Mohon tunggu...
Muhammad Yusuf Ansori
Muhammad Yusuf Ansori Mohon Tunggu... Petani - Mari berkontribusi untuk negeri.

Bertani, Beternak, Menulis dan Menggambar Menjadi Keseharian

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ilmu atau Perilaku, Lebih Penting Mana?

1 November 2021   06:04 Diperbarui: 1 November 2021   06:06 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pikiran, itu pula yang terus menjadi rasa penasaran saya. Apakah cara berpikir benar-benar berpengaruh pada realita?

Jika kita berpikir sangat jauh ke depan, mungkinkah berpengaruh juga pada realita kekinian. Lalu, benarkah memperbaiki pola pikir turut serta memperbaiki realita?

Jawaban dari pertanyaan  itu membutuhkan waktu untuk pembuktian. Membutuhkan kesabaran ekstra untuk menunggu apa yang terpikir itu pun terwujud. Seperti menunggu waktu untuk membuktikan jika manusia mampu terbang ke luar angkasa.

Lumayan banyak buku yang dibaca, terutama yang bertemakan pikiran, budaya dan filsafat. Sekilas, saya mengira jika itu terlalu teoritis bahkan cenderung mengawang-awang. Tetapi, setelah ditelaah lebih jauh ternyata kita harus berpikir lebih mengawang-awang untuk mengubah kenyataan.

Fisik kita berfungsi untuk melakukan hal-hal yang terindera. Tetapi, fungsi pikiran jelas untuk "menyentuh" hal-hal yang tidak terindera.

Nah, fungsi raga bukan untuk berpikir makanya lakukan hal sederhana saja; sesederhana membuang sampah pada tempatnya. Ada pun fungsi pikiran untuk melayang ke dimensi lain di luar dunia yang terindera. Membayangkan situasi yang sangat luas bahkan lebih luas dari alam semesta adalah tugas pikiran.

Saya yakin jika hal ini diajarkan di sekolahan. Hanya saja, belum tentu setiap orang punya "perangkat" untuk memisahkan jalur kerja fisik dan mental. Jangan heran jika "maaf" pekerja kasar tidak menggunakan pikirannya maka hasil kerjanya pun terlihat kasar. Hasil kerja tanpa sentuhan ide perbaikan.

Tetapi ada pula pemikir yang terlalu banyak berpikir. Pekerjaannya sekadar berpikir tanpa tahu bagaimana melaksanakan isi pikirannya. Tangan dan kaki terkunci di belakang meja dan kursi sehingga dia mati pun orang tidak tahu apa yang dipikirkannya. Sekalipun itu ide brilian.

***

Saya tidak mau menyalahkan budaya dan hasil akal pikiran orang tua dan generasi sebelumnya. Bagaimanapun mereka sudah meneteskan keringat dan mengucurkan darah demi kelanggengan hidup bangsanya.

Mungkin banyak hal yang harus diperbaiki dari pola pikiran kita. Buat saya, kita bukan hanya harus meniru kemajuan bangsa lain _apalagi orang lain_ tetapi berpikir tentang bagaimana lingkungan terdekat kita menjadi lebih mapan dan nyaman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun