Penulis : Dr. Muhammad Rohmadi, M.Hum.
Penulis : Muhammad Yusuf ZanuarÂ
Dalam pragmatik, pengkajian bahasa didasarkan pada penggunaan bahasa
bukan pada struktural semata. Konteks-konteks yang melingkupi suatu bahasa akan mendapat perhatian yang besar dalam kaitannya dengan makna yang muncul dari suatu penggunaan bahasa. Kondisi praktis tindak komunikasi menjadi pijakan utama dalam pengkajian pragmatik. Dalam hal ini, wacana-wacana yang berkaitan dengan proses komunikasi akan dikaji.
Pembelajaran bahasa sudah semestinya mampu mengakomodasi kebutuhan berbahasa secara praktis sesuai dengan kondisi yang nyata. Dengan pola yang berdasar pada kajian pragmatis, proses pembelajaran bahasa yang diterima oleh peserta didik secara otomatis akan mengacu pada suatu kondisi
praktis tindak komunikasi.Â
Pragmatik sendiri dalam pengimplementasian di kehidupan sehari-hari identik dengan berbicara dapat diartikan sebagai kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan serta mengkomunikasikannya kepada orang lain.
Berbicara adalah suatu alat untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan
yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan sang
pendengar atau penyimak. Berbicara adalah suatu alat untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan
yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan sang
pendengar atau penyimak. Lebih jauh dikatakan berbicara merupakan instrument
yang mengungkapkan kepada penyimak hampir-hampir secara langsung apakah
pembicara memahami atau tidak, baik bahasa pembicaranya maupun
penyimaknya. Jadi berbicara merupakan sebuah sarana untuk menuangkan
gagasan atau ide kepada pendengar.
Pembelajaran berbicara tidak dapat dipisahkan dengan pembelajaran
bahasa Indonesia karena sesuai dengan kedudukan dan fungsinya pada dasarnya
tujuan pembelajaran bahasa Indonesia adalah agar siswa mampu menggunakan
bahasa Indonesia dengan baik dan benar dalam berbagai peristiwa komunikasi,
baik secara lisan maupun tulisan.
Pembelajaran berbicara harus dilaksanakan dengan menciptakan situasi belajar yang mungkinkan siswa dapat mengembangkan berbicara semaksimal mungkin. Untuk dapat menjadi pembicara yang baik, seorang pembicara selain menguasai masalah yang dibicarakan juga harus memperlihatkan keberanian dan
kegairahan. Pembicara harus berbicara dengan jelas dan tepat. Dalam hal ini ada
beberapa aspek yang harus diperhatikan oleh pembicara untuk keefektifan dalam
berbicara, yaitu aspek kebahasaan dan aspek non kebahasaan.
1. Aspek kebahasaan
a) Ketepatan ucapan: Artinya pembicara harus membiasakan diri mengucapkan
bunyi-bunyi bahasa secara tepat.
b) Penempatan tekanan yang dalam bahasa Indonesia ini sangat penting.
c) Pilihan kata (diksi), meskipun tidak mengubah arti hendaknya tepat, jelas dan
bervariasi.
d) Ketepatan sasaran pembicaraan , yaitu dengan menggunakan kalimat efektif.
2. Aspek Non Kebahasaan
Dalam pembicaraan yang bersifat formal aspek non kebahasaan sangat
diperlukan, karena penguasaan aspek non kebahasaan akan mempermudah
penerapan aspek kebahasaan.Â
Pembelajaran bahasa membawa kita pada suatu pemahaman tentang pentingnya pendekatan pragmatik dalam pembelajaran keterampilan berbicara. Dalam pembelajaran bahasa khususnya pada aspek pembelajaran berbicara,
ketercapaian suatu kompetensi berbahasa yang tepat tidaklah hanya dengan
mempelajari bahasa secara struktural, tetapi juga harus didukung oleh suatu
pembelajaran tentang aspek-aspek yang ada di luar bahasa yang seringkali
berpengaruh dalam proses komunikasi.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H