Mohon tunggu...
M. yusuf ubay fauki zuhri
M. yusuf ubay fauki zuhri Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

pengen ke isekai

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pendiri Pesantren Tebu Ireng

21 November 2022   16:07 Diperbarui: 21 November 2022   16:09 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pendiri pesantren tebu ireng

Oleh mochammad yusuf ubay fauki zuhri

Judul buku                   : Guru Sejati Hasyim Asyari     

Penulis                         : Masyamsul Huda

Penerbit                       : Pustaka inspira

Kota terbit                    : Jakarta

Tebal buku                   : 20 cm

Cetakan                       : 1

Tahun terbit                 : 2014

Jumlah halaman            : 267 halaman

ISBN                            : 978-602-97066-6-6

Sebuah buku berjudul guru sejati Hasyim asyiari pendiri pesantren tebu ireng yang mengakhiri era kejayaan kebo ireng dan kebo kicak. Karya Masyamsul Huda, buku ini terbit pada tahun 2014, setelah Masyamsul Huda menulis buku manunggaling dewa ahmad dhani, dan kalau saat ini di cek di good reads saat ini guru sejati karya Masyamsul Huda dengan rating terbaik setelah buku pertamanya manunggaling dewa ahmad dhani di terbitkan pada 2006.

Buku guru sejati Hasyim asyari pendiri pesantren tebu ireng yang mengakhiri era kejayaan kebo ireng dan kebo kicak, menceritakan sejarah berdirinya pondok pesantren, dan juga sejarah pada awal berdirinya pabrik gula cukir yang ada di dusun tebu ireng desa cukir kecamatan diwek kabupaten jombang.

Buku ini disusun berdasrkan catatan catatan sejarah dan informasi dari keturunan langsung tokoh tokoh yang terlibat dalam kejadian, kisah ini mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi di masa masa perjuangan melawan penjajah dan kerusakan moral. Buku ini mengungkap fakta fakta tersembunyi dari sejarah berdirinya pondok pesantren tebu ireng.

Masyamsul huda menyampaikan bahwa buku ini dibuat sebagai rujukan dari buku mengenang 100 tahun pondok pesantren tebu ireng karya KH Ishom Hadzik yang juga merupakan cucu dari KH Hasyim Asyari. Masyamsul Huda berkeyakinan bahwa buku yang ditulis oleh KH Ishom Hadzik tersebut telah dilakukan melalui penyeleksian referensi yang valid dari berbagai sumber literatur tentang Hadratus Syaikh Hasyim Asyari. Masyamsul Huda berkeyakinan bahwa buku tersebut memiliki keakuratan yang cukup baik disbanding buku buku lain yang pernah terbit.

Tentang penulis

Masyamsul Huda lahir pada tanggal 10 juli 1965 di tebu ireng, cukir, kecamatan diwek, kabupaten jombang, anak ke enam dari delapan bersaudara dari H. Ahmad Riyadi (1925) dan Z. Fatimah (1938 -- 2000) yang mengawali karir sebagai staf keuangan majalah tebu ireng (1988 -- 2000), promotor musik, menulis buku manunggaling dewa 19 ahmad dhani, aktif di Gerakan 98, wakil sekertaris nadhlatul ulama DKI Jakarta, dan penasihat hukum di beberapa perusahaan di Jakarta.

Sebagian sumber informasi untuk menulis buku didapat dari orang tuannya sendiri yang adalah cucu sakiban (penghuni dan pemilik pertama tanah tebu ireng), dari anak ke 2 H. Abdul Hadi dan masyarakat sekitar tebu ireng.

Masyamsul tinggal di Jakarta Bersama keluarganya.

Sinopsis

Tadinya, dusun Sumoyono adalah perkampungan asri. Masyarakat hidup tentram, para santri belajar dengan tenang. Namun semua berubah ketika pemerintah hindia belanda mendirikan pabrik gula cukir. Dampaknya adalah kemerosotan moral dan terjun bebasnya standar hidup masyarakat desa sumoyono, dan menyebabkan terjadinya pertempuran berdarah  antara surontanu dengan kebo kicak.

Sakiban, seorang dalang terkenal dan tokoh yang dihormati, memutuskan harus dilakukan sesuatu demi memerangi maksiat dan memperbaiki tatanan masyarakat. Tekadnya bersambut Ketika takdir memutuskan untuk mempertemukannya dengan seseorang berkharisma, seorang yang diharapkan sakiban mampu memperbaiki keadaan, seseorang yang disebutnya sebagai guru sejati.

Belanda telah secara agresif memperluas lahan perusahaan mereka yang digunakan untuk produksi gula ke Jawa timur sejak Undang-Undang Agraria dan Suiker Wet diberlakukan pada tahun 1870. Tepatnya di wilayah Jombang. Mereka juga mengambil tindakan sewenang-wenang.

Mereka membangun pabrik gula dan secara sewenang-wenang mengubah sawah menjadi perkebunan tebu. Sebenarnya, hal ini bertentangan dengan maksud sebenarnya dari Undang-Undang Agraria dan Suiker. khususnya untuk meningkatkan kesehatan ekonomi lokal.

Belanda kemudian membuat lokalisasi yang dikenal oleh penduduk setempat sebagai Kebo Ireng untuk mengantisipasi setiap oposisi yang dapat dilakukan penduduk setempat sebagai tanggapan atas tindakan sewenang-wenang Belanda. Wiro adalah salah satu warga setempat yang bersekutu dengan Belanda dan dukun ilmu hitam. Sementara itu, Joko Tulus, yang kadang-kadang dikenal sebagai Raja Kecil atau Kebo Kicak, menerima kendali Kebo Ireng.

Sebagian besar penduduk setempat terlalu takut untuk menolak atau bahkan mencoba menghentikan pertumpahan darah di Kebo Ireng begitu Kebo Kicak dipilih sebagai pemimpinnya. Karena Kebo Kicak terkenal di kalangan penduduk setempat sebagai petarung dan pesulap yang terampil. Selain itu, Belanda sepenuhnya berada di belakangnya. Namun, pemerintahan Kebo Kicak berumur pendek. karena ia menghilang setelah melawan Surontanu, murid pesantren sumoyono.

Sakiban, seorang dalang terkenal dan tokoh masyarakat, adalah orang yang bertekad untuk mengakhiri aksi jahiliyah yang terjadi di Kebo Ireng dan berdampak buruk bagi kehidupan masyarakat Cukir. Dia tidak ingin sembrono. Seperti Surontanu, yang juga terjebak dalam perangkap Belanda dengan mudah.

Hingga suatu hari Sakiban bertemu Alwi. Mereka berdua mengalami konflik. Mereka prihatin dengan keadaan dusun Cukir yang terus tenggelam ke lembah yang gelap. Mereka tidak dapat membiarkan insiden tragis terjadi. Ada gangguan hampir setiap hari, dan orang-orang dibunuh dan diperkosa hampir setiap hari juga. Kisah-kisah tidak menyenangkan tentang anak-anak yang memperkosa ibu mereka, ayah memiliki anak, orang tua yang tega menjual anak-anak mereka sebagai pelacur, dll. Kemudian Alwi menyarankan keponakannya Hasyim Asy'ari, seorang kiai muda, untuk mengakhiri kejahiliyahan sang Kebo Ireng.

Permohonan Sakiban dan Alwi juga diterima oleh Hasyim Asy'ari setelah istikharah, pengumpulan informasi, dan pertimbangan yang cermat. Hasyim mewaspadai memulai pesantren terlalu cepat karena Belanda niscaya akan menentangnya. Akibatnya, pesantren awalnya hanya akan lulus sebagai sekolah seni bela diri.

Sementara ini sedang berlangsung, relawan lain bergerak untuk membangun pesantren dan mengumpulkan pasukan luar, termasuk spesialis dalam kanuragan, seni bela diri, mati rasa, dan debu. Hasyim menggunakan pengetahuannya tentang pengobatan dan pengobatan berbagai penyakit untuk menginjili. Dia pernah membantu ribes Belanda dalam menyembuhkan putranya yang sakit parah.

Dengan gaya berdakwah seperti itu dan pentas pencak dor mingguan (pencak silat) yang diawali dengan sholawat dan diiringi musik dor, para murid mampu menarik perhatian masyarakat dan melihat peningkatan jumlah siswa. Hasyim membuka pesantren bernama Tebu Ireng pada tahun ketujuh setelah itu (Tebu Hitam: adalah tebu yang memiliki kualitas terbaik). Dia berharap, Siswa berkualitas tinggi dapat diproduksi oleh sekolah pesantren ini untuk umat Islam.

Tentu saja, keberhasilannya terkait erat dengan berbagai kegiatan teroris yang dilakukan oleh geng Wiro. Dan rintangan terakhir yang harus dia atasi adalah ketika Belanda menyerang pesantren tanpa peringatan.

Namun, kelompok Wiro dan Belanda tidak mampu menghancurkan pesantren tersebut karena kelicikannya dan bantuan santri yang lebih baik dan handal. Selain itu, ia mampu menarik perhatian dan minat lingkungan berkat kebaikan kuas, kedalaman pengetahuan, dan wawasan yang luas tentang pengobatan dan mengetahui cara menanam tanaman dengan baik. Termasuk yang berdomisili di tebu Ireng. Tercatat pada tahun 1920, santri yang masuk pesantren Tebu Ireng sudah hampir seribu orang dari berbagai daerah. Perjuangan beliau benar-benar berbuah manis.

Kelebihan buku

Buku ini menceritakan sejarah berdirinya pondok pesantren dengan sedikit berbentuk fiksi yang dapat membuat pembaca masuk kedalam cerita dan ikut merasakan oleh tokoh dalam cerita, membuat membuat pembaca mudah berimajinasi, dan tentu saja ceritannya sangat menarik bahkan tidak hanya menarik bagi  pembaca muslim, tetapi juga pembaca beragama non muslim karena buku ini berjenis novel sejarah, Bahasanya yang mudah dimengerti dan dicerna.

Dari segi fisiknya menurut saya pemilihan warna cover sampul bukunya sangat bagus dengan warna hijau tua yang kehitam hitaman terkesan elegan, kualitas cetakannya juga baik, pemilihan font atau jenis huruf dan jenis kertasnya juga bagus.

Kelemahan buku

Namun sayangnya pada bagian pendahuluan di buku tidak ada latar belakang mengapa penulis menulis buku tersebut, dan juga tidak ada daftar isi pada bukunnya

Sekian review ini saya buat semoga dapat menarik pembaca untuk membaca buku yang saya review yaitu buku Guru Sejati Hasyim Asyari pendiri pondok pesantren tebu ireng yang mengakhiri era kejayaan kebo ireng dan kebo kicak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun