Mohon tunggu...
Muhammad Zaiyani
Muhammad Zaiyani Mohon Tunggu... Arsitek - Arsitek

Universitas Hasanuddin

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Sesat Pikir Najwa Shihab

18 Agustus 2021   08:42 Diperbarui: 18 Agustus 2021   08:52 1333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam mengambil keputusan hukum, hakim mempunyai justifikasi masing-masing terhadap perkara yang dihadapinya, berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dan hati nurani. Di Indonesia sudah ditetapkan setiap putusan pengadilan didahului kalimat  "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa". Putusan hakim ditingkat apapun harus dimaknai sebagai keputusan yang benar dan adil. Dengan demikian putusan perkara Jaksa Pinangki dan putusan Ibu Isma adalah benar dan adil pada perkaranya masing-masing. Tidak relevan dibandingkan satu dengan yang lainnya.

Part 3, 4, dan 5

Framing rakyat kecil mendapat hukum yang berat berlanjut pada bagian ke-3. Ibu Hardianti  Penjual Pisang Epe di Makassar Ibu tiga anak yang masih kecil, single parent, diganjar 5 tahun karena kasus mengantar mengantar narkotika (shabu) kepada pecandu (sementara sang bandar belum tertangkap) dibandingkan dengan vonis Edhy Prabowo yang juga 5 tahun pada kasus korupsi 25 M.  Dalam sesi ini, Najwa Shihab menghadirkan (online) Ibu Hardianti (Nenek Hasmia) dan kuasa hukum Tri Ariadi Rahmat. Kembali lagi terjadi sesat pikir disini karena membanding sesuatu yang tidak setara (lagi).

Dalam kasus Ibu Hardianti, penetapan hukuman 5 tahun oleh hakim bukan karena Ibu Hardianti penjual pisang epe', melainkan karena berat tidaknya keterlibatan Ibu Hardianti dalam perkara narkoba tersebut. Sama dengan penetapan hukuman 5 tahun bagi Edhy Prabowo, bukan diringankan (di-discount kata Najwa) karena dia pejabat, melainkan karena kadar keterlibatan dia dalam perkara tersebut. Seandainya (jika bisa berandai-andai) Ibu Hardianti dan Edhy Prabowo bisa tukar-peran (Ibu Hardianti menggantikan peran Edhy Prabowo, dan sebaliknya), maka keputusan kurang lebih akan sama.

Pada bahagian lain, dibahas pula perkara Juliari Batubara yang (hanya) dituntut 11 tahun, padahal tuntutan menurut pengacara Maqdir Ismail didasarkan pada fakta persidangan; serta gugatan 16,2 juta rupiah Eny Rochayati kepada negara yang ditolak Pengadilan, karena kesalahan beracara.

Sesat pikir yang terjadi adalah menyalahkan keputusan pengadilan yang menolak gugatan Eny Rochayati, yang didramatisir bahwa orang kecil tidak berhak mencari keadilan. Tidakkah Najwa dan narasumber tau bahwa pengadilan menolah gugatan itu karena salah beracara (salah administrasi), belum masuk ke substansi. Dengan demikian bisa diajukan kembali setelah membetulkan administrasi.

Sesat pikir Najwa selanjutnya adalah meminta Eny Rochayati (penggugat dana bansos) untuk menilai kepantasan terhadap tuntutan 11 tahun penjara bagi Juliani Batubara, yang sudah bisa dipastikan jawabannya, bahwa tuntutan itu tidak pantas. Najwa menanyakan sesuatu pada orang yang tidak punya kapasitas dan kapabilitas, tiada lain untuk mendukung premis-premis sebelumnya.

Part 6 dan 7

Pada bahagian 6, Najwa Shihab menghadirkan Dini Shanti Purwono, Staf Khusus Presiden Bidang Hukum untuk menanyakan komitmen presiden terhadap penegakan hukum ini. Sesat berpikir yang terjadi disini adalah Najwa menanyakan sesuatu bukan pada tempatnya (= membeli apple pada toko buah lemonade). Seharusnya masalah ini ditanyakan kepada lembaga Yudikatif, bukan pada lembaga Eksekutif (Presiden). Terbukti dari jawaban Dini Purwono, menjelaskan teori dasar trias-politica, sebuah teori yang menerapkan pembagian kekuasaan pemerintahan negara.

"Presiden bukan Super Hero" kata Dini. Statement ini bisa diartikan bahwa kekuasaan presiden tidak absolut. Presiden (lembaga Eksekutif) tidak bisa mengintervensi lembaga Yudikatif dan lembaga Legislatif. Najwa dan nara sumber tentu tidak lupa teori Montesquieu ini karena mereka adalah seorang yang berlatar pendidikan hukum. Sesat pikir yang bukan tidak disengaja ini tiada lain untuk membentuk opini "Keadilan bersyarat bagi seluruh rakyat Indonesia"

Seharusnya dalam acara tersebut, Najwa Shihab menghadirkan Jaksa Agung dan Ketua Mahkamah Agung, sehingga pertanyaan-pertanyaan seperti : "Kenapa kejaksaan tidak kasasi putusan Pinangki?; Kenapa Edhy Prabowo dituntut dan dihukum ringan?; Kenapa hukuman koruptor di-discount?; Kenapa ibu menyusui dan ibu penjual pisang epe' dihukum berat? dan pertanyaan-pertanyaan lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun