyah RA bangun dan membukakan pintu. 

Lakukanlah muhabasah diri hingga Singapura dan negara-negara lain membukakan pintu "rumah"nya untuk tuan. Atau, jika tuan Somad tidak merasa ada yang salah, maka hindarilah mendatangi negara-negara yang tidak sepaham dengan tuan. Gitu aja koq repot (kata Gus Dur).

Wallahu a'lam bish-shawabi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun