Andaikan  jadi anak Pa Jokowi, mungkin sekarang sudah menjadi cawapres atau Ketum partai. Mas Gibran, usia tidak terpaut jauh dengan saya. Apalagi Mas Kaesang, umurnya lebih muda.Â
Ini bukan perkara lamunan, tetapi sebuah pertanyaan besar dalam benak. Bagaimana bisa putra Jokowi memiliki daya pikat sebagaimana bapaknya? Kenapa warga tidak keberatan mereka menjadi pemimpin padahal masih banyak tokoh yang lebih senior?
Tetapi, kalaupun saya menjadi anak presiden, belum tentu bisa menjadi seorang pemimpin. Sepertinya, tidak ada bakat kepemimpinan tertanam dalam diri. Ditambah, karisma seorang pemimpin tidak tumbuh begitu saja meskipun punya orang tua seorang tokoh pemangku negeri.Â
***
Ah, sebenarnya kita tidak perlu iri kepada Mas Gibran dan Mas Kaesang. Menurut saya, ini bukan perkara yang "kebetulan saja dia anak presiden" tetapi ini mengenai "hasil dari sebuah proses pendidikan yang tidak diketahui publik."
Mungkin saja keluarga Pa Jokowi memang disiapkan untuk menjadi pemimpin sejak jauh-jauh hari. Warga tidak pernah tahu bagaimana seorang ayah mendidik anaknya agar bisa mengikuti jejak karir sebagai pemimpin. Sangat mungkin jika apa yang terjadi kepada Mas Gibran dan Mas Kaesang merupakan buah dari proses yang "tidak kentara" tersebut.Â
Warga tidak akan pernah bisa memprediksi jika nanti si anak akan menjadi pemimpin. Zaman berubah dengan cepat, begitupula selera orang mengenai kriteria kepemimpinan.Â
Label pemimpin masa kini tidak seperti masa lalu. Misalkan, gelar Raden yang pasti akan disematkan kepada bayi dari seorang ayah bergelar sama. Masa kini, orang tua hanya menyiapkan anak untuk menerima estafet kepemimpinan.Â
Berdasarkan pengamatan pribadi, ada juga lho anak seorang pemimpin di masyarakat yang tidak bisa meneruskan estafet kepemimpinan orang tuanya. Ayah yang memiliki karisma di mata warga, sang anak tidak memperoleh karisma yang dibutuhkan untuk seorang pemimpin. Si anak jadi kesal kepada warga ketika sulit diatur atau diajak untuk menjalankan sebuah rencana.Â
Contoh lain, ada anak yang sakit hati karena warga tidak memilihnya sebagai pemimpin padahal dia anak seorang tokoh terpandang. Memang konsekuensi demokrasi, jika suara rakyat menjadi penentu bagi keberlangsungan pemerintahan di suatu daerah. Jangan salahkan warga jika calon pemimpin malah tidak memperoleh dukungan ketika suksesi. Kalau tidak sesuai kriteria ideal, mana mau memilih pemimpin demikian.Â