Mohon tunggu...
Muhammad Zaiin
Muhammad Zaiin Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA AL HIKMAH INSTITUTE MAKASSAR

Manusia bebas

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Manusia dalam Tinjauan Filsafat

3 Juli 2021   15:12 Diperbarui: 3 Juli 2021   15:40 465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemudian mula-mula ia mendefinisikan wujud mumkin sebagai sesuatu yang bukan ada (wujud) dan bukan juga ketiadaan. Lalu dimanakah posisi manusia itu, tentu manusia adalah wujud mumkin itu sendiri sebagai sesuatu yang bukan wujud dan bukan pula ketiadaan. Karena itu untuk mewujud ia butuh pada yang lain. Konklusinya manusia adalah wujud wajib yang ada karena yang lain, yakni ada bukan dengan sendirinya.

Setelah sampai pada konklusi demikian, bagaimana kita menjelaskan relasi konsepsi manusia dalam perspektif Filsafat, Agama, dan Tasawuf. Dari penjelasan Agama dan Filsafat, kita menemukan bahwa ada korelasi yang kental antara keduanya, yakni baik secara dalil aqli maupun naqli kita menemukan bahwa manusia adalah suatu maujud yang ada karena yang lain atau ada karena Tuhan menciptakannya. 

Lantas jika demikian bagaimana relasinya dengan pandangan Tasawuf. Inti dasar dari pandangan Tasawuf adalah berkaitan dengan Insan Kamil. Dimana yang dimaksudkan dengan Insan Kamil ialah sebagai mediator antara realitas material dengan immaterial atau sebagai penghubung antara manusia dengan Tuhannya. Bahwa baik Agama maupun Filsafat keduanya tidak saling kontradiksi dalam pandangannya. Sehingga kita secara niscaya mengafirmasi manusia sebagai ciptaan Tuhan dengan dimensi ruhaniah sebagai hakikat dirinya yang terus-menerus bergerak menuju kesempurnaan yakni kedekatan dengan Tuhan. 

Olehnya itu dalam konteks relasinya dengan Tasawuf adalah bagaimana manusia dalam mencapai kedudukan Insan Kamil. Pertanyaan-pertanyaan berputar pada poros itu. Apakah ada Insan Kamil atau tidak. Jika ada apakah Insan Kamil sebagai suatu proses ikhtiari ataukah sebuah determinasi. Namun tak syak lagi bahwa kita mengakui Nabi Muhammad Saw adalah Insan Kamil, manusia sempurna nan suci. Sehingga ia layak dalam mengemban amanah besar sebagai pemimpin umat manusia. 

Bahkan Quran mengatakan, jika bukan karena Nabi Muhammad, maka Tuhan tidak akan menciptakan alam semesta. Nabi Muhammad adalah representasi yang total dari Tuhan. Ia adalah kekasih Tuhan itu sendiri dan di hadapannya Tuhan adalah kekasihnya. 

Dalam perspektif Tasawuf  Nabi Muhammad dan Tuhan adalah dua realitas yang hanya memiliki diferensia hanya pada wilayah, Tuhan sebagai Khalik sedang Nabi Muhammad adalah sebagai Makhluk, selain itu keduanya sama.

Lalu, apakah setelah pasca wafat Nabi, tidak ada lagi figur Insan Kamil ataukah Insan Kamil adalah sebagai suatu keniscayaan yang mesti ada pada setiap periodisasi zaman. Akal kita mengafirmasi bahwa keberadaan Insan Kamil adalah sesuatu yang sangat sakral dan mesti ada pada setiap zaman dari kehidupan umat manusia. Karena jika tidak, maka akan ada keterpenggalan zaman yang kosong akan figur yang menjadi tali penghubung antara manusia dan Tuhan. 

Kemudian itu relasinya dengan Agama ialah karena baik Filsafat maupun Agama mengafirmasi manusia sebagai ciptaan Tuhan dan memiliki tujuan, maka sebagai Tuhan yang bijaksana maka Dia menentukan mekanisme atau jalan untuk menuju itu. Sehingga dalam proses penyempurnaan diri untuk meraih kedudukan Insan Kamil manusia butuh pada Agama sebagai petunjuk dan Insan Kamil atau figur sempurna yang dalam hal ini mengambil peran sebagai petunjuk sekaligus menjadi standarisasi dari perjalanan setiap manusia. 

Maka dari itu telah sampailah kita pada ketenangan akibat telah terjawabnya setiap kegelisahan-kegelisahan selama ini. Dimana yang menjadi hakikat manusia adalah pada dimensi ruhaniahnya dengan Insan Kamil sebagai tujuan manusia. 

Sehingga dari penjelasan ini, terkonstruksi sebuah pandangan dunia yang Ilahiah dengan menjadi Agama dan segala hukum-hukumnya sebagai sarana dalam menggapai kesempurnaan diri dengan tidak melepaskan Filsafat sebagai basis analisis kita atas setiap permasalahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun