Mohon tunggu...
Muhammad Yusuf Ansori
Muhammad Yusuf Ansori Mohon Tunggu... Petani - Mari berkontribusi untuk negeri.

Bertani, Beternak, Menulis dan Menggambar Menjadi Keseharian

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Orang Desa Pun Tergesa Sebagaimana Orang Kota

7 Agustus 2024   10:39 Diperbarui: 7 Agustus 2024   11:47 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Para petani akan menengadahkan wajah ke langit, jika matahari belum menyinari bumi maka tidak akan ke luar rumah. Terlalu beresiko jika bekerja dalam kegelapan. Berbanding terbalik dengan manajer pabrik, waktu kerja ditentukan oleh jam dunia. 

Dunia mengenal zona waktu, tetapi industri tidak mau tahu apabila angka yang tertera di permukaan jam tidaklah berbanding lurus dengan sinar matahari yang menyinari permukaan bumi. Industri tidak mau tahu jika ada belahan Bumi yang masih gelap. Dan, itu bukan waktu ideal untuk bekerja.

Kini, waktu kerja bukan hanya ditentukan oleh musim tetapi oleh mesin, perdagangan internasional dan--tentu saja--uang.

Para petani, mengukur waktu dengan tanda alam misalkan rasi bintang atau posisi pergerakan matahari. Membutuhkan waktu untuk menanam padi mulai dari benih di persemaian hingga memanen. Tidak bisa terburu-buru apalagi diburu-buru. Bagi warga rural-agrikultur, manusia diatur waktu. Bukan sebaliknya.

Waktu diatur oleh manusia, demikianlah persepsi kaum industrialis. Berawal dari pemikiran jika manusia berkehendak untuk mengatur kehidupannya sendiri, maka manusia industrialis pun berpikir jika waktu pun bisa diatur. 

Apabila petani tidak memiliki daya untuk mempercepat laju produksi maka mesin mampu melakukan hal demikian. Industrialisasi memicu Anda untuk serba segera, tak bisa menunda. Sebenarnya, sejak lama dunia bergerak sesuai dengan porosnya--tak pernah berubah--hanya manusia yang menginginkan kecepatan sampai mereka kewalahan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun