Apakah kalian pernah merasakan menyesal tidak pernah membanggakan orang tua kalian?
Pertanyaan demikian saya baca di media sosial. Tidak langsung memperoleh jawaban dari pertanyaan tersebut namun malah kembali bertanya-tanya. Apakah membanggakan orang tua memang suatu keharusan sehingga ada rasa penyesalan?
Saya malah tidak terpikir untuk membanggakan orang tua. Bahkan, baru tahu jika banyak orang yang berusaha untuk membanggakan orang tuanya.
Katanya, sejak mereka masih anak-anak membanggakan orang tua menjadi prioritas. Apa yang mereka lakukan semata untuk membuat orang tua bangga. Punya prestasi di sekolah, jadi juara pada ajang olahraga, ternyata demi membanggakan orang tua.
Ketika hasil ujian di sekolah memperoleh nilai bagus, maka perasaan lega. Dengan begitu, orang tua pun bangga. Sebaliknya, ketika nilai rendah maka timbullah rasa bersalah.Â
Kalau saya, sudah usia 30-an pun tidak terpikir untuk membanggakan orang tua. Memilih profesi, bukan karena orang tua. Memilih jalan hidup, bukan untuk membanggakan orang tua.
Kebebasan merupakan nilai yang saya pegang. Nilai tersebut ditempatkan dalam urutan teratas daftar prinsip yang dianut. Dan, tak bisa ditawar.
Jadi, tidak merasa terbebani untuk membanggakan orang tua.
Meskipun Bapa saya menuntut banyak hal, tetapi tidak saya turuti. Paling juga, beliau bicara dengan nada menyindir, namun saya tidak tersinggung.
Orang tua menginginkan saya untuk mencapai prestasi yang bisa dipuji, namun tidak serta merta keinginannya diikuti. Toh, saya pun harus mengukur kemampuan diri. Lagipula, kalau begitu kita mengukir prestasi semata untuk dijadikan bahan obrolan anggota keluarga dan interaksi dengan tetangga.