Mohon tunggu...
Muhammad Yusuf Ansori
Muhammad Yusuf Ansori Mohon Tunggu... Petani - Mari berkontribusi untuk negeri.

Bertani, Beternak, Menulis dan Menggambar Menjadi Keseharian

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bikini Dinar Candy Lebih Aman Daripada Bunuh Diri

7 Agustus 2021   06:15 Diperbarui: 8 Agustus 2021   06:37 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang pria tergeletak diduga mencoba bunuh diri di depan Balai Kota Bandung.(Foto: galamedia.pikiran-rakyat.co.id)


Mengundang perhatian, itu maksud yang saya tangkap dari Dinar Candy. Memakai bikini _warna merah_ di pinggir jalan sambil memegang papan bertuliskan isi pikirannya.

Jika polisi menganggap itu pornoaksi, saya tidak bisa mendebat. Kalau ibu-ibu menganggapnya itu memalukan, risih dan tak beretika, ya silakan. Pro kontra akan selalu ada.

Sama halnya dengan orang yang mencoba bunuh diri di depan Balai Kota Bandung. Meskipun motifnya masih diselidiki polisi, kalau membaca kronologinya ya itu bentuk protes. Protesnya pada apa? Kita tunggu hasil penyelidikan polisi.

Protes dengan membunuh diri ini pernah terjadi di Amerika untuk memprotes penyerangan tentaranya ke Vietnam. Tujuannya, tentu saja untuk mendapatkan perhatian. Aksi itu dilakukan di depan kantor pemerintah sebagai simbol kekuasaan.

Pada tanggal 2 November 1965, Norman Morrison membakar diri di depan kantor Sekretaris Pertahanan Pentagon Robert McNamara setelah sebelumnya menyiramkan bensin ke sekujur tubuhnya. Dia meninggalkan istrinya Anne Welsh dan tiga anak: Ben, Christina dan Emily. Pada saat kejadian, Morrison membawa serta putrinya yang baru berusia 1 tahun yaitu Emily. Namun entah kenapa dia kemudian dia melepaskan atau memberikannya pada seseorang di kerumunan massa sebelum membakar diri. Istrinya mengenang kejadian tersebut:

"Terlepas dari apakah dia mempunyai niat begitu atau tidak, saya rasa kehadiran Emily memberikan rasa nyaman yang terakhir kali untuk Norman, ... dan Emily merupakan simbol anak-anak yang kita bunuh dengan bom dan napalm---di mana mereka tidak memiliki orang tua yang bisa memeluk mereka."

Dalam sebuah surat yang dikirimkan kepada istrinya, Morrison meyakinkan tentang kebenaran tindakannya. "Aku sangat mencintaimu," lanjut Morrison, "tapi aku harus membantu anak-anak kampung biksu."

***

Ketika protes dengan memasang bendera putih tidak mempan. Maka mencoba dengan cara lebih "atraktif" ya semoga didengar. Ketika memprotes dengan mengerahkan massa _apalagi dengan kekerasan_ akan dihalau polisi maka beraksi sendiri dengan cara tidak biasa maka harus dilakukan.

Keharusan, itu juga yang saya tangkap dari bentuk-bentuk protes ini. Kala Dinar Candy menyatakan dia stress maka beraksi dengan resiko ditangkap polisi harus dia lakukan. Jika seorang pengusaha dipaksa menghidupkan kembali usahanya, maka protes dengan cara tidak biasa harus dilakukan.

Ada media yang sering dijadikan tempat protes, yakni media sosial. Tapi, suaranya yang protes sering kalah oleh BuzzeRp yang sama-sama keras suaranya. Akhirnya itu hanya dianggap dagelan mengisi waktu luang semata.

Di kala protes dengan cara santun dianggap tidak memberikan dampak, maka protes dengan cara melanggar kesantunan ternyata mengundang perhatian. Di kala berteriak tidak sanggup menggoyahkan keputusan Pemerintah maka mencabut nyawa diharap bisa diganti dengan mencabut kebijakan yang sudah ditancapkan.

Ah, saya hanya bisa mendo'akan yang terbaik bagi siapa pun. Jika logika negara berbenturan dengan logika rakyatnya, bukan berarti pemimpin negeri harus mengundurkan diri. Tapi, sama-sama menyelesaikan masalah yang terjadi.

(Sumber: kompas.com dan wikipedia.org)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun