Mohon tunggu...
Muhammad Zaidan Sinaga
Muhammad Zaidan Sinaga Mohon Tunggu... Lainnya - Teacher

LIFE IS SHORT MAKE IT VALUABLE

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Sejarah Awal Puasa, Tidak Boleh Makan Minum Selepas Azan Isya?

14 April 2021   06:46 Diperbarui: 14 April 2021   06:49 1510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masuknya bulan ramadhan menjadi pembuktian bagi orang-orang yang mengaku dirinya beriman untuk merefleksikan keimanannya dengan ibadah puasa, suatu ibadah yang sebetulnya sudah sering dilakukan pada masa dahulu sehingga Allah SWT berfirman dalam Al Quran surah Al Baqoroh ayat 183 yang berbunyi

Terjemah Arti: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,

Puasa secara bahasa artinya menahan, menahan secara umum baik itu menahan nafsu maupun menahan beban benda berat. Secara istilah puasa adalah menahan segala sesuatu yang membatalkan puasa mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari (magrib) dengan niat tertentu. Akan tetapi puasa yang kita kerjakan sekarang berbeda dengan puasa yang dilakukan awal-awal masa keislaman.

1. pada mulanya puasa yang dilakukan nabi-nabi terdahulu adalah puasa tiga hari di tiap bulan, dan ini diajarkan oleh Nabi SAW untuk kita berpuasa setiap tanggal 13, 14, 15 yang dinamakan puasa ayyamul bidh, puasa ini telah dilakukan Nabi SAW sebelum hijrah ke madinah. Ketika hijrah ke madinah beliau melihat kebiasaan orang-orang yahudi yang berpuasa di tanggal 10 muharrom dengan alasan tanda bersyukur karena Allah SWT telah menyelamatkan Nabi Musa AS dari kejaran tentara fir'aun dan menenggelamkan Firaun dan bala tentaranya ke dalam laut merah. Kemudian di tahun ke 2 hijriyah Nabi SAW mendapat wahyu berupa turunnya Al Baqoroh ayat 183 yang mensyariatkan puasa Ramadhan

2. Allah SWT berfirman di ayat selanjutnya yang berbunyi

Terjemah Arti: (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui

Dalam fikih islam apabila seseorang bermusafir sejauh perjalanan yang memperbolehkan solat qosor (+-90 km) dan perjalanan yang dilakukannya tidak berbuat dan berencana untuk maksiat serta dimulai sebelum azan subuh maka ia diperbolehkan untuk berbuka, sama seperti orang yang sakit dan tak mampu berpuasa musafir pun harus mengqodo puasanya di hari yang lain tanpa harus berurutan. Dan untuk orang yang sakit bila sakitnya menerus maka diwajibkan bagi ia untuk membayar fidyah berupa beras 1 mud dan infak untuk seorang fakir miskin untuk membayar kealfaan berpuasa selama 1 hari dan bertambah seiring bertambahnya alfa puasa

Inilah yang dilakukan sahabat Anas bin Malik saat dirinya sudah menua dan tidak mampu lagi berpuasa beliau membuat tsarid (roti yang dilebutkan dan dicampur dengan air) dan memanggil 30 fakir miskin untuk diberinya makan dan menjadi fidyah karena dirinya sudah tidak mempu lagi berpuasa

Lain halnya dengan yang terjadi di awal-awal islam, saat itu kita bisa memilih apakah kita memilih untuk berpuasa atau membayar fidyah walaupun saat itu kita masih mampu berpuasa, syariat ini di mansukh (dihapus) saat ayat berikutnya turun yang menasikh syariat ini

3. saat ini kita bisa bebas makan apapun setelah waktu isya karena memang sudah waktunya berbuka, baik tertidur maupun tidak baik mengerjakan solat isya' atau tidak makan dan minum selepas magrib adalah hal yang lumrah.

Berbeda Halnya dengan syariat di awal-awal islam saat itu umat islam dilarang makan,minum dan berhubungan suami istri apabila waktu azan isya' sudah datang, dan ataupun bila sebelum magrib tertidur akan tetapi terbangun sebelum isya' kitapun baru dibolehkan untuk makan,minum dan berjimak pada waktu berbuka hari berikutnya. Sehingga saat itu banyak dari kaum adam yang menjauhi istrinya saat datang bulan ramadhan.

Akan tetapi sahabat shirmah bin qois al anshori saat itu bekerja dengan giat sedari pagi dan saat ba'da ashar beliau tertidur dan terbangun selepas azan magrib, beliau pun makan minum dan berjimak dengan istrinya dan saat istrinya tau bahwa shirmah sudah tertidur terlebih dahulu istri shirmah mengutuk shirmah

Kemudian sayyidina umar ibn khottob pun melakukan hal yang sama yaitu berjimak dengan istrinya selepas bangun dari tidur, kedua sahabat inipun mengadu kepada Nabi SAW kemudian turunlah ayat surah Al Baqoroh ayat 187 yang berbunyi

Terjemah Arti: Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu

Dengan ayat ini Allah SWT menghapuskan syariat ketidakbolehan bergaul dengan istri selepas isya' dan begitu pula makan minum selepas Isya'

Tafsir qur'anil 'azim lil imam ibnu katsir

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun