Mohon tunggu...
Muhammad Yusuf Ansori
Muhammad Yusuf Ansori Mohon Tunggu... Petani - Mari berkontribusi untuk negeri.

Bertani, Beternak, Menulis dan Menggambar Menjadi Keseharian

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Cara Pandang Elang sebagai Pijakan Bertindak

5 April 2022   05:34 Diperbarui: 5 April 2022   05:39 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seekor elang jarang sekali hinggap di pohon dekat perkampungan. Dia tidak akan terbang merendah sebelum yakin ada seekor anak ayam yang bisa dimangsa. Sungguh cara berburu yang penuh pertimbangan. Tidak serampangan.

Elang memiliki kemampuan untuk melihat wilayah luas dari ketinggian. Dia menimbang keadaan dari jarak jauh. Adakah di bawah sana seorang manusia yang bisa mengganggu kinerjanya atau seekor hewan pemangsa yang bisa menjadi pesaingnya.

Elang juga memiliki penglihatan tajam. Dia bisa melihat detail dari jarak jauh. Tahu jika mangsanya seekor anak ayam yang gemuk, kurus atau alot untuk dimakan.

Setahu saya, elang tidak pernah merasa ragu untuk melakukan tindakan. Dia akan memangsa buruannya ketika pertimbangan-pertimbangan itu sudah memenuhi harapannya. Karena keraguan bisa menghamburkan waktu dan tenaga yang sudah digunakan untuk terbang menjauh dari pegunungan yang menjadi tempatnya bersarang.

***

Memiliki landasan pemikiran yang luas belum menjadi bagian budaya kami di pedesaan. Tampaknya itupun belum menjadi budaya masyarakat kota.

Buktinya, masih banyak hal sederhana yang enggan dilakukan. Seperti, membuang sampah pada tempatnya. Padahal, landasan pemikiran luas untuk melakukan hal sederhana sangat berpengaruh besar pada kehidupan yang lebih luas.

Masih ada anggapan jika berpikir luas hanya tugas para akademisi dan politisi. Rakyat kecil masih menganggap dirinya kecil dan enggan untuk berpikir besar.

Saya melihat pola pikir demikian masih menjadi bagian dari budaya yang harus segera diubah. Bertindak praktis pun perlu landasan filosofis. Tanpanya, jangan heran jika tindakan praktis menjadi sebuah kesia-siaan. Tindakan praktis kurang berdampak jangka panjang. Jangankan pada masyarakat secara umum, pada dirinya sendiri pun dampaknya hanya sesaat.

Saya tahu jika kita perlu kemampuan untuk memilah kapan berpikir praktis dan kapan berpikir teoritis-filosofis. Sebagaimana elang, pikirannya bisa menentukan kapan menggunakan pola pikir meluas dan kapan pola pikir menyempit. Karena jika salah menempatkan akan dianggap sebagai manusia tukang "mengawang-awang" atau sebaliknya manusia "bersumbu pendek"

Saran saya, menggunakan kerendahan hati bisa memilah pengetahuan apa yang diperlukan untuk berpikir luas dan kapan berpikir praktis. Mudah dilihat kok, orang berpengetahuan luas tapi tidak mau bertindak praktis semata karena kesombongannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun