Pembahasan mengenai nilai-nilai kebaikan dan keburukan, termasuk tema pokok dalam kajian Filsafat Moral dan sangat erat kaitannya dengan masalah kemanusian. Manusia dalam sayembara kehidupannya selalu dan selalu mencari makna-makna akan hakikat dari hidup. Sehingga itu mendorong manusia untuk bergerak dan kemudian mencoba menyingkap tabir-tabir kehidupan dengan mempertanyakan hal-hal yang prinsip dan substansial dari hidup itu sendiri.
Bergeraknya manusia merupakan akibat dari aktualisasi kesadaran akalnya atau dengan kata lain tindakan-tindakan manusia ialah konsekuensi dari dasar, corak dan warna pengetahuan manusia. Cara pandang manusia terhadap realitaslah yang menuntut dan mendasari sikap dari perbuatan manusia. Sehingga nilai kebaikan dan keburukan merupakan perwujudan serta ternilai kan dari tindakan-tindakan manusia itu sendiri. Tetapi permasalahan yang mendasar mengenai nilai-nilai kebaikan dan keburukan ialah; Apa kebaikan dan keburukan itu? Apakah kebaikan dan keburukan secara eksistensi memili wujud real? Ataukah keduanya merupakan hasil dari konstruksi pikiran manusia yang murni konseptual.
Tentu konsep kebaikan dan keburukan pada manusia memiliki sumber dan dasar pijakan yang jelas. Bahwa kita sadari di dalam diri manusia terdapat nilai-nilai Fitrah yang menuntun manusia pada kesempurnaan dirinya.Â
Dan ini menjadi salah satu dasar argumentasi, bahwa segala tindakan dan perbuatan manusia yang mendorong teraktualisasinya nilai-nilai fitrahnya, itu diafirmasi sebagai suatu kebaikan dan setiap perbuatan manusia yang keluar dari poros fitrahnya adalah sebagai suatu keburukan. Secara logis, ini adalah kebenaran, bahwa setiap manusia pasti akan melakukan sesuatu yang baik. Dan sesuatu yang baik itu pasti tidaklah bertentangan dengan dirinya.Â
Paling tidak kita dapat mengambil satu parameter umum bahwa segala perbuatan manusia pasti didasari atas kebaikan walaupun itu menurut dirinya.Â
Tetapi yang perlu ditekankan ialah bahwa fitrah manusia selalu menghendaki kebaikan dan menolak segala keburukan. Mungkin saja kita akan berkata bahwa orang yang memperkosa istri orang lain adalah baik menurutnya, namun apakah ia ingin dan menghendaki hal itu terjadi padanya.Â
Jawabannya pasti tidak. Karena pada dasarnya manusia diciptakan dengan berbagai macam fakultas yang menjadi bekal ia hidup di alam ini. Bahwa akal manusia dan fitrahnya senantiasa menjadi hakim-hakim jujur yang menilai semua tindakan manusia.
Maka dari itu perlunya kita terhadap suatu standarisasi dan parameter dari kebaikan dan keburukan yang sifatnya universal. Sebuah ukuran kebaikan dan keburukan yang berlaku pada setiap manusia. Atau dengan kata lain kapan suatu perbuatan dapat dinilai baik dan buruk. Olehnya itu, mengenai persoalan apa yang menjadi standarisasi dan landasan dari konsep kebaikan dan keburukan dapat kita tinjau di dalam beberapa perspektif;
1.Kesadaran Akal
2.Kemanfaatannya
3.Budaya