Contoh kesuksesan seperti TransJakarta menunjukkan bahwa kerjasama antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat adalah kunci sukses.Â
Namun, tidak selamanya solusi formal adalah jawaban yang tepat. Penting untuk mempertimbangkan perbedaan konteks dan kebutuhan setiap kota. Beberapa kota mungkin lebih responsif terhadap transformasi bertahap yang mengakomodasi keberagaman layanan informal yang ada.
Mengatasi Dampak Buruk dan InformalitasÂ
Informalitas dalam transportasi publik sering kali menghadirkan dampak buruk, seperti premanisme dan pelayanan di bawah standar. Pendekatan semi-organik dapat membantu mengatasi masalah ini.Â
Dengan melibatkan semua pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, asosiasi transportasi, dan masyarakat, dapat diciptakan regulasi yang meningkatkan standar layanan, keamanan, dan etika. Melalui dialog terbuka dan pelatihan bagi para pengemudi, praktik-praktik negatif dapat diatasi.
Transisi Menuju Sistem Semi-Organik
Pendekatan semi-organik menuju transformasi transportasi publik informal mencakup langkah-langkah sebagai berikut:
Partisipasi Masyarakat: Melibatkan masyarakat dalam diskusi dan pengambilan keputusan memungkinkan identifikasi kebutuhan lokal yang lebih baik. Ini dapat mencegah resistensi terhadap perubahan dan menciptakan dukungan yang lebih luas.
Pendekatan Berbasis Komunitas:Â Menggandeng komunitas lokal dalam pengelolaan dan operasi angkutan publik dapat menciptakan ikatan emosional dan kepemilikan, yang berpotensi meningkatkan pelayanan dan kepercayaan.
Kerjasama dengan Swasta: Kerjasama dengan asosiasi transportasi swasta, seperti Organda, dapat mengintegrasikan layanan formal dan informal. Subsidi atau insentif untuk operator yang mematuhi standar layanan dan keamanan tertentu dapat mendorong peningkatan kualitas.
Pendekatan Berkelanjutan: Mengintegrasikan BUMD atau skema KPBU dalam pengelolaan transportasi publik dapat menciptakan sumber daya yang lebih terkoordinasi dan berkelanjutan. Hal ini juga dapat mendukung keberlanjutan operasional dalam jangka panjang.