Mohon tunggu...
Muhammad Yusuf Ansori
Muhammad Yusuf Ansori Mohon Tunggu... Petani - Mari berkontribusi untuk negeri.

Bertani, Beternak, Menulis dan Menggambar Menjadi Keseharian

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Pilihan

Memahami Selera Orang Desa sebagai Pasar Sasaran

30 Agustus 2022   07:16 Diperbarui: 30 Agustus 2022   08:04 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemetik teh sedang menggunakan ponsel. (Foto: bisnis.com)

Saya tinggal di desa, tapi saya suka film Korea, film Hollywood juga suka. Tidak suka sinetron di TV. Suka membaca walaupun jauh dari toko buku.

Hanya saja, pendapatan saya perbulan tidak sebanding dengan pekerja yang biasa "ngantor" di kawasan SCBD Ibu Kota. Singkatnya, selera seperti kaum urban namun pendapatan layaknya kebanyakan orang di pedesaan.

Ini anomali, setidaknya berdasarkan pengalaman dan peninjauan saya sendiri. Orang seperti saya, sulit digolongkan sebagai pasar sasaran berdasarkan pendapatan. Juga, tidak termasuk dalam golongan secara geografi.

Terkadang, bertanya-tanya apakah di seluruh pelosok Nusantara ada orang mirip seperti saya. Dimana para pemasar tidak "menghiraukan" orang demikian. Mungkin karena jumlahnya sedikit sehingga dianggap sebagai ceruk pasar yang "tidak potensial".

***

Hadirnya internet di pedesaan, membuat cara orang berjualan berubah secara teknis. Semakin dimudahkan sekaligus disulitkan bagaimana menentukan pasar sasaran.

Dahulu, demografis bisa menjadi landasan untuk memasarkan produk. Kini, konsep itu harus diubah.

Misalnya, jika pemasar masih menganggap kalangan "menengah-atas" berdomisili di kota maka hal demikian sudah tidak menjadi acuan. Selera orang desa sangat mungkin sudah berubah karena derasnya arus informasi. Sehingga, selera belum tentu beririsan dengan dimana seseorang bertempat tinggal.

Seorang petani yang jauh dari kebisingan kawasan industri sangat mungkin memiliki selera lebih "dekat" dengan mahasiswa di pinggir kota. Pemerintah boleh saja mengkategorikan sebuah keluarga sebagai "warga miskin". Namun, bukan berarti caranya memilih hiburan sama dengan tetangganya yang sama-sama miskin.

Membayangkan selera begitu banyak manusia bukanlah hal mudah. Membutuhkan begitu banyak penelitian yang terperinci. Jika anda benar-benar membutuhkan data itu, silakan menghubungi lembaga penelitian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun